Pembukaan ADF 2010 di Jakarta oleh Menteri Agung Laksono

Pada tanggal 1-2 Desember lalu, telah diselenggarakan konferensi regional tentang Asean dan Disabilitas. Perhelatan berskala regional Asean ini diselenggarakan secara bersama oleh Persatuan Penyandang cacat Indonesia (PPCI) dan Disabled People International Asia Pacific (DPI-AP), dan didukung oleh Menko bidang Kesejahteraan Masyarakat (Menkokesra), didukung oleh organisassi /komunitas disabilitas di Indonesia, serta disponsori oleh The Nippon Foundation (TNF), bertempat di Hotel Bidakara Jakarta.

Konferensi ini telah menghasilkan “The Jakarta Declaration & Recommendation”,dihadiri tidak hanya oleh wakil dari negara-negara Asean, namun juga wakil dari Jepang, Australia, dan Timor Leste.

Tujuan Diselenggarakannya konferensi regional tentang Asean dan Disabilitas ini adalah untuk mengupayakan pengarusutamaan isu disabilitas di wilayah Asean, meminta Asean untuk menempatkan isu disabilitas menjadi salah satu prioritas, dan mendorong terbentuknya “Asean Disability Forum ADF) sebagai media komunikasi antara komunitas disabilitas dengan pemerintah negara-negara Asean.

Ide pembentukan ADF muncul pada regional workshop tentang Capacity Development Self Help Organization on Disability (CD SHOD) yang diselenggarakan oleh Asia Pacific Development Center on Disability (APCD) bersama DPI-AP pada akhir bulan Januari 2010 lalu di Bangkok.

Pada pertemuan bulan januari lalu, komunitas penyandang disabilitas di wilayah Asean mulai menyadari adanya kesenjangan pencapaian hasil upaya peningkatan kualitas hidup penyandang disabilitas melalui dekade kedua penyandang disabilitas Asia Pasific yang dicanangkan UN-ESCAP pada tahun 2003 dan akan berakhir pada tahun 2012 mendatang. Kesenjangan terjadi antara pencapaian negara-negara Asia Pasifik belahan utara yaitu Korea, Jepang, Taiwan, dan China, serta negara-negara Asia Pasifik belahan Selatan, yang pada umumnya adalah negara-negara Asean. Hal ini tentu dikarenakan adanya perbedaan situasi negara, persolan-persoalan yang dihadapi dan bagaimana pemerintah serta masyarakat negara-negara tersebut menangani dan menyikapi isu disabilitas.

Adanya perbedaan ini mendorong diperlukannya “pendekatan sub regional”. Di antara Negara-negara Asean memiliki kemiripan situasi, sosial, budaya, ekonomi dan politik serta kemiripan persoalan. Hal ini memungkinkan untuk merumuskan langkah bersama guna mengatasinya.

Selama ini, kerja sama di antara negara-negara Asean pada umumnya terbatas di bidang ekonomi, yang kemudian juga berkembang menjadi kerja sama di bidang sosial budaya. Sebelum tahun 2009, persoalan hak asasi manusia tidak pernah menjadi pembahasan di pertemuan para pemimpin negara-negara Asean.

Sejak tahun 2009, Asean telah memiliki komisi-komisi tentang hak asasi manusia, perlindungan hak anak serta perempuan. Namun, tak satu pun dari komisi-komisi itu yang membahas tentang hak-hak penyandang disabilitas, perlindungan dan pemenuhan hak anak dengan disabilitas serta perempuan dengan disabilitas.

Olehkarenanya, diperlukan “afirmative action” untuk mengarusutamakan isu disabilitas ke “Asean human rights mechanism”. Langkah awal yang disepakati oleh organisasi-organisasi disabilitas adalah membentuk “Asean Disability Forum ADF”, yang tidak hanya beranggotakan wakil dari komunitas penyandang disabilitas, namun juga melibatkan wakil-wakil masyarakat sipil seperti akademisi, peneliti, pengusaha, organisasi orang tua/keluarga yang memiliki anak/anggota keluarga dengan disabilitas, wartawan dan lain-lain.

Di struktur sekretariat Asean, sejak tahun 2010 ini, isu disabilitas menjadi bagian dari devisi social welfare, family and development.

Ide pembentukan ADF sebagai medium komunikasi antara masyarakat dan pemerintah negara-negara Asean ini akan disampaikan pada pertemuan tingkat tinggi negara-negara Asean pada tahun 2011 di Jakarta mendatang. Setelah ADF terbentuk, diharapkan akan ada pertemuan rutin tahunan membahas aksi-aksi yang perlu dilakukan, sehingga rencana terbentuknya “komunitas Asean/Asean Community” di tahun 2015 nanti juga memasukkan komunitas dengan disabilitas di dalamnya, menjadi bagian yang tak terpisahkan. – Aria.

Leave Comment