“aku memutuskan untuk belajar di Mitra netra itu karna ketika aku jadi tunanetra, Mitra Netra adalah jalan untuk meraih pendidikan dan pekerjaan yang lebih baik lagi”
Demikian alasan Nana ketika pertama kali memutuskan untuk berkunjung ke Mitra Netra bersama keluarga. Nana ialah salah satu klien tunanetra yang bergabung sejak 2018 di Yayasan Mitra Netra di usia yang terbilang cukup belia. Pada saat itu Nana baru saja mengalami kehilangan penglihatan yang menyebabkan dia berhenti bersekolah. Kedatangannya ke Mitra Netra merupakan salah satu upaya Nana dan keluarga untuk mencari informasi terkait tunanetra. Usaha tersebut pada akhirnya berbuah manis. Bahkan, kini Nana telah menjadi salah satu tunanetra yang aktif dan mandiri. Seperti apa cerita Nana menemukan semangat dan harapan untuk kembali meraih cita-cita? Yuk simak artikelnya hingga akhir!
Baca juga: Iringi dengan Kasih Sayang, Ini 3 Cara memandirikan Anak Tunanetra
Didiagnosa Mengalami Glaukoma Sejak Lahir
Sejak lahir, pemilik nama asli Anastasia Ekachandra ini telah didiagnosa oleh dokter mengalami kelainan pada indra penglihatannya. Tanda tersebut terlihat dari bola mata Nana yang nampak berwarna hitam keruh, bukan hitam jernih seperti pada umumnya. Lantaran diagnosa itu, orang tua segera memeriksakan kondisi penglihatan Nana di salah satu rumah sakit di Jakarta. Namun, karena tidak adanya fasilitas penanganan bagi bayi, maka Nana dirujuk untuk mendapatkan perawatan di Singapura.
Di negeri singa itulah putri bungsu dari pasangan Chanderito dan Lusia ini divonis mengalami glaukoma. Selama kurang lebih satu tahun, Nana yang masih bayi harus berkali-kali menjalani operasi demi mengurangi risiko kebutaan akibat glaukoma. Namun sayangnya, upaya itu tak membuahkan hasil yang diharapkan.
“nah, setelah setahun itu mama dan papa memutuskan untuk nggak operasi lagi di singapore karena kalau dilihat ya kayak gitu aja, nggak ada perubahan yang signifikan atau gimana. Itu hanya mempertahankan supaya tekanan bola matanya tetep stabil aja. Apalagi kan kalau operasi banyak pakai obat bius dan kimia, mama dan papa khawatir nanti ada dampak ke organ-organ yang lain, bukan Cuma di mata karna aku masih bayi juga”, tutur Nana.
Di Indonesia, orang tua Nana tetap berusaha mencari pengobatan, baik yang medis maupun yang alternatif. Namun, penglihatan Nana tetap mengalami penurunan sehinga mama dan papanya pun kembali mendatangi rumah sakit yang dulu merujuk Nana berobat di Singapura. Pada saat itu usia Nana telah menginjak delapan tahun dan perawatan mata untuk anak-anak telah tersedia di rumah sakit tersebut. Lagi-lagi Nana diharuskan menjalani operasi. Namun, entah karena memang telah mengalami penurunan penglihatan yang progresif atau lantaran hasil operasi yang kurang sempurna, Nana justru menjadi tunanetra total tepat di usia 13 tahun.
“saat itu rasanya down. Cuma bisa diam tiduran sambil memikirkan nasib nggak bisa lihat sama sekali. Waktu itu mama dan papa juga sedih lihat kondisi fisikku. Apalagi aku nggak bisa makan juga saking sedinya. Tapi mereka tetap menguatkan aku untuk menjalani ini semua”.
Selang beberapa waktu, Nana pun akhirnya bisa lepas dari rasa sedih yang mendera. Ia mulai memikirkan untuk mencari informasi terkait tunanetra. Apalagi saat itu dirinya juga sudah berhenti sekolah karena tak tahu bagaimana bisa melanjutkan pendidikan dengan kondisinya yang tak mampu melihat lagi. Di sisi lain, sang mama juga berupaya mencari informasi melalui kerabat dan sahabat. Usaha yang dilakukan akhirnya mempertemukan Nana dan keluarga pada salah seorang tunanetra yang menyarankan dirinya untuk berkunjung ke sebuah lembaga pendampingan bagi tunanetra, yakni yayasan Mitra Netra.
Baca juga: Berani Bermimpi Menjadi Programmer Berkat Pelatihan Programming Mitra Netra
Mengenal Mitra Netra dan Mengikuti Berbagai Layanannya
Usai mendapat informasi tentang Yayasan Mitra Netra, Nana pun datang bersama sang Mama ke lokasi yang dimaksud. Tak henti-hentinya Nana dan mamanya dibuat terkesan. Mulai dari melihat secara langsung tunanetra bermain bola di halaman Mitra Netra, cerita-cerita sukses tunanetra yang meraih pendidikan tinggi dan mendapat pekerjaan, hingga bagaimana tunanetra dapat hidup mandiri atau menggunakan teknologi seperti komputer bicara. Tanpa pikir panjang lagi Nana dan keluarga memutuskan untuk berkunjung kembali ke Mitra Netra dan mengikuti berbagai layanan untuk tunanetra.
