sepasang sepatu sneekers berwarna putih

Kicau Burung terdengar merdu, semilir angin terasa menggigit tulang. Alam seakan melakukan konspirasi untuk membuat orang enggan beranjak dari tempat tidur. Namun cuaca yang kurang bersahabat itu tidak mengurangi semangat Mariska Windaningrum. Di pagi yang dingin itu, dia menelusuri jalanan yang masih sangat lengang. Ditemani oleh tongkat putih kesayangannya, dia berjalan menuju ke Gedung olahraga.

Riska, gadis dengan postur tubuh seratus enam puluh delapan centimeter, postur yang ideal untuk menjadi seorang atlit. Dia pun sedari kecil sudah bercita-cita untuk menjadi olahragawati. Namun sayang, menginjak umur duabelas tahun, dia kehilangan penglihatan.

Setiba diGOR, riska melakukan pemanasan seperti biasa. Ditemani dengan lagu-lagu dari Paramore, ia melakukan Gerakan statis dan dinamis secara teratur.

“Wah! semangat sekali Ris, masih jam segini keringat sudah membanjiri wajahmu,” Liliana berujar.

“Ya mumpung masih pagi, Na, mumpung semangatku belum turun. Selain itu, kemarin aku mendapatkan info dari sekolah kalau mau diadakan penjaringan atlit goalball putri, jadi sekarang aku berusaha untuk menyiapkan fisik,” balas Riska.

goalball, olahraga ini mulai dikenalkan di negara Austria pada tahun 1946. Cabor ini diperuntukan untuk penyandang tunanetra. Awalnya olahraga ini sebagai sarana hiburan untuk tentara korban perang dunia kedua yang kehilangan penglihatan. Namun seiring jalannya waktu, olahraga ini diakui oleh dunia. Goalball pun sudah dipertandingkan di paralimpiade, (olimpiade bagi para difabel).

Dua bulan berlalu, akhirnya waktu yang Riska tunggu-tunggu itu datang juga. Ya siang ini pelatih goalball Magelang melakukan seleksi. Gedung itu pun sudah disesuaikan dengan ukuran untuk bermain goalball. Di lapangan sepanjang delapan belas meter dan lebar sembilan meter, mereka menunjukan kebolehannya dalam melempar maupun menahan Bola.

“Ayo semangat anak-anak! Kalian harus bisa mengeluarkan kemampuan semaksimal mungkin. Ingat diantara kalian bersembilan, saya hanya akan memilih lima yang terbaik,” demikian pak Heri memberikan instruksi.

“Semoga usahaku dua bulan ini tidak sia-sia. Semoga harapanku untuk menjadi atlit akan terwujud”, batin Riska.

“Baik anak-anak, terima kasih atas kerja keras kalian. Satu minggu lagi bapak akan memberitahukan yang lolos.”

Satu minggu pun terlampaui, hasil seleksi telah diumumkan. Dengan jantung yang berdebaran, Riska membaca pesan dari pak Heri. Selesai membaca, hati Riska remuk. Ya, dia tidak termasuk lima orang yang terpilih untuk mewakili Magelang di pekan paralimpik daerah. Semangat yang sudah dia jaga berbulan-bulan itu runtuh dalam hitungan detik. harapan yang telah ia gantungkan di langit-langit gugur dalam sekejap.

“Tuhan, mengapa Kau harus hadirkan kembali luka untukku! Diri ini sudah berusaha untuk menerima takdirmu menjadi tunanetra. Enkau pasti tahu, jika luka ini belum sempurna terobati. Tapi mengapa, Kau harus memberikan luka yang kedua?”

Setelah hari itu, Riska yang selalu semangat, Riska yang selalu tersenyum, kini semua itu hilang. Lagu-lagu rock yang menjadi teman dalam berolahraga, kini berganti dengan musik yang melo. Lagu My Heart Is Broken dari Evanescence, menjadi favoritnya.

“Kamu yang sabar ya, Ris, aku yakin semua ini akan ada jalan keluarnya. Yang penting kamu harus tetap semangat, jangan jadikan kegagalan ini melemahkanmu. Jadikan kegagalan ini sebagai cambuk agar kamu bisa berjuang lebih keras. Jika sebelumnya kamu hanya berlatih dua jam sehari, usahakanlah untuk ditambah menjadi tiga atau empat jam. Dengan begitu kamu pasti akan mendapatkan banyak kemajuan, ucap Liliana saat chatting dengan Riska.

