“Langkah Mudah Menjadi Master Rubik’s” itulah buku yang ditulis oleh Abel Brata, penerima penghargaan rekor MURI bermain rubik’s tercepat. Dan, minggu 25 Juli lalu, bertempat di gazebo yang terletak di halaman belakang kantor Mitra Netra, Abel menyerahkan buku karyanya dalam versi huruf Braille kepada Sofyan, tunanetra salah seorang anggota “Mitra Netra Rubik’s Club”. Penyerahan buku karya Abel Brata Versi Braille ini merupakan bagian dari rangkaian acara “Mitra Netra Rubik’s gathering”, yang diselenggarakan Mitra Netra bersama “jakarta rubik’s Club.
Penyelenggaraan Rubik’s Gathering merupakan salah satu upaya Mitra Netra untuk melibatkan tunanetra di aspek-aspek kehidupan yang lain, dalam hal ini adalah “permainan edukatif”.
Lalu bagaimana tunanetra dapat bermain rubik’s?
Dibutuhkan adaptasi khusus untuk membuat rubik’s dapat digunakan oleh tunanetra. Jika mereka yang dapat melihat dibantu dengan unsur pembeda berupa “warna”, untuk tunanetra, unsur pembeda tersebut harus sesuatu yang dapat diraba, berarti harus “timbul atau taktual”, serta mudah dikenali jika diraba dari sisi mana pun.
Landasan berpikir yang digunakan sama seperti saat tujuh tahun yang lalu Bank Indonesia meminta nasehat Mitra Netra mendesign pecahan uang rupiah kertas agar dapat dikenali dengan lebih mudah oleh tunanetra, yaitu dengan menambahkan “blind code atau kode tunanetra”.
Pada permainan rubik’s, untuk memudahkan tunanetra menggunakannya, Mitra Netra juga menambahkan “blind code” pada lima sisi rubik’s sebagai unsur pembeda; sedangkan sisi ke enam tidak diberi kode tunanetra alias kosong. Kelima kode tunanetra tersebut adalah “bentuk lingkaran, segi tiga sama sisi, bujur sangkar, tanda tambah atau cross, dan enam titik simbol Braille atau enam titik dalam komposisi seperti pada kartu domino”.
Diperlukan uji coba terlebih dahulu di kalangan tunanetra, hingga pada akhirnya disepakati kode tunanetra dalam lima bentuk tersebut di atas.
Kini, Mitra Netra Rubik’s Club telah memiliki 10 anggota. Pertemuan secara rutin diadakan minimal seminggu sekali di gazebo halaman belakang kantor Mitra Netra, untuk berbagi trik bermain rubik’s. Gathering bersama Jakarta Rubik’s Club merupakan ajang “unjuk diri” bahwa tunanetra juga dapat menggunakan permainan edukatif yang diyakini dapat menstimulir kedua sisi otak kita.
Tidak hanya itu, pada acara gathering tersebut, anggota Mitra Netra rubik’s club juga sudah berani menantang tamu-tamu mereka dari jakarta Rubik’s club.
Bagaimana cara mereka bertanding? Sangat unik.
Saat Suryo tunanetra melawan Arif dari Jakarta Rubik’s Club, pertandingan dilakukan dengan menggunakan rubik’s yang diberi blind code, dan arif yang bukan tunanetra bermain dengan ditutup mata menggunakan “blind fold”. Tentu bukan hal yang mudah bagi arif bermain rubik’s dengan mata tertutup. Ini dibuktikan dengan kemenangan Suryo yang bisa menyelesaikan permainan dalam waktu 3,5 menit.
Sesi ini dimaksudkan untuk membangun “rassa empati” teman-teman dari Jakarta Rubik’s Club agar mereka dapat merasakan bagaimana tunanetra yang tidak dapat melihat atau kurang dapat melihat dengan baik juga dapat bermain rubik’s. Kehadiran teman-teman wartawan pada Rubik’s Gathering itu juga turut membuat suasana pertandingan lebih semarak.
Sebagai acara puncak, dipertandingkan Irwan Dwi Kustanto, tunanetra yang telah pernah menyelesaikan permainan rubik’s dalam 40 detik, melawan Abel Brata, si penerima penghargaan dari MURI. Abel menggunakan rubik’s biasa – tanpa blind code, Irwan menggunakan rubik’s khusus untuk tunanetra yang diberi blind code. Yang unik adalah cara mereka memainkannya, yaitu, mereka bermain dengan menempatkan tangan mereka di belakang punggung; dengan demikian, baik abel maupun Irwan sama-sama tidak melihat rubik’s masing-masing. Untuk membantu abel, sebelumnya ia mencoba menghafalkan posisi rubik’s yang masih dalam keadaan acak’acakan”.
Sesi ini dimenangkan oleh Irwan, yang berhasil menyelesaikan permainan dalam waktu 1,33 menit.
Ada pesan yang ingin Mitra Netra sampaikan melalui acara Rubik’s gathering ini. Mitra Netra mengharapkan, kiranya para perancang permainan-permainan edukatif yang pada umumnya sangat berguna melatih kecerdasan baik otak kanan maupun otak kiri, hendaknya juga memikirkan cara agar setiap permainan yang mereka ciptakan juga dapat digunakan oleh tunanetra. Jika mereka membutuhkan input dari perspektif tunanetra, sebagaimana yang dilakukan kepada Bank Indonesia saat merancang pecahan mata uang rupiah kertas tujuh tahun lalu, Mitra Netra akan dengan senang hati memberikan masukan-masukan yang diperlukan.
Menjadi tunanetra bukanlah pilihan. Itu adalah fakta, yang harus diterima, dihadapi dan dijalani. Agar tunanetra yang menyandang disabilitas tidak mengalami “handicap” atau hambatan, tunanetra membutuhkan dukungan sepenuhnya dari lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial, yang seharusnya dirancang “accessible” untuk semua. Agar tunanetra dapat terlibat atau mengambil bagian dalam permainan-permainan edukatif yang sangat berguna itu, maka seharusnyalah permainan itu juga dirancang agar dapat digunakan oleh tunanetra, sehingga tunanetra juga dapat menjadi orang-orang yang cerdas. *Aria Indrawati