Moch. Sholeh Y.A Ichrom
Universitas Sebelas Maret

I. PEMECAHAN MASALAH SECARA KOMPREHENSIF DAN KREATIF

Tujuh center yang dibangun di Indonesia perlu dirancang sebagai salah satu simpul dalam jaringan pemecahan maslah-masalah pendidikan secara komprehensif dan kreatif. Rancangan seperti ini diperukan mengingat sudah demikian banyak masalah yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia. Meskipun sudah demikian banyak masalah pendidikan yang kita hadapi sering kita enggan meninggalkan tradisi lama ialah melihat dan memecahkan secara parsialbukan secara komprehensif. Padahal dengan melihat permasalahansecara komprehensif maka akan dapat dengan mudah dikenali sumbu dan roda. Perumpamaan sumbu dan roda ini adalah sebagai analogi dari pertambahan permasalahyang demikian cepat yang sudah dalam bukan hitungan satu dua melainkan dalam hitungan puluhan dan, perputaran roda masalah ini bukan seperti roda mobil yang semakin tipis melainkan sebagai snow ball yang semakin lama semakin membesar. Dari segi hitungan waktu,
percepatan penambahan masalah ini sudah bukan dalam hitungan hari, apalagi minggu, melainkan sudah dalam hitungan menit.

Selain pertambahan permasalahan yang demikian cepat, ilmu pengetahuan dan teknologi juga berkembang tak kalah pesatnya. Meskipun perkembangan ilmu dan teknologi ini sering juga menimbulkan masalah baru, akan tetapi mereka juga menawarkan berbagai kemudahan untuk memecahkan masalah-masalah kependidikan. Jika perkembangan yang sangat cepat ini tidak diakomodasikan oleh centers maka tidak mustahil investasi pendidikan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia ini akan mubazir karena dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama lagi centers ini akan berubah menjadi sesuatu yang kurang bermanfaat.

Dengan perkembangan yang semuanya serba cepat maka dilingkungan pendidikan sekarang berkembang konsep pendidikan on time. Artinya pendidikan tepat. Bukan lagi pendidikan alon-alon waton kelakon atau pelan-pelan asal terlaksana seperti yang selama ini kita lakukan. Aktivitas pendidikan harus bergerak cepat, tepat, efektif, dan efisien.

Sayangnya selain tradisi memecahkan masalah secara parsial juga sering kita  jumpai tradisi lama yang lain ialah pemecahan masalah dengan cara-cara yang dianggap sudah “baku”. Padahal cara pemecahan masalah secara “baku” ini nampaknya sudah tidak logis lagi mengingat dinamika ilmu pengetahuan dan teknologi serta pertambahan permasalahan pendidikan yang demikian cepat yang
sudah mencapai tingkat hitungan menit sebagaimana telah diuraikan terdahulu.

Dalam kondisi seperti sekarang ini justru diperlukan pemecahan masalah yang berani keluar dari “pakem” alias baku. Atau, seumpama pelukis maka gambar-gambar yang dibuatnya berani keluar dari bingkai lukisan itu sendiri. Itulah hakekat berfikir kreatif yang pada dasarnya adalah aktivitas berfikir yang menembus berbagai pembatasan, mentolerir sesuatu yang mungkin dianggap tidak rasional
akan tetapi bila “tradisi keluar pakem” ini dipupuk dan dikembangkan akan menghasilkan ciptaan-ciptaan baru.

Oleh karena itu tujuh centers yang sekarang sudah tersedia dihadapkan kita perlu dilihat dalam perpsektif yang lebih luas, komprehensif dan kreatif. Sebaiknya mereka tidak lagi kita “kungkung’ dalam ihtiar semula melainkan harus “dimerdekakan” agar dapat dimanfaatkan secara lebih luas lagi.

II. DASAR PIKIRAN PENGEMBANGAN CENTER

Pada perkembangan selanjutnya muncul pemikiran mengembangkan centers yang ada di Indonesia bukan hanya untuk segala kepentingan yang berkaitan dengan pendidikan anak tunanetra. Melainkan untuk pendidikan anak luar biasa selain anak tunanetra. Seperti kita ketahui, bahwa di Indonesia masih ada empat jenis SLB ialah SLB/B untuk anak tunarungu wicara, SLB/C untuk anak tuna grahita,
SLB/D untuk ank tuna daksa, SLB/E untuk anak tuna laras. Selain dapat mengakomodasikan masalah pendidikan bagi anak luar biasa selain anak tunanetra centers diharapkan juga dapat mengakomodasikan perkembangan pendidikan luar biasa internasional yang pada umumnya telah dituangkan dalam berbagi teori, penelitian, pertemuan ilmiah, dan implementasi. Jika perkembangan ini tidak pernah kita akomodasikan atau bahkan tidak kita peduli sama sekali maka pendidikan luar biasa akan tertinggal.

