Accessibility Tools

Mari Kita Salurkan Dana Zakat untuk Pemberdayaan Penyandang Disabilitas.

Bulan Ramadhan 2013 telah memasuki minggu kedua. Iklan serta himbauan untuk menyalurkan dana zakat makin gencar terdengar dan terlihat di mana-mana. Di Radio, televisi, koran baik cetak maupun on line, dan sebagainya. Serangkaian informasi disampaikan, ke mana dana zakat itu disalurkan. Untuk membiayai perawatan kesehatan, untuk pembiayaan pendidikan, dan sebagainya. Kesaksian dari para penerima zakat pun ditampilkan, untuk memperkuat informasi serta dukungan.

Dari semua informasi tentang zakat yang ada, termasuk informasi dalam bentuk kesaksian dari para penerima zakat, rasanya belum pernah mendengar informasi yang menyatakan bahwa zakat disalurkan untuk pemberdayaan penyandang disabilitas. Kalaulah ada, mungkin masih sangat minim sekali.

Jika mencermati perkiraan penduduk Indonesia beragama Islam, kurang lebih 80 % dari keseluruhan jumlah penduduk. Berarti ada kurang lebih 180 juta umat Islam di Indonesia. Jika dari jumlah ini, kurang lebih 70% adalah pembayar zakat atau yang memiliki kewajiban membayar zakat, betapa besar potensi dana zakat tersebut.

Fakta juga menunjukkan bahwa, sebagian umat islam adalah penyandang disabilitas, dari berbagai jenis disabilitas dan berbagai kalangan tingkat sosial ekonomi.

Jika kita menggunakan estimasi Badan Kesehatan Dunia atau WHO, bahwa di negara sedang berkembang seperti Indonesia jumlah penyandang disabilitas sekurang-kurangnya adalah 10% dari jumlah penduduk. Berarti, jika diperkirakan ada 180 juta umat Islam di Indonesia, maka, berarti kira-kira ada 18 juta di antaranya adalah umat Islam penyandang disabilitas.

Faktanya, hingga kini akses ke pendidikan berkualitas bagi penyandang disabilitas di Indonesia masih sangat terbatas. Sebagai dampaknya, kualitas sebagian besar sumber daya manusia penyandang disabilitas rendah. Dengan kualitas yang rendah, maka, akses mereka ke kegiatan ekonomi di arus utama pun juga sangat terbatas.

Sebagai akibat dari itu semua, sebagian besar penyandang disabilitas di Indonesia berada di tingkat sosial ekonomi bawah.

Menurut Mitra Netra, kondisi ini kritis dan sangat memprihatinkan. Diperlukan partisipasi banyak pihak, untuk secara bersama-sama memberdayakan penyandang disabilitas di indonesia.

Menyadari betapa besarnya potensi dana zakat dari umat muslim di Indonesia, Mitra Netra menghimbau, kiranya dana zakat yang dikumpulkan oleh lembaga pengumpul zakat, sebagian juga disalurkan untuk kegiatan pemberdayaan penyandang disabilitas.

Bagaimana mekanismenya?

Pemberdayaan penyandang disabilitas pada umumnya dilakukan oleh lembaga-lembaga swasta. Lembaga swasta inilah yang membutuhkan dukungan dana, dan dana zakat dapat disalurkan ke sana untuk membuat lembaga-lembaga pemberdaya penyandang disabilitas yang dikelola masyarakat lebih berkelanjutan.

Mengapa demikian?

Karena pada umumnya, lembaga pemberdaya penyandang disabilitas yang dikelola masyarakat menyediakan layanan secara Cuma-Cuma. Kalaulah mereka memungut biaya, biasanya sangat kecil, jauh dari besarnya biaya operasional yang mereka butuhkan.

Dana zakat yang disalurkan dapat berupa biaya layanan untuk setiap individu. Hanya saja, biaya layanan tersebut sebaiknya langsung disalurkan ke lembaga penyedia layanan bagi penyandang disabilitas.

