Apa yang terjadi saat seseorang di usia sekolah tiba-tiba mengalami ketunanetraan? Seringkali mereka akan terpaksa putus sekolah atau berhenti kuliah. Kemungkinan tersebut semakin besar terjadi, apabila dari pihak keluarga maupun lembaga pendidikan minim informasi tentang bagaimana mempersiapkan tunanetra agar tetap mampu mengikuti kegiatan pembelajaran dengan berbagai penyesuaian. Hal inilah yang juga terjadi pada Putri Rokhmayati, seorang mahasiswwi teknik kimia Universitas Indonesia. Di tahun 2016, Dokter menyatakan bahwa Putri mengalami gangguan penglihatan yang disebabkan oleh virus TBC yang menyebar ke otak. Dalam kondisi mata low vision, Putri merasa sedih dan kebingungan memikirkan bagaimana dia dapat melanjutkan kuliahnya yang saat itu menginjak semester keenam.
Berbagai upaya telah dilakukan Putri agar dapat kembali melanjutkan studinya. Mulai dari mengikuti terapi untuk kesembuhannya, berkomunikasi intensif pada dosen dan universitas, hingga menjajaki kemungkinan berpindah jurusan yang bisa ia jalani. Akan tetapi, segala upaya tersebut nihil. Bahkan Putri terdampar pada situasi yang serba tidak pasti.
“aku sudah konsultasi dengan kampus, berharap bisa lanjut kuliah. Tapi menurut pembimbing akademisku waktu itu, aku bisa kuliah kalau aku udah bisa baca. Sementara kondisi mataku masih sama aja”, tuturnya melalui pesan suara Whats App.
Baca juga: Adinda Luna Maharani, Pupuk Kembali Kepercayaan Diri Di Kelompok Teater VIP Mitra Netra
Ketika harapannya untuk bisa melanjutkan kuliah mulai pupus, Putri mendapatkan sebuah informasi bahwa tunanetra dapat bekerja dengan bantuan teknologi pendukung yang disebut komputer bicara. Dengan niat ingin bekerja , Putri mencari tempat untuk mempelajari komputer bicara tersebut dan sampailah dia di Yayasan Mitra Netra di awal tahun 2019. Putri yang saat itu telah memutuskan untuk mengundurkan diri dari universitas, merasa kekecewaannya sedikit terobati dengan bisa belajar komputer bicara di Mitra Netra. Tidak hanya sampai di situ, Putri justru menemukan kembali keinginannya untuk melanjutkan studinya setelah bertemu dengan teman-teman tunanetra yang lain.
“tadinya ke Mitra Netra ya Cuma pengen belajar komputer terus kerja. Tapi aku ketemu teman-teman tunanetra yang ternyata masih tetap kuliah meski udah telat usianya. Aku jadi pengen lanjut kuliah lagi”, ungkap bungsu dari 3 bersaudara ini.
Meski tekadnya telah bulat untuk kembali berkuliah, Putri ternyata memiliki rasa bimbang saat harus menentukan pilihan jurusan kuliah. Lazimnya, banyak tunanetra memilih program studi di bidang ilmu sosial atau bahasa, sedangkan Putri merasa dirinya kurang menyukai bidang-bidang tersebut. Minat gadis kelahiranWonosobo ini adalah pada ilmu exacta.
“aku kan anaknya exact banget, nggak suka belajar sosial, bahasa atau ekonomi gitu. Malah sempat kepikiran ambil pendidikan atau PLB (Pendidikan Luar Biasa) aja, soalnya punya cita-cita jadi guru pas masih kecil”, ucapnya sambil tertawa.
Baca juga: Wajib Tahu, Ini 5 Fakta Bagaimana Sahabat Tunanetra Bisa Kuliah!
Sementara masih menimbang dan memilih jurusan kuliah, Putri tetap menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan di Mitra Netra. Selain mempelajari keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh tunanetra seperti baca tulis braille dan orientasi mobilitas, Gadis kelahiran Desember 1994 ini juga tekun belajar komputer bicara tingkat dasar hingga kelas programming. Di kelas programming itulah, Putri bertemu dengan Sugiyo, salah satu instruktur komputer bicara Mitra Netra. Pak Giyo, demikian Putri memanggilnya, yang merupakan mahasiswa tunanetra di Universitas Pamulang, memberikan saran kepada Putri untuk mencoba mendaftarkan diri ke jurusan teknik informatika yang saat ini sedang dijalaninya.
Berbekal ilmu programming yang telah dipelajarinya dari Mitra Netra, Putri memantapkan hatinya untuk mendaftarkan diri di jurusan teknik informatika di Universitas Pamulang. Walau pada awalnya Putri harus banyak melakukan penyesuaian, kini dia menyukai dan menikmati belajar bahasa pemrograman. Kecintaannya pada bahasa coding ini juga telah mengantarkan Putri Bersama rekan satu timnya yang sesama tunanetra meraih juara pertama kategori edukasi pada perlombaan Dilo Hackathon Festival 2020 yang diselenggarakan oleh Digital Innovation Lounge (DILo) dari Telkom Indonesia, 18 September 2020 lalu.
Baca juga: Cheta Nilawaty: Tetap Jalani Profesi Sebagai Jurnalis Tunanetra Berkat Program “Return To Work”
Kini Putri tak lagi terdampar pada situasi yang serba tidak pasti dan membingungkan. Gadis yang telah menjadi tunanetra total ini telah menemukan motivasi, harapan dan impiannya untuk melanjutkan pendidikannya. Awal September 2020 lalu, Putri mulai menjalani semester perdana di Universitas Pamulang sebagai mahasiswi tunanetra pertama pada jurusan teknik informatika. Yup, benar! Mahasiswi tunanetra pertama, karena di tahun-tahun sebelumnya mahasiswa tunanetra yang mendaftar pada jurusan teknik informatika Universitas Pamulang seluruhnya adalah laki-laki. Tentunya ini hal yang sangat membanggakan. Semoga di masa yang akan datang, Putri akan membuat prestasi yang lebih membanggakan dan bermanfaat bagi dunia, khususnya bagi penyandang tunanetra.
“aku berharap suatu hari bisa jadi orang yang berguna dan ilmunya bisa bermanfaat bagi kehidupan teman-teman tunanetra”, pungkasnya.
*Juwita Maulida