Dapat berkarya sesuai minat dan kemampuan yang dimiliki adalah impian semua orang, tak terkecuali tunanetra. Namun, saat ini situasi di Indonesia masih dalam tahapan menumbuhkan kesadaran dan pemahaman pada pemerintah dan masyarakat, bahwa tunanetra juga dapat berkarya bersama-sama mereka yang tidak tunanetra. Masih banyak yang belum mengerti, bahwa, tunanetra juga dapat bekerja dengan menggunakan komputer. Bahkan, perangkat lunak pembaca layar yang membantu tunanetra menggunakan komputer pun saat ini telah ada versi tak berbayar. Jika belum mengerti tidak apa. Yang harus dilakukan adalah, “ayo mencari informasi”. “jangan menolak berkarya bersama tunanetra” karena tidak mengerti”.
Langkah itulah yang dilakukan oleh dua perusahaan yang menetapkan komitmennya untuk melibatkan tunanetra berkarya bersama mereka. Mereka adalah Think.Web dan Toyota Astra Finance. Keduanya sama, pada awalnya tidak mengerti bagaimana tunanetra bekerja dengan komputer. Keduanya juga sama, “mencari informasi”. Mereka datang ke Yayasan Mitra Netra, dan mereka mendapatkan informasi yang mereka perlukan.
Di Think.Web, tunanetra bekerja di bidang “digital marketing”; membangun brand produk-produk yang menjadi klien perusahaan dengan menggunakan media sosial. Sedangkan di Toyota Astra Finance, tunanetra berkarya di “call center”.
Ada adaptasi yang perlu dilakukan. Hal ini tak bisa dipungkiri. Selama ini, dunia kita dirancang hanya untuk mereka yang “dapat melihat”. Kehadiran tunanetra belum diperhitungkan pada awalnya, meski faktanya tunanetra ada di masyarakat. Sampai kemudian, muncullah “ideologi” baru; “idilogi inklusif yang memandatkan segala sesuatu, sedapat mungkin, diciptakan dengan menggunakan desain universal”. Artinya, sebuah produk, atau fasilitas, atau sistem, atau layanan, harus dapat digunakan oleh siapa pun, tanpa kecuali, termasuk mereka yang tidak dapat melihat atau kurang dapat melihat dengan baik (para tunanetra). Penerapan semangat desain universal ini juga sangat bertahap. Kesadaran perlu ditumbuhkan dahulu pada awalnya. Membangun pola pikir. Selanjutnya, pola pikir itu diharapkan diimplementasikan dalam sikap dan tindakan, dalam karya nyata.
Di Toyota Astra Finance misalnya, setelah bertemu Mitra Netra dan mendapatkan informasi bagaimana tunanetra bekerja dengan komputer, tahap selanjutnya yang mereka lakukan adalah melakukan analisa sistem database mereka, apakah dapat dibaca tunanetra dengan menggunakan software “pembaca layar”; software yang digunakan tunanetra saat bekerja dengan komputer. Jika ternyata belum aksessibel, adaptasi perlu dilakukan. Proses semacam ini biasanya tidak sulit, jika pihak perusahaan memang telah memiliki komitmen kuat untuk berkarya bersama tunanetra. Walau bagaimana pun, sistem atau aplikasi adalah hasil karya manusia, yang terbuka untuk dilakukan adaptasi atau pengembangan.
Contoh nyata dilakukan oleh perusahaan penghasil telepon pintar. Dalam perkembangannya, mereka menyadari bahwa tunanetra adalah pangsa pasar potensial mereka. Dan saat itulah telepon pintar membuat diri mereka dalam format “desain universal”, dan para tunanetra di seluruh penjuru bumi ramai-ramai menggunakan telepon pintar.
Jika perusahaan memiliki komitmen berkarya bersama tunanetra, dan dalam proses perikrutan perusahaan menemukan tunanetra yang benar-benar mampu bekerja dan berdedikasi, yang diuntungkan adalah perusahaan tersebut. Diuntungkan secara finansial karena memiliki karyawan yang skillful dan berdedikasi. Diuntungkan dari sisi pengembangan masyarakat, karena perusahaan telah mengambil peran dalam memberdayakan masyarakat. Jika perusahaan itu menghasilkan sebuah produk, dan perusahaan itu berkarya bersama tunanetra, berarti perusahaan telah berperan membuat tunanetra mandiri secara finansial. Dan bukan tidak mungkin, tunanetra karyawan mereka akan membeli produk-produk yang mereka hasilkan.
Jadi, jangan takut berkarya bersama tunanetra. Itu adalah “investasi” yang menjanjikan. *Aria Indrawati.