Lembaga yang melayani penyandang disabilitas yang dikelola oleh pemerintah, biasanya berupa panti rehabilitasi — yang berada di bawah Kementerian Sosial atau Dinas Sosial, dan berbentuk sekolah luar biasa atau SLB — yang berada di bawah Kementerian pendidikan atau dinas pendidikan.

Untuk lembaga yang dikelola pemerintah, mereka telah mendapatkan dana dari anggaran negara, baik anggaran nasional maupun anggaran daerah. Sayangnya, lembaga pemberdaya penyandang disabilitas yang dikelola pemerintah, meski berlimpah dana, namun, program yang dilakukan cenderung bersifat konvensional, dan kurang inovatif. Akibatnya, keluaran yang dihasilkan tidak bisa menjawab tantangan jaman atau permintaan pasar kerja. Misalnya, jika mereka tunanetra, di panti rehabilitasi atau SLB, mereka hanya diajarkan ketrampilan “memijat”. Sudah barang tentu, keluaran panti rehabilitasi vokasional semacam ini tak akan bisa menempatkan tunanetra bekerja di perusahaan.

Pemberdayaan penyandang disabilitas yang bersifat lebih kreatif dan inovatif pada umumnya dilakukan oleh sektor swasta. Sayangnya, lembaga-lembaga swasta ini sulit mengakses anggaran negara, baik anggaran nasional maupun anggaran daerah.

Sebagai contoh adalah Yayasan Mitra Netra. Sejak awal pendiriannya di tahun 1991, Mitra Netra terus menerus dan konsisten, membangun kreativitas dan inovasi dalam pemberdayaan tunanetra, baik di bidang pendidikan dan ketenagakerjaan. Keluarannya adalah tunanetra dengan kualitas pendidikan lebih baik — mereka menyelesaikan pendidikan tinggi, mendapat akses ke sumber informasi, termasuk informasi yang memanfaatkan teknologi komunikasi.

Hasilnya, meski masih dalam jumlah terbatas, tunanetra dapat masuk ke arus utama di bidang pekerjaan. Sebagai contoh, Mitra Netra telah menempatkan tunanetra bekerja di hotel, bank, call center, penyedia jasa pelatihan sebagai pengajar bahasa Inggris, dan sebagainya. Di samping itu, tunanetra yang pernah diberdayakan di Mitra Netra, lebih berani mencoba hal-hal baru, termasuk mendirikan dan mengelola lembaga sendiri, baik yang berorientasi keuntungan maupun nir laba.

Meski Mitra Netra melayani tunanetra, bahkan untuk beberapa program layanan yang dilakukan bersifat nasional — yaitu untuk program produksi dan distribusi buku serta akses teknologi informasi dan komunikasi, lembaga ini tak dapat mengakses anggaran negara. Di bidang pendidikan misalnya, Kementerian pendidikan hanya memberikan subsidi kepada sekolah. Mitra Netra melayani siswa tunanetra, namun lembaga ini bukan sekolah.

Masih ada banyak lagi lembaga seperti Mitra Netra yang melayani kelompok disabilitas lain; tunarungu, tunadaksa, tunagrahita — yang mengalami gangguan kecerdasan, autistik, dan sebagainya. Mereka sangat kreatif, inovatif dan memberi solusi mengatasi persoalan mendasar yang dihadapi kelompok sasaran mereka. Namun, mereka menghadapi persoalan dengan keberlanjutan layanan yang mereka selenggarakan.

Di sinilah dana zakat dapat berperan. Zakat yang dihimpun dari umat Islam di seluruh tanah air, sebagian Disalurkan ke lembaga-lembaga yang memberdayakan penyandang disabilitas yang dikelola masyarakat, agar apa yang mereka lakukan untuk para penyandang disabilitas dapat terus berkelanjutan.

Penyandang disabilitas ada di tengah masyarakat, mereka adalah bagian dari kita semua, umat manusia, bangsa Indonesia. Mereka membutuhkan pertolongan. Dan salah satu fungsi zakat adalah membantu mereka yang membutuhkan pertolongan. *Aria Indrawati

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top