Anak-anak SD PSKD Mandiri Berbagi Kasih

“Saya berharap anak-anak tunanetra dapat membaca buku dan belajar dengan baik”. Begitulah harapaan salah satu anak yang diucapkan dalam bahasa Inggris ketika menyerahkan celengannya kepada mitranetra.

Anak-anak adalah pelangi yang selalu menebarkan harapan. Anak-anak adalah matahari yang selalu berbagi dengan tulus. Desetiap wajah, tingkah-laku anak-anak selalu ada ruang penuh dengan cinta. siapa pun yang menaruh bibit pada mereka sudah dipastikan akan bertumbuh dan bermekaran. Anak-anak seperti SD PSKD ini, mereka datang, bermain, belajar bersama dengan tunanetra dengan penuh antusiasme. Tak ada penghalang, tak ada perasaan berbeda.

3 bulan lalu, sekumpulan anak-anak kelas 1 SD dibilangan menteng Jakarta itu, diperkenalkan dan belajar menulis huruf braill (huruf timbul yang dipergunakan tunanetra untuk membaca). Didampingi oleh guru, anak-anak mengenal kehidupan sehari-hari tunanetra. Bagaimana tunanetra membaca buku, bagaimana tunanetra berjalan dan bertegur sapa dengan orang lain, cara menggunakan tongkat di perjalanan, mengoperasikan computer untuk berselancar di internet, dan lain-lain.

Dengan kepolosan dan rasa ingin tahu yang tinggi, anak-anak mencoba menutup mata mereka untuk merasakan bagaimana tunanetra berjalan dan menempuh hidupnya. Dengan bimbingan kakak-kakak di Mitranetra, mereka dengan gembira menuliskan nama-nama mereka. Bukan dengan pencil dan pena bertinta, melainkan dengan sebuah peralatan yang disebut reglet dan stilus. Alat itu biasa dipergunakan siswa tunanetra untuk menulis huruf Braille.

Pengalaman yang langka dan menyenangkan bagi mereka. Dalam kesempatan itu pun anak-anak dikejutkan dengan kecanggihan dan kemampuan tunanetra mengoperasikan computer. Hal itu tentu membuat mereka bersemangat dan mendorong motivasi mereka.

Sepulang dari Mitranetra, mereka dibekali masing-masing sebuah celengan dari plastic. Tujuannya adalah untuk melatih dan mendidik kepedulian mereka semenjak dari kecil. Mereka akan menabung sebagian uang jajan mereka untuk program mencetak buku Braille. Selama 3 bulan mereka setiap hari menabung kedalam wadah itu sebagai ungkapan kasih mereka.

Pada hari selasa 27 September 2011 kemarin, sebagian dari anak-anak itu datang dengan membawa celengan yang telah berisi uang. Dua ibu guru, Ibu Imelda Simbolon, ibu rika dan enam anak-anak yaitu Mayggen, Renee, Linlin, Raniawanandi, Aga Arasi, dan Guardiola sibuk membuka dan menghitung hasil celengan mereka sekelas.

Wow, lebih dari satu juta delapan ratus ribu. Fantastik! Rasa haru, gembira dan menggelora kami dibuatnya. Uang yang sangat besar bagi kami. Nilanya lebih dari sebuah harapan, harapan bahwa di Indonesia dimasa depan akan bermunculan pemimpin-peminpin bangsa yang peduli pada penyandang disabilitas. Ada cahaya dalam kegelapan bila kami bersyukur.

Sungguh kami gembira, bukan hanya karena masih banyak orang yang peduli, tetapi jauh dari itu, kehadiran Mitranetra ditengah-tengah masyarakat dapat menumbuhkan empati dan dapat memberi inspirasi bagi anak-anak untuk sedini mungkin berbagi dan peduli. Nilai pendidikan menuju masyarakat inklusif ““ masyarakat yang menghargai dan mengakomodir perbedaan ““ serta masyarakat yang berperadaban. Anak-anak itu menginginkan semua orang berbahagia dan dapat melakukan apasaja yang mereka inginkan tanpa harus terhalang dengan kekurangannya. Dengarkan apa kata merka ketika menyerahkan uang yang mereka tabung tiap hari kepada Kak adi arianto ““ seorang tunanetra.

“Saya berharap Mitranetra menjadi baik dan hebat”.

“Saya berharap Mitranetra punya sebuah sepeda, sehingga kita bisa bermain sepeda di sini”.

“Saya harap di sini ada Stadion sepak bola.”

“Saya berharap Teman-teman memiliki kesempatan yang sangat baik di Mitra Netra”.

Harapan mereka adalah harapan surga. Kami harus mewujudkannya. Kami harus konsisten menyediakan buku untuk tunanetra Indonesia. Hampir 500 judul buku kami produksi tiap tahunnya. 15 ribu keeping cd yang berisi buku audio kami distribusikan ke 38 kota diseluruh Indonesia. Perjuangan masih panjang, setitik cahaya ditengah kegelapan tentu sangat berarti, Berarti bagi kami dan peradaban Indonesia. *Irwan Dwikustanto

Leave Comment