Setelah bercerita dengan sahabatnya, Riska berusaha untuk menghidupkan api yang padam itu. Semangatnya yang terkena efek gravitasi bumi, kini mulai timbul kembali. Riska pun berusaha untuk menambah porsi latihannya.

“Aku harus bisa bangkit! Jika Christiano Ronaldo yang telah bergelimang trovi saja, dia masih sering menambah jam berlatihnya, aku yang belum mendapatkan apa-apa ini harus lebih giat lagi,” Riska berusaha memotivasi diri.

Tuhan tidak pernah tidur, itu pasti. Tuhan akan selalu memberikan apa yang hambanya mau? Tidak. Tapi Tuhan akan selalu memberikan apa yang hambanya butuhkan. Hal itu pulalah yang terjadi kepada Riska. Memang benar, Riska tidak mampu menembus tim Kabupaten Magelang di pekan olahraga daerah, namun ternyata Tuhan telah merencanakan yang lebih baik untuknya.

Setelah berbulan-bulan menunggu, akhirnya Riska kembali mendapatkan info seleksi goalball putri. Bukan hanya tingkat kota atau kabupaten saja, namun kali ini seleksi di tingkat provinsi. Ia sempat ragu, apakah mungkin seseorang yang gagal menembus penjaringan di tingkat kabupaten bisa lolos di tingkat provinsi?

“Kamu harus yakin, Ris, kalau kamu bisa lolos. Memang Seleksi di tingkat provinsi itu tidak mudah, persaingan juga lebih sulit, tapi aku yakin kok Ris, kamu bisa melewatinya,”

“terima kasih atas motivasinya, Na, semoga kita bisa mengharumkan Jawa Tengah bersama-sama ya.”

Seperti yang sudah diperkirakan, seleksi ini memang tidak mudah. Untuk mendapatkan enam slot pemain, Riska harus bersaing dengan tiga puluhan orang. Setelah lima kali seleksi, akhirnya pak Hendrawan pun mengumumkan pemain yang terpilih. Saat nama Mariska Windaningrum termasuk orang yang terpilih, Riska tak mampu menahan rasa harunya. Dia langsung mengabarkan berita gembira itu kepada Liliana, sahabat yang selalu membakar semangatnya.

“Anakk-anak, kalian adalah enam orang yang beruntung untuk mewakili Jawa Tengah di kejuaraan nasional, jadi bapak harap kalian selalu semangat untuk berlatih. Jangan banyak mengeluh, dan jangan gampang menyerah. Sekarang di sini kalian hanya berlatih lima jam dalam satu hari, belum sebanding dengan para pahlawan Indonesia di olahraga,” ujar coach Hendrawan kepada anak asuhnya.

Minggu demi minggu berlalu, para pemain goalball Jawa Tengah terus mematangkan diri untuk menyambut kejuaraan nasional. Fisik mereka terus ditempa dengan berbagai macam latihan. Persaingan untuk menjadi tiga pemain inti pun berjalan seru. Ya, dalam olahraga ini setiap tim hanya akan diperkuat oleh tiga pemain utama, selebihnya akan menunggu giliran untuk bermain.

“Semoga aku bisa menjadi salah satu pemain yang akan mendapatkan jam bermain yang banyak, walaupun tak bisa kupungkiri, mereka berlima kualitasnya sangat baik, tapi dengan usaha yang keras, aku yakin bisa menembus tim inti,” ucap Riska.

Tiga bulan sudah mereka ditempa, akhirnya pada bulan keempat kejuaraan nasional pun dimulai. Dipertandingan pertama, Jawa Tengah menghadapi Provinsi Bali. Dipertandingan itu, pak Hendrawan menurunkan Linda sebagai pemain tengah, Intan di sisi kiri, dan Riska di sisi kanan. Pada babak pertama, Jawa Tengah unggul dengan skor enam satu. Di dua belas menit kedua, jawa tengah bisa mencetak sembilan goal, namun kemasukan lima goal. Skor akhir, Jawa Tengah menang lima belas enam.

