Accessibility Tools

foto Ayu Ningsih menggunakan hijab putih dengan background biru

Berani Mencoba. Jurus Sakti Ayu Ningsih Hadapi tantangan sebagai low vision

“waktu dokter menjelaskan kalau kondisi aku itu low vision dan nggak bisa pakai kacamata, ya aku belum bener-bener paham kalau low vision itu bukan bagian dari tunanetra. tahunya Cuma low vision itu bukan orang awas, tapi juga bukan tunanetra”, tutur Ayu mengawali ceritanya.

Memiliki kondisi low vision atau lemah penglihatan memang tak jarang menjadi hal yang membingungkan, bahkan sering disalahpahami, baik bagi yang menyandang low vision itu sendiri maupun orang-orang disekitarnya. Hal inilah yang dialami oleh Ayu. Sejak usia Sekolah dasar, pemilik nama lengkap Ayu Ningsih ini sesungguhnya telah menyadari bahwa dirinya memiliki gangguan penglihatan. Kendati demikian, setelah menginjak kelas 3 SMP Ayu baru menemui seorang dokter untuk memeriksakan diri. Tujuannya adalah mendapatkan kondisi pasti terkait penglihatannya dan memperoleh kacamata. Alih-alih medapatkan kacamata, Ayu dan ibunya justru mengetahui bahwa kondisi yang dialaminya adalah low vision. Kenyataan itu membuatnya sangat sedih, tapi di sisi lain juga menjadi penasaran.

“dokter menyarankan untuk pergi ke sebuah lembbaga low vision di daerah pasar minggu. Tapi karena waktu itu orang tuaku belum punya informasi yang cukup dan belum ada kesiapan juga, jadi saran dokter itu nggak dijalankan. Sampai aku kelas 3 SMA, aku ingat itu lagi dan mulai cari tahu tentang apa dan bagaimana low vision itu”.

Baca juga: 4 Fakta Adinugraha, Tunanetra yang Berprofesi Sebagai Programmer

 

Setelah lulus SMA, Ayu berusaha mencari banyak informasi hingga membawanya bergabung ke sebuah komunitas low vision di WhatsApp Group. Di sana Ayu berkumpul serta bertemu dengan para penyandang low vision dari seluruh Indonesia. Gadis kelahiran April 1999 ini mengaku bahwa dirinya saat itu merasa galau, antara ingin memahami dirinya sebagai penyandang low vision atau mencari pekerjaan dan berkuliah.

“awalnya Cuma pengen mencari teman yang sama seperti aku (low vision). Di lingkunganku Cuma aku sendiri yang begini, jadi kalau ada teman, mungkin bisa memahami kondisi ini lebih baik. Pas ketemu teman-teman low vision di grup itu, aku speechless. Ternyata mereka bisa kuliah, jadi dosen, guru, atau kerja kantoran. Aku juga dapat info tentang Mitra Netra. Dari situ, harapanku jadi tumbuh dan termotivasi untuk setidaknya bisa kuliah dan kerja seperti mereka”

Pencarian tentang Mitra Netra pun berlanjut. Ayu kemudian menemukan satu video di channel youtube Mitra Netra tentang Aryani Sri Ramadhani, alumni Mitra Netra yang berprofesi sebagai pengusaha kuliner dan sedang menjalani kuliah di Universitas Pamulang(Unpam). Bungsu dari 2 bersaudara ini pun semakin yakin bahwa ia harus datang ke Mitra Netra. Ayu percaya bahwa di sana adalah tempat yang tepat untuk belajar, mengembangkan potensi diri, dan menjadi jembatan untuk meraih cita-citanya berkuliah di Unpam.

“aku makin semangat ke Mitra Netra karena syarat untuk bisa kuliah di Unpam itu harus bisa komputer bicara, dan untuk penyetaraan atau pembelajaraannya itu bisa dilakukan di Mitra Netra. Jadi, aku langsung bilang sama orang tua. Tapi, orang tua waktu itu nggak langsung kasih izin. Banyak pertanyaan, gimana nanti, gimana kalau begini begitu. Butuh perjuangan-lah tahun 2018 sampai 2019 itu”. Setahun lebih, Ayu terus membujuk serta meyakinkan kedua orang tuanya untuk mendapatkan izin belajar ke Mitra Netra. Secara bersamaan, anak pasangan Ajas dan Sanaah ini juga terus berusaha mencari saran dari teman-teman tunanetra agar bisa mengunjungi serta belajar di Mitra Netra. Singkat cerita, Ayu akhirnya berhasil meyakinkan orang tuanya dan mengunjungi Mitra Netra pada Februari 2020.

Baca juga: Rifka Aprilia: Aktif Berperan di Masyarakat dan Cita-Cita untuk Sesama Perempuan Tunanetra

 

Di hari yang sama, Ayu bertemu dengan Aria Indrawati, Kabag Humas dan Ketenagakerjaan Yayasan Mitra Netra, untuk berkonsultasi tentang rencananya mendaftarkan diri di Mitra Netra dan Unpam. Hasilnya, Ayu mantap belajar komputer bicara, orientasi mobilitas, dan kursus matematika. Pemilihan tiga program pelatihan ini berkaitan erat dengan jurusan kuliah yang ingin diambil Ayu di Unpam, yaitu pendidikan ekonomi. Bahkan ketika pandemi Covid-19 merebak dan mengharuskan seluruh layanan Mitra Netra diselenggarakan secara daring, tak menyurutkan semangat Ayu untuk bergabung dalam kelas bahasa inggris di Mitra Netra.