Sejak bergabung pada November 2018, nana telah mengikuti banyak layanan kursus di Mitra Netra. Sebut saja, pelatihan orientasi mobilitas, baca tulis Braille, kursus alat musik keyboard dan gitar, belajar bahasa Inggris, kursus komputer bicara meliputi microsoft office, internet, aransemen musik, dan programming yang masih dijalani Nana hingga kini. Ia juga memanfaatkan layanan tutorial atau pendampingan belajar yang tersedia bagi tunanetra usia sekolah. Layanan tersebut yang juga berhasil mengantarkan nana menyelesaikan pendidikan kesetaraan paket C-nya pada Mei 2024.
Dari sekian banyak layanan yang diikuti oleh Nana, ada kursus yang paling diminati olehnya. “kalau kursus yang aku paling tertarik itu memang kursus komputer bicara, sih. Pokoknya yang berhubungan dengan teknologi. Alasannya karena aku lebih suka menghabiskan waktu di rumah dengan mengutak-atik software atau aplikasi. Selain itu, aku juga senang tukar pikiran dengan kakak laki-lakiku yang bekerja di bidang IT. Jadi, memang lingkungan keluarga juga dekat dengan teknologi. Apalagi memang tunanetra kan bisa lebih mandiri karena dukungan teknologi”, ungkap Nana bersemangat.
Meski cukup menyukai hal-hal yang berbau teknologi, Nana tak serta merta ingin mengambil program studi yang berkaitan dengan teknologi ketika akan melanjutkan pendidikan di bangku kuliah. Ia mantap mengambil jurusan ilmu komunikasi untuk pendidikan tingginya nanti. Nana mengaku ingin mempelajari banyak hal sehingga dapat mengembangkan kegemarannya dalam bermain musik, hobinya dalam mengeksplorasi teknologi, sembari menuntut ilmu di bidang komunikasi.
Baca juga: Arti Sahabat bagi Perjalanan Cerita Stella Putri Menjadi Tunanetra
Lebih Percaya Diri dan Mampu Bermobilitas Secara Mandiri
Enam tahun berselang sejak pertama kali menginjakkan kaki di Yayasan Mitra netra, Nana telah merasakan berbagai manfaat yang meningkatkan perkembangan hard skill maupun soft skill-nya. Pada awalnya, ia dulu dikenal sebagai remaja tunanetra yang pemalu dan pendiam, tapi sekarang Nana telah bertransformasi menjadi gadis yang cukup aktif di beberapa komunitas tunanetra. Perempuan kelahiran Jakarta tahun 2005 ini mengakui bahwa ia banyak mendapatkan pengalaman berharga yang membentuk kepercayaan diri dan kemandiriannya berkat Yayasan Mitra Netra.
“Mitra netra memberikan kesempatan sama aku untuk lebih percaya diri dan mandiri. Dulu kan aku malu banget kalau harus ngomong atau membuka percakapan. Aku pernah dikasih kesempatan untuk jadi MC, nah karna itu aku bisa lebih percaya diri. Menurutku orang yang percaya diri itu kan kayak bisa melakukan sesuatu yang bisa dibanggakan. Kayak misalnya ada tunanetra yang jago komputer atau jago musik. Nah, semenjak aku belajar di mitra netra tuh aku juga merasa punya sesuatu yang bisa dilakukan dan dibanggakan”.
Kepercayaan dirinya itu pula yang membuat Nana mampu meyakinkan orang tuanya agar dia bisa lebih mandiri. Sang mama sering kali khawatir melepas Nana pergi menggunakan transportasi umum tanpa pendamping. Namun, dengan kemampuan komunikasi yang baik, orang tuanya berhasil diyakinkan untuk memberikan kesempatan dan kepercayaan agar nana bisa bermobilitas secara mandiri ke tempat-tempat di mana ia harus beraktivitas. Saat ini ia mengajar penggunaan teknologi komputer bicara dan ponsel pintar yang dilengkapi pembaca layar di sebuah lembaga untuk para tunanetra. Nana juga aktif sebagai content creator dan mengajar piano. Ia juga pernah aktif dalam komunitas radio streaming yang dijalankan oleh tunanetra.
Jika bicara tentang harapan dan cita-cita, Nana memiliki impian yang besar dan mulia. Perempuan yang mengaku sangat menyukai anak-anak ini suatu hari nanti ingin membangun sebuah tempat kursus belajar piano untuk semua kalangan, termasuk untuk tunanetra. Selain itu, ia juga ingin memiliki sebuah lembaga yang menyediakan pembelajaran dan pengembangan diri bagi anak-anak yang terlantar dan membutuhkan pendidikan.
“aku ingin membuat tempat kursus belajar piano untuk semua kalangan. Bahkan jika teman-teman disabilitas juga ingin belajar piano. Selain itu, aku juga ingin punya lembaga pendidikan atau pelatihan, seperti Mitra Netra tapi lebih untuk anak-anak karena aku suka banget sama anak-anak kecil”, pungkas Nana.
*Juwita Maulida