Salah satu layanan strategis Mitra Netra pada tunanetra selama ini adalah akses ke informasi, termasuk informasi yang menggunakan teknologi. Di bidang ini, Mitra Netra telah membangun sistem produksi dan distribusi buku yang dapat dibaca secara mandiri oleh para tunanetra dalam bentuk buku Braille dan buku audio digital. Buku-buku tersebut diproduksi di kantor Mitra Netra. Setiap tahun, Yayasan ini memproduksi rata-rata 300 judul buku audio digital, dan 150 judul buku Braille.
Buku audio digital didistribusikan dalam bentuk CD ke 39 perpustakaan untuk tunanetra–termasuk yang berada di kantor Mitra Netra, sedangkan buku Braille didistribusikan melalui layanan perpustakaan on line www.kebi.or.id; KEBI singkatan dari Komunitas E-Braille Indonesia, yang beranggotakan lembaga – biasanya berupa sekolah luar biasa untuk tunanetra, yang memiliki mesin cetak buku Braille atau Brille embosser.
Dalam hal akses informasi yang memanfaatkan teknologi–teknologi informasi dan komunikasi (TIK), Mitra Netra telah 20 tahun menyelenggarakan dan membangun sistem pembelajaran komputer untuk tunanetra di Indonesia. Hingga kini, layanan ini telah menjangkau 19 kota di Indonesia, meliputi Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi Utara dan Selatan, serta NTT
Menyadari bahwa layanan ini harus menjangkau seluruh penjuru tanah air, Mitra Netra terus berupaya menjalin kerja sama dengan pelbagai pihak, baik dari dalam maupun luar negeri, agar ada lebih banyak tunanetra menikmati layanan akses ke informasi, termasuk informasi yang memanfaatkan teknologi.
Pada pertengahan tahun 2012 ini, Mitra Netra memulai kerja sama dengan The Australian Government agency for International Development AUSAID, melalui program Australian Indonesia Partnership on Access to Justice AIPJ. Melalui AIPJ, Mitra Netra menyelenggarakan pelatihan komputer bagi kelompok tunanetra dewasa dan memproduksi serta mendistribusikan buku-buku audio digital yang berisikan informasi tentang peraturan perundangan yang terkait hak-hak penyandang disabilitas. Pelatihan komputer ini diselenggarakan di Jakarta – Mitra Netra, Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Palembang, Pertuni Jogjakarta, dan Himpunan Wanita Disabilitas HWDI Makasar. Dengan ketiga organisasi disabilitas ini, peran Mitra Netra adalah membantu mereka melalui program “capacity building†– peningkatan kapasitas – agar mereka dapat memulai penyelenggaraan kursus komputer untuk tunanetra di kota-kota tersebut. Program peningkatan kapasitas ini melingkupi penyelenggaraan training of trainer, penyediaan peralatan yang diperlukan serta materi pembelajaran kursus komputer untuk tunanetra, serta dana stimulan selama satu tahun.
Di samping itu, melalui kerja sama ini, Mitra Netra juga memproduksi buku audio digital sebanyak 4 judul dan digandakan menjadi 250 keping CD buku audio. Buku tersebut meliputi konvensi PBB tentang hak penyandang disabilitas yang telah diratifikasi oleh Pemerintah RI, petunjuk mengakses keadilan bagi perempuan yang mengalami kekerasan, termasuk kekerasan dalam rumah tangga, Undang-Undang Hak asasi Manusia, Undang-Undang layanan Publik yang di dalamnya juga melingkupi pemenuhan layanan publik bagi penyandang disabilitas. Buku audio digital ini akan didistribusikan ke lembaga/organisasi ketunanetraan di seluruh Indonesia.
Mendapatkan akses ke keadilan merupakan salah satu hak warga negara yang hidup di negara hukum Indonesia, termasuk warga negara yang tunanetra. Agar para tunanetra memahami bahwa mereka memiliki hak untuk mendapatkan akses ke keadilan, mereka perlu mendapatkan informasi yang cukup tentang hal itu. Mengingat saat ini kita telah ada di era teknologi informasi dan komunikasi, maka menjadi sebuah keharusan bahwa tunanetra juga dapat mengakses teknologi informasi dan komunikasi tersebut. Jika tidak, tunanetra akan tertinggal dan ditinggalkan.
Hingga kini, layanan informasi Mitra Netra baru dapat menjangkau kurang lebih 2000 tunanetra di Indonesia. Sementara, menurut kementerian kesehatan, di Indonesia sekurang-kurangnya ada tiga juta tunanetra. Betapa masih lebar jurang yang ada, memisahkan dua sisi, yaitu tunanetra yang telah memiliki akses ke pendidikan dan informasi, dan tunanetra yang belum mendapatkan akses ke informasi, termasuk informasi yang memanfaatkan teknologi.
Olehkarenanya, diperlukan partisipasi lebih banyak pihak, serta dukungan kebijakan pemerintah yang mengatur terpenuhinya hak akan informasi – termasuk informasi yang menggunakan teknologi, bagi tunanetra di Indonesia.
Melalui forum ini, Mitra Netra menyampaikan terima kasih kepada semua pihak khususnya di dalam negeri, yang telah berpartisipasi membantu tunanetra melalui Mitra Netra. Partisipasi para sahabat, sekecil apapun, sangat berguna bagi pemberdayaan tunanetra, agar mereka menjadi sumber daya yang cerdas, mandiri dan dapat berfungsi di masyarakat. * Aria Indrawati.