Taufiq Zulfikri sedang menjalankan tugas sebagai MC dihadapan audience

Pada pertengahan Januari lalu, Yayasan Mitra Netra menggelar acara pemutaran film Sejauh Kumelangkah dan diskusi secara daring dengan tema “Peran Tunanetra Muda dalam Berkomunitas di Masyarakat”. Salah satu yang hadir sebagai narasumber adalah Taufik Zulfikri. Kehadiran alumni dari Mitra Netra ini pastinya bukan tanpa alasan, dong! Taufik dipilih karena dia adalah sosok tunanetra muda yang memiliki segudang aktivitas dan berbagai pencapaian dalam berkomunitas di masyarakat. Nah, buat kamu yang ingin mengenal lebih dekat sosok Taufik Zulfikri, ikuti ceritanya sampai akhir di sini, ya!

Baca juga: Wujudkan Masyarakat Inklusif dengan Membuka Ruang Dialog Bersama Mitra Netra dan Film Sejauh Kumelangkah

Menjadi Tunanetra Karena AVM

Taufik lahir di Makassar, 26 Agustus 1999 dengan indera penglihatan yang sempurna. Pemilik nama lengkap Ahmad Taufik Zulfikri ini, menjalani kehidupannya seperti anak sebayanya, hingga gejala AVM mulai menyerangnya di usia 15 tahun. Arteriovenous Malformation (AVM) atau Malformasi Arteri Vena merupakan kondisi kelainan pembuluh darah di mana arteri dan vena terhubung secara langsung tanpa melalui pembuluh kapiler, sehingga menyebabkan gangguan pada sistem peredaran darah tubuh. Jenis AVM yang dialami oleh Taufik ini menyerang bagian otak dan berdampak pada penurunan kemampuan penglihatannya. Tak hanya itu, Taufik juga mengalami beberapa komplikasi dari kondisi AVM yang daialaminya tersebut.

“di 2016, aku sempat setahun pakai kursi roda, karena aku nggak bisa jalan tanpa dipapah atau duduk sampil bersandar. Tapi, setelah berobat ke China, aku bisa jalan lagi, tapi penglihatan jadi menurun perlahan-lahan”, ujar Taufik menceritakan penyebab ketunanetraannya.

Usai kondisinya pulih, Taufik tetap menjalani kesehariannya dengan optimis. Semangatnya untuk belajar terus menggebu, hingga takdir mempertemukannya dengan Riqo, tunanetra pendiri komunitas Kartunet. Sebagai low vision, Taufik banyak belajar dari Riqo yang kemudian juga merekomendasikan Mitra Netra sebagai tempat untuk melanjutkan kursus komputer bicara dan berbagai keterampilan yang dapat melatih kemandiriannya sebagai tunanetra.

“karena rumah bang Riqo jauh di Pamulang, dia merekomendasikan untuk berkunjung ke Mitra Netra yang lebih dekat dengan rumahku. Tahun 2018, aku mulai kursus di Mitra Netra. Belajar komputer bicara, termasuk digital sound arrangement atau sonar. Kemudian belajar musik, braille latin dan arab, bahasa inggris. Ya pokoknya apa yang bisa dipelajari, aku pasti belajar,” ungkapnya sambil tertawa kecil.

Baca juga: Memaknai Hari Guru Nasional Bersama Abizard Giffari, Relawan Peer Teaching di Mitra Netra

Mengembangkan Diri dengan Bergabung di Berbagai Komunitas

Tak cukup dengan belajar di Mitra Netra, Taufik yang mengaku hobi mendengarkan musik serta berkomunitas, memperluas jaringan pertemanannya dengan mengikuti berbagai kegiatan. Dengan mengikuti banyak seminar dan pelatihan, Taufik tak hanya memetik ilmunya, juga menjalin tali relasi. Dia meyakini bahwa manusia sebagai maklhuk sosial tentunya tak bisa hidup tanpa berdampingan dengan orang lain. Hal tersebut yang menjadi alasan Taufik untuk terus membangun relasi dengan bergabung di berbagai komunitas.

“aku anaknya memang suka membangun relasi. Dengan begitu aku bisa ketemu banyak kenalan baru dengan berbagai macam sifat dan karakter. Aku juga yakin menjalin relasi itu memiliki banyak manfaat”, ucap Taufik mengemukakan pendapatnya.

Adapun beberapa komunitas dan organisasi yang saat ini Taufik masih aktif di dalamnya antara lain:

  1. Komunitas Inklusi Film Indonesia (IFI).

Sebelum pandemi Covid-19 merebak di Indonesia, Taufik mengikuti banyak kegiatan dalam komunitas ffilm ini. Mulai dari nonton bareng film-film Indonesia , belajar memproduksi film bersama penyandang disabilitas lain, hingga mengembangkan kemampuan aktingnya. Dari proses belajar memproduksi film, pemuda 22 tahun ini berhasil mengahsilkan 2 short movie bersama teman penyandang tunadaksa dan tuli yang menjadi rekan satu timnya.

