Bulan Desember memang istimewa, terutama bagi para penyandang disabilitas dan mereka yang bekerja di bidang yang terkait isu disabilitas. Istimewa karena ada “Hari Disabilitas Internasional HDI”.

HDI mulai dicanangkan PBB di era tahun 1990an; Saat Perserikatan Bangsa-bangsa di seluruh dunia mulai menyadari ketimpangan yang terjadi; Adanya gap yang luar biasa lebar antara pembangunan manusia yang menyandang disabilitas dengan manusia yang tidak menyandang disabilitas. Akibatnya, mereka yang menyandang disabilitas tidak berdaya, senantiasa menjadi beban negara dan masyarakat, tidak dapat menjadi bagian dalam proses pembangunan dunia ini.

Di dekade itu pula, Yayasan Mitra Netra didirikan; 14 Mei 1991. Dilatarbelakangi keprihatinan para pendiri atas minimnya fasilitas dan layanan khusus yang tersedia untuk penyandang tunanetra yang sedang menempuh pendidikan di sekolah reguler hingga perguruan tinggi. Mitra Netra pun langsung menyasar pokok permasalahan yang dihadapi para tunanetra, dan memberikan solusi atas permasalahan tersebut. Dalam menemukan solusi untuk mengatasi permasalahan pendidikan tunanetra, Mitra Netra telah melakukan perjalanan panjang, mulai tahun 1991 hingga saat ini; Menjelang 30 tahun.

Mulai dari layanan habilitasi dan rehabilitasi untuk meminimalkan dampak ketunanetraan yang dialami serta membiasakan diri menjalani kehidupan sehari-hari sebagai seorang tunanetra; Membangun sistem layanan pendukung pendidikan; Membangun sistem produksi dan distribusi buku yang accessible untuk tunanetra; Akses ke teknologi informasi dan komunikasi serta pemanfaatannya dalam kehidupan sehari-hari di bidang pendidikan dan pekerjaan; Diversifikasi peluang kerja untuk tunanetra serta program-program persiapan bekerja; Pengembangan minat dan bakat para tunanetra untuk mendukung pembangunan karir di masa depan; Hingga publikasi dan kampanye kepedulian untuk membangun persepsi yang benar tentang potensi dan kemampuan tunanetra sebagai sumber daya manusia.

Sebagai lembaga pengembang layanan, penelitian dan pengembangan merupakan salah satu pilar penting di Mitra Netra. Dalam mengembangkan penelitian, Mitra Netra tidak pernah melakukannya sendiri, melainkan senantiasa melibatkan sahabat dan partner terkait; Sehingga mereka pun memiliki “sence of belonging” pada langkah Mitra Netra menyelesaikan dan mengatasi pelbagai tantangan yang dihadapi tunanetra di bidang pendidikan dan pekerjaan.

Dalam arus utama gerakan disabilitas di Indonesia, peran Mitra Netra lebih banyak di ranah teknis, membangun sistem penyediaan akomodasi yang layak bagi penyandang tunanetra di sektor pendidikan dan pekerjaan. Meski demikian, berawal dari ranah teknis itulah, Mitra Netra memiliki amunisi yang lebih efektif dan akurat saat mempengaruhi kebijakan Pemerintah di sektor di mana Mitra Netra bekerja. Sebagai contoh, saat Mitra Netra berperan mempengaruhi amandemen undang-Undang Hak Cipta di tahun 2014 – UU no. 28/2014 – berikut aturan pelaksananya – PP No. 27/2019; Contoh lain saat Mitra Netra berperan dalam proses legal drafting PP no 13/2020 tentang akomodasi yang layak peserta didik penyandang disabilitas berikut aturan pelaksananya; Mitra Netra benar-benar mendasarkan masukan yang diberikan pada pengalaman mengembangkan dan menyediakan layanan untuk tunanetra selama hampir tiga dekade eksistensinya.

Mitra Netra bersyukur, dari tahun ke tahun, peringatan HDI makin semarak, bahkan ada lebih banyak kalangan masyarakat yang tidak bekerja di bidang disabilitas pun mengambil bagian. Kegiatan pun tidak hanya menyasar orang-orang dewasa, namun juga menjangkau anak-anak dan remaja. Adalah benar bahwa membangun persepsi yang tepat tentang penyandang disabilitas termasuk tunanetra harus dilakukan sedini mungkin. Semakin muda usia masyarakat menerima informasi yang benar, semakin mudah proses pembangunan persepsi yang benar tersebut.

Bagi Mitra Netra, perayaan HDI lebih ditekankan pada “refleksi”; Apa yang sudah dilakukan dan dicapai; Apa yang masih harus dilakukan dan dicapai; Demi terwujudnya kehidupan tunanetra yang cerdas, mandiri dan dapat bermakna di masyarakat yang inklusif.
*Aria Indrawati.