Sahabat adalah salah satu “harta” yang sangat berharga dalam hidup. Jika kita mendengar kata “sahabat”, yang terbayang adalah sosok yang setia, yang mengerti, yang ada saat kita membutuhkan, bahkan tanpa kita mengatakannya. Dan, jika kita bicara tentang sahabat, biasanya yang terbayang adalah sosok seorang sesama manusia.
Namun, kali ini kita bicara tentang sahabat “yang lain”. Bukan manusia, melainkan seekor binatang, tepatnya anjing. Di negara-negara tertentu seperti kawasan Eropa, Australia, Amerika, dan Jepang, anjing dikenal sebagai “sahabat tunanetra”.
Kekagumanku pada “sahabat yang lain” ini berawal saat mengikuti konferensi World Blind Union, enam tahun lalu, di Cape Town, Afrika Selatan. Sebagai tunanetra, aku sudah tahu di negara maju anjing dapat dilatih menjadi pemandu untuk tunanetra, yang biasa disebut guide dog. Namun, itu sebatas pengetahuan. Aku benar-benar mengalami saat mengikuti konferensi di Cape Town itu.
Di ruang konferensi, anjing-anjing pemandu duduk manis di “tempat parkir” mereka di sisi pemiliknya, saat tuan-tuan mereka tekun mengikuti konferensi. Tidak ada yang bersuara, berisik, berlari-larian, apalagi membuat keributan, meski berada di tengah kerumunan manusia. Aku sungguh kagum. Dan kekagumanku berubah menjadi rasa ingin tahu yang amat kuat.
Seusai makan siang, pada hari pertama konferensi itu, sebelum kembali memasuki ruang konferensi, aku dan ketiga teman delegasi Indonesia mampir di lokasi pameran. Karena ingin membeli sesuatu yang berbeda, aku memisahkan diri dari rombongan. Tiba-tiba aku merasa menabrak sesuatu yang “berbulu-bulu”, dan itu membuatku sangat kaget. Ups”¦! Sesuatu yang “berbulu” itu kurasakan menjauh dariku tanpa bersuara. Sesaat kemudian aku lebih memusatkan pandangan, dan”¦ “Wah, aku menabrak anjing,” pikirku. Lalu kukatakan, “Sorry”¦. “
Seorang relawan yang bertugas di konferensi hari itu melihat dan mendatangi aku. Ia menjelaskan bahwa aku baru saja menabrak anjing pemandu Michel, delegasi dari Belgia. Kusampaikan permintaan maafku kepada Michel. Sang relawan kemudian justru membantu aku berkenalan dengan anjing pemandu Michel yang kutabrak tadi. Ia mengambil tangan kananku dan menyentuhkannya ke punggung anjing itu. Agak takut-takut juga aku, besar sekali dia. Kubelai juga punggung anjing itu, sambil berpikir, untung dia tidak marah saat kutabrak tadi.
“Sahabat yang lain” ini memang luar biasa. Mereka dipilih dari jenis anjing yang paling unggul, boxer dan labrador retriever. Kedua ras anjing ini memiliki tingkat intelegensi lebih unggul dari jenis yang lain. Penciuman mereka sangat tajam. Boxer empat ribu kali manusia. Bahkan, labrador retriever empat juta kali manusia. Kedua ras anjing ini juga dikenal sebagai anjing yang dapat mengendalikan emosi dengan baik. Bahkan, pakar anjing Jose Sualang menyebut kedua ras anjing ini “memiliki kestabilan emosi sempurna”. Mereka tidak mudah marah, tidak mudah bereaksi buruk atas kejadian yang tidak menyenangkannya, bahkan juga tidak merasa takut.
Setelah dilatih kurang lebih satu tahun sebagai anjing pemandu tunanetra, kedua ras anjing ini dapat berperilaku sangat sopan, setia pada tuan yang dibantunya, disiplin, menjadi penjaga dan pelindung luar biasa bagi tuannya.
Selain ras tertentu, anjing pemandu selalu dipilih anjing betina. Pertimbangan utamanya adalah perilaku saat anjing birahi. Anjing betina hanya birahi enam bulan sekali, dan masa birahinya pun sangat singkat, kurang lebih lima hari. Saat birahi, anjing betina lebih mampu mengendalikan diri. Mereka tidak akan meninggalkan tuannya sendirian di tempat-tempat berbahaya hanya untuk memenuhi “panggilan biologis” itu. Sebaliknya, baik boxer maupun labrador retriever jantan, lebih sering birahi. Dan, jika si jantan sedang birahi lalu mencium “aroma lawan jenis”, mereka sangat mungkin meninggalkan tuan mereka, bahkan di tempat yang berbahaya sekalipun. Nakal mereka!
Keberadaan anjing sebagai sahabat tunanetra memberikan banyak makna dan renungan. Apakah tunanetra di Indonesia dapat dibantu anjing pemandu? Apa saja yang harus dilatihkan pada anjing agar menjadi pemandu bagi tunanetra? Tunggu lanjutan tulisan ini di Halo Mitra. *Aria Indrawati