tangan sedang meraba huruf Braille

Sejak 2019, PBB telah menetapkan 4 Januari sebagai Hari Braille Sedunia dan diperingati setiap tahunnya. Pemilihan tanggal tersebut merupakan bentuk penghormatan bagi Louis Braille, pencipta sistem penulisan untuk tunanetra yang lahir pada 4 Januari 1809. Peringatan World Braille Day bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya huruf Braille dalam meningkatkan aksesibilitas literasi dan mendukung inklusivitas, khususnya bagi penyandang tunanetra. Namun, tahukah kamu? Ternyata masih banyak mitos tentang titik-titik timbul ini di tengah masyarakat, lho! Yuk, intip fakta yang sesungguhnya di sini!

Baca juga: Ubah Perspektif, Ini 5 Pandangan yang Masih Keliru tentang Tunanetra

 

Braille adalah huruf latin /abjad yang dibuat timbul

Mitos pertama yang sering ditemui di masyarakat adalah anggapan bahwa Braille merupakan huruf Latin atau abjad yang dibuat timbul. Faktanya, Braille merupakan sistem penulisan yang unik, menggunakan enam titik timbul yang disusun dalam berbagai kombinasi untuk membentuk huruf, simbol, dan tanda baca. Sistem ini tidak hanya terbatas pada huruf Latin, tetapi juga dapat menggambarkan huruf dalam berbagai bahasa dan notasi lainnya.

Anggapan keliru tersebut masih kerap terjadi lantaran masyarakat seringkali didominasi oleh budaya visual, di mana informasi dan komunikasi lebih banyak disampaikan melalui gambar atau tulisan. Konsep Braille sebagai sistem taktil mungkin kurang disadari karena bukan merupakan bagian utama dari kehidupan sebagian besar masyarakat.

Baca juga: Laptop Braille atau Komputer Bicara? Begini Faktanya!

 

Braille adalah bahasa yang hanya dikuasai tunanetra

Persepsi keliru berikutnya adalah Braille merupakan sebuah bahasa dan hanya dapat dikuasai oleh mereka yang tunanetra. Sebaliknya, Braille sebenarnya adalah suatu sistem penulisan yang dapat digunakan untuk menuliskan hampir semua bahasa, notasi musik, bahkan simbol matematika. Kemampuan membaca Braille bukan hanya milik tunanetra, tetapi juga dapat dikuasai oleh orang nontunanetra. Ini membuka peluang bagi semua individu, tanpa memandang kondisi penglihatan mereka, untuk memanfaatkan dan memahami informasi melalui sistem penulisan Braille.

Kesalahpahaman tentang Braille sebagai bahasa yang hanya dikuasai oleh tunanetra  mungkin disebabkan oleh keterbatasan pemahaman tentang fungsi dan kegunaan Braille itu sendiri. Orang yang tidak familiar dengan sistem penulisan ini kemungkinan memiliki persepsi bahwa Braille hanya digunakan oleh mereka yang tunanetra tanpa menyadari bahwa Braille juga memiliki kegunaan untuk menyampaikan informasi kepada orang nontunanetra. Sebagai contoh, seorang guru dapat belajar membaca dan menulis Braille sehingga jika memiliki murid tunanetra yang mengerjakan tugas dengan Braille, guru bisa langsung  memeriksa tugas tersebut, seperti halnya pada tugas siswa lainnya yang bukan tunanetra.

Baca juga: 4 Keunggulan Software Pembaca Layar NVDA untuk Komputer Sahabat Tunanetra

 

Braille bisa dibuat dalam ukuran besar seperti huruf kapital

Mitos ketiga yang sering menyesatkan adalah asumsi bahwa Braille dapat dibuat dalam ukuran besar, seperti huruf kapital. Faktanya, Braille dicetak dalam ukuran yang sama, baik dalam huruf kecil maupun kapital. Yang membedakan adalah terdapat simbol tertentu untuk menandai Braille yang dibaca sebagai huruf kapital.

Untuk diketahui, kode militer night writing dengan 12 titik timbul pada tiap sel yang diciptakan oleh Charles Barbier, memiliki kelemahan karena ujung jari manusia tidak dapat merasakan semua titik dengan satu sentuhan. Lebih dari 9 tahun, Louis Braille menyempurnakan night writing tersebut menjadi kode dengan 6 titik timbul pada tiap sel. Oleh karena itu, sistem penulisan Braille memiliki konsistensi ukuran agar menjadi sistem penulisan yang efisien bagi tunanetra, yakni terbaca hanya dengan sentuhan ujung jari. Orang yang awam tentang cara tunanetra membaca Braille mungkin mengira bahwa memperbesar ukuran titik-titik Braille akan membuatnya lebih mudah diraba atau terbaca dengan jelas.

Nah, Semoga informasi tersebut dapat meningkatkan kesadaran akan peran penting Braille sebagai alat komunikasi, khususnya bagi Sahabat Tunanetra, seperti yang telah dicanangkan oleh PBB. Happy World Braille Day 2024!

 

*Juwita Maulida

Leave Comment