Talking book atau buku bicara, selama ini telah menjadi salah satu media yang sangat penting bagi tunanetra dalam mengakses berbagai macam informasi baik yang berhubungan dengan pendidikan, kebudayaan, maupun pengetahuan-pengetahuan lain.

Selain talking book, memang terdapat media lain yang juga sangat urgent bagi tunanetra dalam mengakses informasi, yaitu buku braille. Akan tetapi, ongkos untuk produksi buku braille jauh lebih mahal dibanding ongkos untuk produksi talking book. Karenanya, talking book menjadi alternatif sumber informasi bagi tunanetra selain buku braille.

Untuk memenuhi kebutuhan tunanetra akan talking book ini, berbagai perpustakaan di seluruh dunia terutama perpustakaan-perpustakaan kusus, merekam berbagai jenis buku/materi dalam bentuk audio cassette kususnya untuk buku-buku atau materi-materi non eksakta dan non bahasa asing.

Kelebihan talking book di samping ongkos produksinya yang murah, aksesnya sangat fleksibel dan mudah, karena pengguna dapat mendengarkannya dalam segala keadaan, sambil santai, duduk, berdiri, atau bahkan sambil tiduran selama mereka mempunyai playernya (tape recorder).

Namun demikian, talking book juga mempunyai beberapa kelemahan yang mengakibatkan pengguna mengalami kesulitan dalam memanfaatkannya secara optimal. Kelemahan-kelemahan itu antara lain:

  • Tidak ada fasilitas pencarian yang memadai. Karena tidak tersedianya fasilitas pencarian yang memadai, pengguna mengalami kesulitan dalam pencarian bagian-bagian buku. Untuk membaca atau menuju halaman, bab atau sub bab tertentu dari buku-buku yang direkam dalam bentuk audio cassette, Pengguna tidak dapat secara langsung menuju bagian-bagian yang diinginkan tersebut, melainkan harus mencarinya secara manual dengan cara menelusuri kaset (rewind /forward). Hal ini akan sangat memakan waktu dan bahkan dapat membuat pengguna menjadi kesal dan frustrasi karena sulit menemukan bagian buku yang diinginkan.
  • Tidak Efisien. Talking book dianggap tidak efisien karena satu judul buku saja, bisa terdiri dari beberapa kaset, mungkin 5, 10, 15, atau bahkan 20 kaset (tergantung panjang pendeknya buku). Di samping tidak efisien, hal ini juga akan menambah kesulitan bagi pengguna dalam mencari bagian-bagian buku, karena tidak mengetahui bagian buku yang dicari itu terdapat pada kaset ke berapa dan pada sisi mana (sisi A atau B) sehingga pengguna harus mencoba kaset-kaset itu satu persatu guna menemukan bagian yang diinginkan.
  • Kelemahan yang ada pada talking book bentuk konvensional ini (system analog), sekarang telah dapat teratasi dengan munculnya teknologi baru dalam talking book yang disebut dengan “Digital Talking Book.” Sebuah konsorsium bernama “DAISY Consorsium” yang anggotanya terdiri dari para pakar dari perpustakaan-perpustakaan khusus di seluruh dunia dan perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang teknologi, telah berhasil mengembangkan teknologi Digital talking book dan membuat standarisasi dalam hal file digital talking book yang disebut dengan “Standard DAISY” (Digital Audio Based-information System). Dalam digital talking book, Informasi audio (file audio digital) disusun sedemikian rupa secara bertingkat sesuai dengan levelnya menurut format/standard Daisy, berdasarkan struktur buku aslinya. Misalnya, apabila sebuah buku terdiri dari bab, sub-bab, dan paragraf, maka Daisy menempatkan bab pada level yang paling tinggi dan menempatkan paragraf pada level paling rendah, dengan cara memberikan code-code tertentu yang dapat dibaca atau dimengerti oleh player. File digital talking book direkam dengan menggunakan software recorder kusus yang diinstal ke dalam personal computer. File ini disimpan dalam hardisk dan dapat ditransfer ke dalam CD untuk didistribusikan kepada pengguna. Generasi baru talking book ini akan menjadi media alternatif bagi tunanetra dalam mengakses berbagai informasi yang mereka butuhkan dan akan menggantikan talking book system analog, karena digital talking book memberi banyak keuntungan terutama kemudahan dalam pencarian dan efisiensinya dibandingkan dengan analog talking book. Dengan digital talking book, pengguna tidak perlu lagi me-rewind atau mem-forward dan mencoba kaset satu persatu untuk mencari bagian-bagian buku yang diinginkan. Pengguna dapat dengan mudah mencari halaman yang diinginkan dan berpindah dari satu bab/sub bab ke bab/sub bab yang lain dengan cara cukup menekan satu atau dua tombol perintah tertentu. Di samping kemudahan dalam pencarian, digital talking book juga sangat praktis dan efisien, karena dalam satu CD dapat memuat satu atau dua judul buku sekaligus, berbeda dengan system analog di mana satu judul buku dapat menghabiskan 5 atau 10 kaset. Satu hal lagi kelebihan digital talking book dibanding analog talking book yaitu: pada file digital talking book dapat diadakan pengeditan. Kita dapat menghapus, mengganti dan menyisipkan bigain-bagian file apabila terjadi keslahan atau terlewat ketika proses perekaman.

Untuk dapat membuat digital talking book, diperlukan perangkat keras maupun perangkat lunak. Adapun perangkat yang diperlukan adalah sbb:

  • Perangkat lunak: yaitu software yang dipakai untuk merekam /membuat file digital talking book atau mentransfer talking book bentuk analog (audio kaset) menjadi format digital. Software yang terkenal adalah Sigtuna dan LP Stodio Pro.
  • Perangkat keras yang meliputi:Seperangkat komputer: Software Sigtuna atau LP Stodio Pro harus terlebih dulu diinstal pada komputer dengan spesifikasi tertentu sebelum dapat dipakai untuk membuat file digital talking book.
  • CD: yaitu tempat untuk menyimpan file digital book sebagai ganti kaset dalam sistim analog.
  • CD Writter: yaitu alat untuk menggandakan atau mengkopi file digital talking book ke CD lain.
  • Player: yaitu alat untuk menjalankan CD digital talking book sebagai ganti tape recorder dalam sistem analog.

Dewasa ini terdapat 2 produk player terkenal yang sudah dapat dibeli di pasaran, yaitu PlaxTalk buatan PlexTor dari Jepang, dan Victor buatan VisuAide dari Kanada. Alat ini dilengkapi dengan fasilitas pencarian halaman, perpindahan di antara struktur susunan buku yaitu bab, sub bab, dan paragraf. Dilengkapi pula dengan fasilitas BookMark yaitu fasilitas untuk menandai item atau bagian-bagian yang dianggap penting guna memudahkan bergerak ke bagian tersebut jika sewaktu-waktu diperlukan. Di samping player yang berupa hardware (PlexTalk/Victor), kita juga bisa menggunakan Sigtuna atau LP player yang terlebih dulu harus diinstal dalam komputer untuk menjalankan digital talking book.

2 comments on “Digital Talking Book — Media Alternatif Masa Depan Bagi Tunanetra

Leave Comment