Accessibility Tools

cheta nilawaty

Cheta Nilawaty: Tetap Jalani Profesi Sebagai Jurnalis Tunanetra Berkat Program “Return to Work”

“aku yakin, kalau waktu itu nggak ke Mitra Netra, mungkin aku nggak bisa percaya diri untuk bekerja seperti sekarang”. Begitulah ungkapan syukur Cheta saat dihubungi lewat pesan suara Whats App.

Memang pantas jika perempuan bernama lengkap Cheta Nilawaty Prasetyaningrum ini berkata demikian. Perempuan yang bekerja sebagai jurnalis di Tempo Media sejak belasan tahun lalu ini pernah berada dalam kondisi emosi yang labil karena mengalami penurunnan penglihatan progresif. Di tahun 2016, Cheta didiagnosis mengalami ablasio retina karena retinopati deabetik, atau terlepasnya retina mata karena penyumbatan pembluluh darah ke retina yang disebabkan karena tingginya kadar gula darah. Padahal Cheta yang merupakan anak tunggal sekaligus tulang punggung keluarga, masih harus bekerja dan menafkahi sang ibunda.

Keadaan semakin membuat Cheta sedih karena beberapa tindakan operasi retina yang dijalaninya tidak kunjung menunjukkan hasil yang lebih baik. Justru sebaliknya, kemampuan penglihatannya malah menurun drastis. Pikiran untuk keluar dari tempat kerjanya pun sempat terlintas dalam benak perempuan kelahiran 22 Agustus ini. Sebagai jurnalis, tentunya kemampuan visual sangat diperlukan. Jika dirinya tidak lagi bisa melihat, pasti dia tidak akan berfungsi sebagai jurnalis yang baik, begitu pikirnya.

Namun, seorang rekan kerja justru menyarankan Cheta untuk mengunjungi Yayasan Mitra Netra, sebuah lembaga rehabilitasi bagi penyandang tunanetra. Hal tersebut bukannya tanpa alasan. rekan kerjanya itu mengatakan bahwa di Mitra Netra, penyandang tunanetra diajarkan menggunakan komputer bicara sehingga dapat membaca dan mengetik dengan bantuan suara. Mendengar hal itu, Cheta pun kembali optimis dan menemukan harapannya. “masalahnya kebanyakan kantor atau perusahaan itu kalau punya karyawan yang sakit terus fungsi tubuhnya tidak dapat digunakan, biasanya mereka memilih melakukan layoff dengan pesangon atau uang tunjangan yang cukup tinggi. Tapi Tempo nggak begitu, justru mereka mendukung dan mengarahkan aku ke Mitra Netra”, ujar Cheta melanjutkan ceritanya.

Baca juga: Ini Dia! 4 Profesi Digital Yang “Ramah” Bagi Tunanetra

Selang 4 bulan setelah mendapatkan diagnosa retina ablasio, Cheta kemudian mendatangi Yayasan Mitra Netra. Di sana Cheta dikenalkan pertama kali dengan tongkat putih sebagai salah satu alat bantu tunanetra yang wajib dimilikinya. Dari Adi Ariyanto, konselor Mitra Netra, Cheta mengetahui bahwa dengan tongkat putih tersebut tunanetra bisa bermobilitas secara mandiri dan lebih aman. Setelah itu, Cheta diperkenalkan dengan berbagai layanan Mitra Netra lainnya, seperti kursus komputer biccara, perpustakaan khusus tunanetra , dan program rehabilitasi untuk mengurangi dampak fisik dan psikologis karena mengalami ketunanetrran. Berbekal informasi tersebut, Cheta memutuskan untuk mengikuti berbagai layanan di Mitra Netra yang sesuai untuk mendukung pekerjaannya.

“Jika ada seorang karyawan yang karena sesuatu hal kemudian menjadi penyandang disabilitas, lembaga atau perusahaan tempat ia bekerja wajib menghubungi lembaga penyedia layanan rehabilitasi untuk penyandang disabilitas, tutur Aria Indrawati, Kabag Humas dan Ketenagakerjaan Yayasan Mitra Netra. “Perusahaan tersebut dapat merujukkan karyawan yang menjadi penyandang disabilitas untuk mendapatkan layanan yang diperlukan, agar kemudian karyawan tersebut dapat kembali bekerja di lembaga atau perusahaan yang sama. Program ini disebut Return to Work” jelasnya.

Aria menyebutkan, bahwa Mitra Netra telah menjalankan program Return to Work dan membantu banyak tunanetra dalam menyesuaikan diri untuk kembali ke tempat mereka bekerja. Selain itu, Ia juga berharap bahwa biaya program Return to Work  dapat ditanggung dari Jaminan Sosial  Ketenagakerjaan yang dipungut dari para karyawan.

Baca juga: Return To Work, (Program Kembali Bekerja)

Dengan demikian, Cheta merupakan salah satu contoh nyata tunanetra yang menikmati program Return to Work tersebut. Selain menjalani konseling untuk menerima kondisi ketunanetraannya, Cheta juga mengikuti kursus komputer bicara dan orientasi mobilitas di Mitra Netra. Kedua keterampilan tersebut diperlukan Cheta untuk menulis berita dan bermobilitas saat liputan. Cheta bersyukur bahwwa Tempo sangat mendukung Cheta menjalani program rehabilitasinya di Mitra Netra. Bahkan menawarkan untuk mengganti seluruh biayanya.

Bentuk dukungan lain yang diberikan oleh Tempo kepada Cheta adalah akomodasi yang layak ketika dirinya kembali bekerja, yakni berupa ppenggantian biaya pendamping yang dibutuhkan oleh Cheta saat liputan atau melakukan wawancara narasumber. “Tempo sangat mengerti ritme pekerjaan yang aku lakukan, jadi mereka memahami bahwwa aku butuh pendaming saat liputan di lapangan atau mengenali narasumber yang akan diwwawancarai. Dengan mengganti biaya yang harus aku keluarkan untuk pendamping tersebut, itu merupakan akomodasi yang wwajar agar aku bisa bekerja seperti dulu” , sambung Cheta.

Baca juga: Pemenuhan Akomodasi Yang Layak Bidang Pendidikan Untuk Penyandang Disabilitas, Refleksi Hardiknas 2018 (2)

Cheta juga memperoleh penyesuaian lain dari Tempo, yakni kesempatan menulis berita pada kanal Citizen Indonesiana sebagai proses penyesuaian diri , sebelum akhirnya Tempo membuat kanal khusus untuk memuat isu penyandang disabilitas. Kanal tersebut dikenal dengan difabel.tempo.co, yang menghadirkan Bambang Basuki, Ketua Pengurus Yayasan Mitra Netra untuk menjadi narasumber pada saat peluncurannya.

Menurut Cheta, peran dan dukungan perusahaan, lembaga atau tempat asal bekerja karyawan yang mengalami ketunanetraan seperti dirinya sangat penting.  Salah satu bentuk dukungan tersebut berupa rujukan kepada karyawan untuk menghubungi lembaga rehabilitasi, seperti Mitra Netra. Dengan demikian, jika perusahaan atau lembaga tersebut tidak mengetahui apa yang harus dilakukan kepada karyawannya yang menjadi tunanetra, maka lembaga rehabilitasi dapat menjadi tempat untuk bertanya dan berkonsultasi dalam menemukan solusi yang terbaik.

“Dengan menghubungi lembaga rehabilitasi seperti Mitra Netra, tentunya banyak karyawan yang menjadi tunanetra dapat mengembalikan fungsinya dan kembali bekerja”, pungkas Cheta.

*Juwita Maulida

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top