“Secara umum kalian sudah bermain baik, tapi seharusnya kita tidak kemasukan lebih dari lima goal. Bapak rasa komunikasi kalian belum berjalan sempurna. Intan dan Riska harusnya juga membantu Linda ditengah ,jangan hanya fokus dipertahanannya sendiri,” evaluasi pak Hendrawan seusai pertandingan.

Pertandingan kedua, Riska dan kawan-kawan menghadapi Sulawesi Selatan, pertandingan itu dimenangkan Jawa Tengah dengan skor dua belas tujuh.

Perempat final dimulai, Jawa Tengah mendapatkan lawan yang cukup berat yaitu Kalimantan Selatan. Sejak peluit tanda pertandingan dimulai, kedua tim sama-sama mempermainkan goalball yang berkualitas. Karena pertahanan yang sama-sama kuat, babak pertama hanya berakhir dengan skor dua satu untuk keunggulan Kalimantan Selatan.

“Ris, kamu masuk ya! gantikan si Weni. Dalam kondisi seperti ini kita butuh pelempar handal sepertimu.”

Pertandingan tinggal tersisa empat puluh detik lagi, jawa tengah masih tertinggal tujuh enam. Satu kesalahan dari pemain lawan yang melempar Bola hingga melebihi garis landing area pun berbuah penalti. Kesempatan emas itu tidak disia-siakan oleh Riska untuk menyamakan kedudukan. Setelah lemparan dari lawan mengenai wajah dari Intan, Bola pun mampu diamankan oleh Linda, dia pun memberikan kepada Riska. Dengan lemparan yang begitu keras, Bola pun melewati celah pemain lawan, dan menembus gawang. Di detik terakhir, Jawa tengah memastikan kemenangan.

Setelah melewati delapan besar dengan susah payah, Jawa Tengah mampu melaju ke babak final dengan relativ mudah, anak asuhan coach Hendrawan itu mampu mengatasi Sumatera Selatan dengan skor sepuluh lima.

“man-teman, akhirnya kita masuk ke final juga ya!”

“ia, Lin, aku masih belum percaya kalau kita mampu sampai sini, karena waktu perempat final kemarin, aku sudah hampir kehabisan akal untuk mencetak goal ke gawang mereka. untung saja, kita dapat penalti.”

Partai final kali ini mempertemukan Yogyakarta dengan Jawa tengah. Yogyakarta berhasil melewati Jawa Barat melalui adu penalti. Sejak tanda pertandingan dimulai, suasana lapangan begitu menegangkan. Hanya ada suara gemerincing Bola yang berpindah-pindah area pertandingan. Sesekali terdengar sorak gembira, saat Bola berhasil menembus gawang. Hingga turun minum, kedudukan masih sama kuat dua-dua. Di paruh waktu, kedua pelatih saling memberikan instruksi.

Karena pertahanan yang sama-sama kokoh, sampai dua puluh empat menit berlalu kedudukan imbang lima-lima. Partai final pun dilanjut dengan perpanjangan waktu enam menitt. Dibabak ini drama terjadi. Lemparan keras dari sayap kiri Yogyakarta, mengarah lurus ke sisi kanan Jawa Tengah yang dikawal oleh Riska. Dengan gagah berani Riska menyongsong datangnya Bola. Kerasnya Bola itu tepat menghantam wajahnya. Pelipis Riska pun mengluarkan darah segar. Bola yang masih bergulir liar berhasil digapai oleh Linda. Setelah mengambil ancang-ancang sejenak, Ia pun melemparkan Bola. Dengan gemilangnya,  Bola itu masuk kegawang Yogyakarta. Bersamaan dengan gol tersebut, wasit meniup peluit tanda berakhirnya pertandingan. Jawa Tengah memenangkan pertandingan ini dengan kedudukan sembilan delapan.

Teriakan gembira terdengar dari pemain Jawa Tengah. Air mata kebahagiaan menetes dari mereka. Dengan tetes darah yang masih menghiasi wajahnya, Riska pun tak mampu menahan rasa harunya.

“Terima kasih Tuhan atas semua ini. Kini aku sadar, setiap perjuangan yang bersungguh-sungguh, Kau pasti akan memberikan balasan yang setimpal. Aku percaya setiap luka pasti berakhir bahagia.”

 

Penulis: Ikhwan Khanafi

Juara III Lomba Menulis Cerpen Mitra Netra Independence Day Festival 2022

Leave Comment