“kursus-kursus ini punya pengaruh dan manfaat yang besar buat aku. Komputer dan matematika membantu banget saat kuliah, apalagi ekonomi kan masih berhubungan dengan hitung-hitungan. Kalau bahasa inggris, ya alhamdulillah membantu mengingat kembali pelajaran dulu di sekolah. Karena aku kan sempat berhenti 3 tahun setelah lulus SMA”. Ayu merasa sangat terbantu dengan adanya kursus dari mitra netra. Mahasiswi semester 5 jurusan pendidikan ekonomi Unpam ini tak memungkiri bahwa berbagai pelatihan tersebut yang memuluskan jalannya untuk bisa berkuliah dan mendapatkan pekerjaan. Perjuangan Ayu untuk meyakinkan kedua orang tuanya pun terbayar lunas.

Baca juga: Sahabat Tunanetra Wajib Tahu, Ini 4 Etika Mengirim E-mail secara Profesional

 

Bicara soal sikap pantang menyerah, Ayu pun mampu mencerminkan karakter tersebut saat bercerita tentang proses prekrutan yang dijalaninya di Perum Perhutani. Ketika pengumuman perekrutan karyawan BUMN dibuka, ia berusaha melamar dari berbagai jalur, tapi tak ada panggilan satu pun. Sampai akhirnya Ayu mendengar kabar perekrutan BUMN melalui Kerjabilitas, sebuah lembaga pencari kerja untuk penyandang disabilitas. Tanpa pikir dua kali, Ayu pun berinisiatif untuk menghubungi lembaga tersebut dan memastikan apakah dia memenuhi syarat mengikuti proses perekrutan.

“Beberapa hari setelah itu, aku dapat telpon dari admin Kerjabilitas kalau ada lowongan jadi staf administrasi di Perhutani untuk lulusan SMA. Jadi aku diminta ikut tes kemampuan dasar dan tes core value AKHLAK (Amanah, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif). Itu semacam tes pengetahuan implementasi nilai-nilai Pancasila dalam proses prekrutan di BUMN. Seminggu kemudian aku diminta menyerahkan pemberkasan. Waktu itu nggak mikir apa-apa. Tapi, seminggu setelahnya lagi, aku dapat email dari SDM Perhutani kalau lusa ada wawancara  kerja. aku lumayan grogi banget, soalnya baru pertama kali itu”.

Sebenarnya Ayu bukannya tak memiliki gambaran sama sekali tentang sebuah wawancara kerja. pada 2021, Ayu pernah mengikuti sebuah simulasi interview kerja yang menjadi rangkaian kegiatan pre-employment soft skill training yang diseleinggarakan Mitra Netra. Menurutnya, itu adalah pelatihan persiapan kerja yang pertama kali ia ikuti dan memberikan banyak gambaran tentang sebuah wawancara dalam proses prekrutan kerja. dari bekal pengalaman tersebut, serta ditambah dengan bertanya pada orang yang lebih berpengalaman, Ayu mempersiapkan diri untuk menghadapi interview dari Perum Perhutani dengan sebaik-baiknya. Alhasil, ketika wawancara berlangsung, dia mampu mennjawab seluruh pertanyaan selama 30 menit dengan lancar, meski dia mengaku bahwa masih memiliki banyak kekurangan.

“aku nggak nyangka aja pas dihubungi untuk proses MCU (medical check up) 2 minggu kemudian. Alhamdulillah banget, tapi rasa belum percaya karena yang jadi saingan aku banyak dari teman-teman penyandang disabilitas, dan pasti juga lebih hebat darripada aku”

Baca juga: 3 Kunci Sukses Riandi Pratama Tembus Loker Bappenas

 

Berdasarkan surat keputusan, sejak 1 September 2022, Ayu resmi memulai tugasnya sebagai staf administrasi di Perum Perhutani. Ayu merasa sangat bersyukur. Dia berharap mampu menjalankan tugas dan tanggung jawab dengan baik. ayu  pun berharap agar suatu saat teman-teman tunanetra juga bisa semakin mudah dalam mendapatkan pendidikan dan kesempatan bekerja. Ketika ditanya, apa yang harus dilakukan teman-teman tunanetra, khususnya low vision seperti dirinya agar bisa meraih cita-cita untuk berkuliah dan bekerja, begini jawaban seorang Ayu Ningsih.

“satu hal yang penting. Berani mencoba. Keinginan yang besar tapi hanya disimpan dalam hati, tak akan jadi apa-apa. Karena dari pengalamanku, keinginan dan harapan itu baru bisa terwujud kalau kita yakin akan pilihan kita dan berani untuk mencoba”, tandasnya.

 

*Juwita Maulida

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top