Beberapa perkembangan internasional penting yang patut dicatat disini misalnya pendidikan untuk anak berbakat. Para ahli, professional, praktisi telah lama mengembangkan pendidikan ini baik dalam bentuk pengembangan teoritik, penelitian, dan berbagai pertemuan ilmiah, serta implementasi. Jenis pengembangan khususyang lain ialah pendidikan untuk anak-anak yang mengalami kesulitan belajar namun masih dapat mengikuti pendidikan di sekolah-sekolah reguler. Selain itu masih ada lagi kelompok anak-anak luar biasa yang lain ialah anak-anak yang berkesulitan ganda. Di lingkungan tinggi, misalnya UNS, perkembangan ini juga sudah diakomodasikan dalam bentuk mata kuliah ortopaedagogik F untuk pendidkan anak berbakat, Ortopaedagogik G untuk anak berkesulitan belajar namun masih dapat mengikuti pendidikan di sekolah-sekolah reguler, Ortopaedagogik H pendidkan untuk anak-anak yang berkelainan ganda. Penelitian dan pertemuan ilmiah dalam bidang-bidang ini juga sudah sering dilakukan. Secara komprehensif dan rinci dasar pikiran pengembangan fungsi Center/A menjadikannya juga sebagai Center bagi pendidikan luar biasa yang lain atau mungkin dapat disebut inclusive Center ialah:

  1. Kedudukan sama. Konsep bawa setiap orang “mempunyai kedudukan yang sama” yang datang dari berbagai sumber pokok seperti agama, pancasila, nilai-nilai masyarakat setempat, perlu dijabarkan dalam berbagai bentuk dan manifestasinya. Melalui penggunaan Center/A menjadikannya juga sebagai center yang lain maka pemisahan secara diskrit antar anak, sekolah, atau spesialisasi, dapat dikurangi sebab dalam berbagai aspek terutama aspek pendidikan terdapat permasalahan yang saling terkait.
  2. Mencerdaskan bangsa. Amanat “Mencerdaskan” bangsa dapat dilaksanakan dalam bentuk yang lebih maknawi. Artinya pengembang Center pada gilirannya akan dapat mengembangkan satu system jaringan pendidikan yang lebih komprehensif karena terkait dengan semua kelainan yang ada yang selama ini dididik dalam sekolah khusus yang kita kenal dengan SLB. Jika jaringan ini kemudian dapat beroperasi dengan baik maka tidak tertutup kemungkinan bahwa akan terjadi interaksi antar anak luar biasa. Dengan demikian selain “mencerdaskan” mempunyai makna kognitif juga mempunyai makna moral dan sosial dalam bentuk saling pengertian dan saling menghargai.
  3. Diskriminasi legal. Sudah banyak muncul pikiran untuk meninjau ulang undang-undang dan kebijakan dibidang pendidikan. Dengan demikian tidak mustahil bahwa system pemisahan secara legal formal yang sekarang kita kenal juga kena dampak dari pemikiran tersebut. Salah satu pikiran untuk meninjau ulang terhadap pemisahan berbagai sekolah luar biasa ialah karena hal itu sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman. Sudah banyak teori dan praktek pendidikan luar biasa yang tidak lagi memisahkan antara anak luar biasa dengan anak yang tidak mengalami kelainan. Juga dengan perkembangan teori pendidikan luar itu sendiri. Misalnya, apakah harus ada system persekolahan untuk anak berbakat, anak berkesulitan belajar non kecerdasan, dan anak luar biasa ganda. Siapapun akan berpikir ulang jika Indonesia harus mendirikan lagi berbagai jenis SLB yang lain. Sementara itu secara teoritik dan bukti penelitian, pendidikan akan berjalan secara efektif jika memperhitungkan kondisi anak termaksud kelainan atau masalah yang dihadapi oleh anak. Artinya berbagai kelainan SLB untuk setiap kelainan yang ada.
  4. Inclusive education. Salah satu konsep penting yang sekarang tengah berkembang, bahkan disebagian negara kawasan Scandinavia konsep ini telah diterapkan, ialah konsep inclusive education. Dengan konsep ini (akan lebih dijelas pada makalah lain) maka pembelajaran antara anak berkelainan dengan anak yang tidak mengalami kelainan menyatu. Tidak mustahil bahwa dimasa yang akan datang konsep ini juga akan diterapkan diIndonesia. Oleh karena itu peran centers perlu diperluas baik secara organisatoris maupun fungsional agar dapat menjadi generator pengembangan ilmiah dan professional pendidikan luar biasa.
  5. School based experience. Salah satu konsep penting yang berkembang dilingkungan perguruan tinggi sejak tahun 1994 ialah perubahan wawasan dari kampus based experience ke school based experience. Munculah konsep ini karena peruabahn orientasi dilingkungan college of education pada universitas-universitas terkemuka diberbagai negara, seperti college of education university of Houston, yang pada intinya orientasi fakultas ilmu pendidikan harus bukan lagi kepada kampus melainkan kepada sekolah. Dengan orientasi ini diharapkan masalah-masalah pendidikan formal yang sebagian besar
    terjadi dijenjang pendidikan sekolah sejak dari TK sampai SMU dapat di “Jamah” dan di”geluti” secara ilmiah dan profesional. Kampus tidak lagi hanya mengembangkan teori yang “Terlepas” dari sebagian besar masalah pendidikan tersebut.
  6. Dua arti murah. Peningkatan centers untuk anak tunanetra menjadi center bagi pendidikan anak luar biasa yang lain diharapkan akan dapat menekan biaya semurah mungkin. Paling tidak dapat dikurangi biaya pengadaan tanah, bangunan, dan berbagai kebutuhan sarana dan prasarana yang lain. Selain murah secara kuantitas rupiahjuga murah secara kualitas. Artinya, mungkin secara rupiah tetap tinggi akan tetapi disebabkan perannya yang multi fungsi maka kuantitas rupiah menjadi tidak mahal.
  7. Riset secara sinergi. Dimasa yang akan datang, orientasi kualitas tidak dapat ditawar-tawar lagi. Berbagai fihak akan melakukan kerjasama dan kompetisi dengan menggunakan kualitas sebagai kriteria pokok. Berbicara kualitas maka riset harus secara inklusif dengan setiap perencanaan, program, dan implementasi program. Center yang telah dikembangkan juga seharusnya menjadi research and development center. Jika penelitian ini dilakukan untuk semua jenis kelainan maka sangat mungkin akan dilakukan proses dan diperoleh hasil yang sinergis. Potret ilmiah yang sinergis inilah yang sangat diperlukan dalam era tanpa batas atau secara klise sering disebut dengan era global ini.
  8. Aksi nasional dan multinasional. Pada akhirnya dapat disusun rencana, program, dan aksi “nasional” atau seluruh jenis pendidikan luar biasa dan bahkan melintasi batas geografis pendidikan luar biasa masuk wilayah pendidikan reguler.

