Bendera ASEAN

“Dialog Pemimpin Muda Tunanetra Masa Depan? Ini luar biasa!” Itulah yang terpikir oleh saya ketika mendengar tentang acara ini untuk pertama kalinya. Yang sudah pernah diadakan sebelum ini adalah “Dialog Pemimpin Senior Tunanetra”. Ini bukan sekedar bergurau; ini benar-benar terjadi. Pertemuan-pertemuan atau kegiatan-kegiatan di tingkat nasional, regional, dan internasional selama ini selalu didominasi oleh para pemimpin senior. Tapi kali ini, para pemimpin muda tunanetra masa depan berpartisipasi dalam sebuah inisiatif yang merupakan kerja sama antara Nippon Foundation, para kolega dari Overbrook School for the Blind (Sekolah Luar Biasa untuk Tunanetra Overbrook), dan Yayasan APCD pada tanggal 4-6 Agustus 2009 di Bangkok, Thailand.

Pertemuan ini telah menjadi sebuah kesempatan bagi para pemimpin muda tunanetra kawasan ASEAN untuk saling bertukar ide, harapan, visi, perasaan, dan juga pikiran. Kami mendiskusikan topik-topik ini untuk membangun sebuah negara yang lebih baik, kawasan yang lebih baik, Asia yang lebih baik, dan dunia yang lebih baik untuk para tunanetra, untuk semua penyandang cacat, dan untuk semua orang. Para peserta memperdebatkan isu-isu kritis ini secara intensif. Kadang-kadang perdebatan ini terasa membosankan dan mengganggu. Tapi di lain waktu, perdebatan ini juga terasa menyenangkan. Bertemu teman-teman dari negara-negara tetangga, berbagi informasi dan pengalaman, serta saling belajar dan mengajarkan dengan yang lain memang selalu menyenangkan.

Hal yang paling menarik selama Dialog pertama di tahun 2008 dan Dialog kedua di tahun 2009 adalah ketika para pemimpin menyepakati ide kerja sama regional.

Sebagai seorang low vision (lemah penglihatan) yang tinggal di negara berkembang seperti Indonesia, saya sendiri mempunyai minat khusus dalam hal kerja sama regional. Kerja sama regional ini harus memberi pengaruh secara strategis pada tingkat nasional. Di negara seperti negara saya di mana jumlah tunanetra berpendidikan tinggi masih sedikit, saya sering merasa bahwa dibanding negara-negara Asia lain, negara saya masih membutuhkan lebih banyak tenaga, dedikasi, dan ide dari saya. Jika saya dapat membuat suatu perubahan di Indonesia, maka perubahan itu juga akan membawa perubahan di Asia karena negara saya merupakan bagian dari kawasan ini. Saya bukanlah seorang egois yang hanya mencintai negara saya saja.

Bukan hal yang mudah bagi siapapun untuk sepakat dalam suatu proyek regional. Setiap peserta mengalami situasi yang berbeda di negara yang berbeda; setiap orang bekerja di bidang yang berbeda, dengan cara berpikir yang berbeda, pendapat yang berbeda, dan tantangan yang berbeda pula. Tapi inilah proses belajar yang sesungguhnya.

Dalam hal ini, kita beruntung karena memiliki seorang Larry Campbell yang mempunyai pengalaman kerja sama di tingkat global dengan orang-orang yang mempunyai masalah penglihatan. Kadang-kadang, ia hanya mendengarkan diskusi. Tapi jika diperlukan, ia akan “melompat” ke tengah-tengah diskusi, memberi saran atau bahkan solusi.

Proses ini merupakan sebuah ujian apakah para pemimpin muda tunanetra benar-benar dapat bekerja sama untuk mewujudkan kawasan ASEAN yang lebih baik, Asia yang lebih baik, dan dunia yang lebih baik. Tentu saja saya optimis. *Aria Indrawati

Leave Comment