Accessibility Tools

Pencegahan dan Penanggulangan Korupsi yang Merugikan Penyandang Disabilitas

“Berapa jumlah penyandang disabilitas di Indonesia?”, tanya Bambang Wijoyanto komisioner KPK saat menerima 8 orang penyandang disabilitas di kantor KPK 9 Juni lalu. Ia pun terkejut saat mengetahui estimasi Badan Kesehatan Dunia WHO bahwa jumlah penyandang disabilitas saat ini adalah 15 % dari seluruh penduduk.

Kunjungan 8 orang penyandang disabilitas ke KPK bertujuan untuk menyampaikan informasi tentang modus-modus korupsi yang merugikan warga negara penyandang disabilitas, khususnya yang terkait dengan pelayanan negara pada para penyandang disabilitas. Beberapa di antaranya adalah program “bantuan Sosial” yang disalurkan kementerian sosial dan kementerian pendidikan, serta pengadaan alat bantu usaha yang disalurkan oleh dinas tenaga kerja dan transmigrasi.

Contoh kasus kongkrit yang disampaikan memang baru dalam jumlah kecil. Namun, misi utama kunjungan ke KPK adalah mengajak KPK mulai menyadari dan mewaspadai pola-pola korupsi yang membuat warga negara penyandang disabilitas di Indonesia tetap tak berdaya, meski dalam laporan Pemerintah disebutkan bahwa uang negara dialokasikan dan dihabiskan tiap tahun untuk mereka.

KPK memang punya prioritas. Kriteria tindak pidana korupsi yang ditangani oleh KPK adalah korupsi yang dilakukan oleh penyelenggara negara – jika di kementerian sekurang-kurangnya pejabat eslon 1 – yaitu direktur jenral (dirjen), atau kepala daerah yaitu Gubernur atau bupati/wali kota, atau rektor, dengan kerugian negara sekurang-kurangnya satu miliar.

Bambang Wijoyanto mengakui bahwa selama ini KPK belum pernah menyoroti tindak korupsi yang merugikan warga negara penyandang disabilitas. Olehkarenanya, ia sangat menghargai informasi yang disampaikan oleh 8 penyandang disabilitas yang bertamu ke KPK.

Setelah menerima informasi tentang modus korupsi yang merugikan penyandang disabilitas, KPK berkomitmen untuk memasukkan aspirasi para penyandang disabilitas tersebut ke program “ovensive prevention” KPK.

Kesimpulan KPK adalah, Tindak korupsi yang merugikan penyandang disabilitas sangat terkait dengan “sistem”. Olehkarenanya, diperlukan pengkajian yang mendalam serta sistematis untuk menanggulanginya. Di akhir pertemuan antara Pimpinan KPK dan 8 orang penyandang disabilitas, Bambang Wijoyanto meminta salah satu staf litbang KPK untuk mengagendakan pengkajian modus-modus korupsi yang merugikan penyandang disabilitas di Indonesia. Dalam proses pengkajian ini, KPK nanti juga akan memanggil lembaga pemerintah terkait. Dari hasil pengkajian ini akan dirumuskan rekomendasi serta langkah-langkah aksi yang diperlukan, guna mencegah berlanjutnya perilaku korupsi yang selama ini berlangsung, termasuk perbaikan sistem yang diperlukan.

Jika tindak pidana korupsi yang ditemukan bukan menjadi prioritas KPK, Lembaga Anti Korupsi ini berkomitmen akan merujuknya ke kepolisian dan kejaksaan, serta terus mengawal hingga kasus tersebut ditangani secara tuntas.

Delegasi penyandang disabilitas juga mengharapkan agar sejak saat ini, isu disabilitas senantiasa menjadi bagian dari seluruh kegiatan KPK, termasuk kegiatan sosialisasi di masyarakat tentang gerakan anti korupsi. Harapan ini langsung disambut oleh staf di Bagian Humas KPK yang hadir. Pada bulan juni ini, KPK akan ada agenda sosialisasi di beberapa kota, yaitu Jogjakarta, Surabaya dan Makasar. Mereka berjanji akan melibatkan para penyandang disabilitas di acara-acara tersebut.

Sayang sekali para penyandang disabilitas menemui KPK setelah lembaga anti korupsi ini menyerahkan usulan agenda kepada para calon presiden terkait pencegahan dan penanggulangan korupsi di Indonesia. Namun, Bambang Wijoyanto lebih menyayangkan tak ada satu pun para calon presiden yang saat ini sedang berlaga memenangkan mandat dari rakyat memperhitungkan warga negara penyandang disabilitas, yang jumlahnya tidak sedikit. *Aria Indrawati.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top