III. JARINGAN

Langkah pertama yang perlu dilakukan dalam memperluas fungsi Centers ialah dengan mengembangkan jaringan yang akan dilewati oleh multi fungsi tersebut. Ada dua jaringan pokok yang perlu dikembangkan ialah, pertama, jaringan internal. Beberapa simpul penting yang harus diperhitungkan secara internal ialah kepada sekolah, teman sejawat, bagian administrasi di Center dan dengan semua jenis SLB yang ada.

Kedua, jaringan eksternal. Jangan dilupakan jaringan internal saja tidaklah cukup. Berbagai pihak “diluar” sekolah-sekolah luar biasa perlu dirancang sehingga menjadi jaringan lain yang akan memperkuat jaringan internal. Pihak-pihak lain tersebut misalnya Kantor Depdikbud baik ditingkat kecamatan maupun ditingkat I maka sudah sewajarnya jika kantor wilayah Depdikbud juga
menjadi jaringan eksternal. Dari kantor-kantor Depdikbud inilah kegiatan yang sifatnya managerial organisasi dapat lebih dikembangkan dan kemudian menyatu di Subdit PSLB Ditdikdas. Berkaitan dengan itu, maka hubungan dengan pemda juga perlu dijalin dengan baik. Apalagi hingga saat ini masalah guru masih sangat terkait dengan Departemen Dalam Negeri.

Lembaga lain yang dapat menjadi simpul jaringan eksternal ialah perguruan tinggi. Dilembaga ini, paling tidak, dapat diperoleh dua keuntungan ialah sumber daya manusia yang telah menempuh jenjang pendidikan tinggi dan tradisi perguruan tinggi. Tradisi di lembaga ini ialah senantiasa mengkaji teori-teori dan dilakukan berbagai penelitian baik untuk verifikasi maupun untuk pengembangan lebih lanjut. Dengan demikian kajian-kajian yang sifatnya ilmiah dan professional dilakukan di lembaga ini.

Tak kalah pentingnya adalah organisasi profesi. Seperti kita ketahui bahwa masalah pendidikan, terutama pendidikan luar biasa, bukan masalah para guru saja melainkan juga masalah bagi ahli lain. Misalnya para dokter, psikolog, kriminolog, dan ahli-ahli lain. Dengan penerapan konsep inklusi di masing-masing center maka kehadiran para ahli lain semakin diperlukan.

Pihak lain yang perlu masuk jaringan adalah masyarakat. Masyarakat, termasuk orang tua, adalah sumber daya pendidikan. Mereka dapat membantu dalam pengadaan sarana dan prasarana belajar. Bahkan dapat juga membantu dalam kegiatan belajar mengajar sehari-hari. Jadi hubungan SLB dengan masyarakat hendaknya dijalin lebih intensif lagi. Misalnya bukan sekedar masalah SPP. Sekali lagi, di negara-negara lain hubungan sekolah dengan masyarakat juga sudah terjalin demikian baik. Bahkan tidak jarang orang tua secara suka rela membantu kegiatan belajar mengajar di sekolah.

Leave Comment