  1. Speak Project

Dalam komunitas public speaking inilah, Taufik menemukan passion-nya sebagai Master of Ceremony (MC). Bersama beberapa tunanetra dari Mitra Netra, Taufik menjalani pelatihan yang disebut Speak Project ini selama 6 bulan. Berawal dari keinginan untuk mengalahkan rasa takut ketika berbicara di depan banyak orang, Taufik menjelma menjadi seorang pembawa acara yang terus ingin melebarkan sayapnya agar lebih dikenal sebagai MC tunanetra yang professional.

  1. Komunitas Pandu Lisane

Komunitas ini bergerak dalam isu-isu disabilitas. Peran Taufik sebagai humas dan representatif disabilitas netra, membuat dirinya terlibat dalam program seperti “Goes to Campus” atau “Goes to Office”. Bersama rekan-rekannya, Taufik mengunjungi sekolah, kampus dan perkantoran untuk melakukan sosialisasi atau advokasi tentang isu-isu disabilitas.

  1. Komunitas Kopi Tunanetra (KK Tunet)

Akhir Desember 2020, Taufik telah berhasil menyelesaikan pelatihannya sebagai barista tunanetra. pelatihan peracik kopi khusus tunanetra ini dilaksanakan di Bogor dan Jakarta. dengan menuntaskan kelas barista netra, berarti Taufik juga bisa menguasai dan mengaplikasikan ilmu meracik kopi tersebut suatu saat nanti.

  1. Disability Care Community Universitas Muhammadiyah Jakarta

Taufik yang kini menempuh studinya di Universitas Muhammadiyah Jakarta juga aktif dalam organisasi kampus. Salah satunya menjadi pengurus harian pada Disability Care Community (DCC). Taufik yang memilih jurusan ilmu komunikasi ini menjabat sebagai Ketua Bidang Pengembangan Bakat dan Sumber Daya manusia

  1. Duta Perubahan Perilaku Satgas Covid-19

Yang terakhir, di Januari 2021, Taufik didapuk menjadi duta perubahan perilaku di bawah naungan Satgas Covid-19. Bersama 12 penyandang disabilitas lainnya, Taufik mendapatkan pembekalan untuk melakukan sosialisasi pesan 3M, yaitu Menjaga jarak, memakai masker dan rajin mencuci tangan sebagai pencegahan penyebaran virus Covid-19.

Baca juga: Fina Triyas Nordiantika: Buktikan Perempuan Tunanetra Mampu Jalani Peran Sebagai Istri dan Ibu

Tantangan dan Harapan

Segudang pengalaman, baik yang menyenangkan maupun yang penuh tantangan, telah dilalui oleh Taufik saat aktif berkomunitas. Pengalaman yang menyenangkan bagi Tauffik dalam berkomunitas misalnya dapat bertemu orang –orang baru dari berbagai profesi, dapat berkegiatan bersama dengan teman-teman satu komunitas, serta memiliki jaringan pertemanan yang lebih luas. tentunya hal itu membawwa keuntungan bagi dirinya yang mulai menekuni profesi sebagai MC.

“pola relasi itu kan misalnya si A kenal si B, trus si B kenal sama si C dan seterusnya. Nah, pola relasi yang kayak gini biasanya bikin orang lain tahu dan kenal sama aku. Jadi, kadang aku bisa dapat job-job MC itu dari pola relasi ini”, ucap Taufik penuh semangat.

Di balik pengalaman yang menyenangkan tersebut, Taufik juga pernah mengalami tantangan ketika bergabung dalam suatu komunitas. Sebagai contoh, Taufik pernah mendapatkan cibiran, bahkan penolakan yang mempertanyakan kontribusi apa yang dapat diberikan pada komunitas dalam kondisinya sebagai penyandang tunanetra. namun, Taufik tak patah arang. Baginya, dengan menunjukkan kemampuan serta prestasi, berarti dia terus berusaha untuk berbaur dan diterima di lingkungan non-disabilitas.

“setiap ada di lingkungan non-disabilitas, aku selalu bersuara mewakili teman disabilitas, terutama tunanetra. tapi ini juga jadi tugas bersama untuk teman tunanetra lainnya. Kalau hanya aku yang bersuara tentang hak disabilitas tapi teman yang lain tidak berbuat apa-apa atau justru sebaliknya, orang-orang non-disabilitas akan tetap memandang kita sebagai objek saja”, tutur Taufik yang mengaku memiliki cita-cita bergabung di komunitas olahraga bowling ini.

Muda, aktif dan bersemangat. Mungkin itulah yang terlintas dalam benak kita saat melihat keseharian Taufik Zulfikri. Sebagai sosok tunanetra muda yang terus ingin mengembangkan potensi diri dan memperjuangkan hak-hak disabilitas, Taufik bisa menjadi role model untuk remaja tunanetra lainnya. karena, salah satu jalan agar masyarakat dapat menyadari keberadaan dan memahami Sahabat Tunanetra adalah dengan berkomunitas, membaur dan membangun ruang-ruang dialog demi terwujudnya lingkungan yang lebih inklusif.

*Juwita Maulida

Leave Comment