DIFFA – “Setara Dalam Keberagaman”.

Halo Mitra – 28/10, Mitra Netra bersama para pemerhati disabilitas baik lembaga maupun peroranganMeluncurkan edisi perkenalan majalah “DIFFA” – different and spesial, majalah pertama dan satu-satunya di Indonesia yang menyajikan informasi tentang disabilitas dalam kemasan popular dan menarik. Acara peluncuran diselenggarakan di Amigos Café, Bellagio Boutique Mall, Mega Kuningan. Peluncuran dilakukan oleh Staf Ahli Menteri Pendidikan Nasional bidang Kebudayaan dan Pendidikan mewakili Menteri Pendidikan Nasional Muhammad Nuh.

Hingga kini di Indonesia,informasi terkait penyandang disabilitas masih sangat terbatas. Sementara disaat bersamaan, kebutuhan tentang hal tersebut dirasakan sangat mendesak, baik oleh masyarakat maupun penyandang disabilitas sendiri.

Minimnya informasi tentang disabilitas ini telah menyulitkan keluarga-keluarga yang memiliki anak/anggota keluarga penyandang disabilitas. Ketidakpahaman orang tua bagaimana mengasuh anak dengan disabilitas berpotensi menimbulkan disabilitas tambahan atau additional disability, yang pada akhirnya dapat mengganggu pertumbuhan serta perkembangan anak tersebut.

Isu dan persoalan disabilitas selama ini hanya dibahas di ruang-ruang tertutup, di antara para penyandang disabilitas sendiri, bersama para pemerhati yang berasal dari kalangan yang sangat terbatas. Dampak dari Situasi ini adalah, selama ini para penyandang disabilitas cenderung harus berjuang sendiri, untuk mendapatkan hak-hak mereka dan untuk meningkatkan kualitas hidup mereka.

Kondisi inilah yang telah mendorong Mitra Netra, bersama para partnernya yaitu Voice Of Human Rights (VHR) dan wartawan senior FX Rudy Gunawan berniat menerbitkan majalah yang secara khusus menyajikan informasi tentang disabilitas.

“DIFFA lahir untuk menjawab persoalan-persoalan yang dihadapi para penyandang disabilitas di negara kita yang selalu termarjinalkan hak-haknya antara lain karena ketiadaan media komunikasi antara para penyandang disabilitas dengan pemerintah maupun masyarakat secara umum, sehingga banyak terjadi mispersepsi dan misunderstanding. Dengan adanya DIFFA, kami berharap persoalan ini akan teratasi”, ungkap Rudy Gunawan Pemimpin Redaksi DIFFA.

Visi DIFFA adala “menjadi media terpercaya, sebagai rujukan dan edukasi bagi kesetaraan penyandang disabilitas.” Untuk mewujudkan visi tersebut, salah satu misi DIFFA adala menyuarakan aspirasi penyandang disabilitas, termasuk keluarga mereka.

DIFFA dikelola oleh para professional di bidang jurnalistik dan bisnis media, serta didesain menjadi majalah keluarga, karena Mitra Netra percaya keluarga adalah tempat yang utama untuk menumbuhkan dan membangun nilai-nilai positif, termasuk nilai positif terhadap para penyandang disabilitas, yang kemudian oleh anggota keluarga akan dibawa ke masyarakat dan selanjutnya menjadi nilai-nilai bersama.

Melalui DIFFA, Mitra Netra bermaksud mendorong tumbuhnya empati sosial pada para penyandang disabilitas di masyarakat secara lebih meluas; atas dasar empati sosial inilah kemudian kita akan membangun interaksi sosial yang setara dengan para penyandang disabilitas, memahami keberadaan penyandang disabilitas di masyarakat sebagai bagian dari perbedaan, untuk kemudian menghargai, melindungi dan memenuhi hak-hak mereka sama seperti warga Negara lainnya.

“Mitra Netra memimpikan adanya masyarakat yang inklusif di Indonesia, yaitu masyarakat yang dapat melindungi, menghargai dan mengakomodasikan perbedaan. Menjadi penyandang disabilitas bukanlah pilihan, itu adalah fakta, yang harus diterima, dihadapi dan dijalani; sama seperti fakta kita lahir dari orang tua siapa, dan suku apa; kita tidak bisa memilih mau lahir dari orang tua siapa dan jadi suku apa”, ungkap Bambang Basuki Direktur Eksekutif Mitra Netra.

“Perlu ada perubahan cara pandang masyarakat dan pemerintah dalam menyikapi keberadaan penyandang disabilitas di tengah-tengah kita. Pandangan yang tidak memprioritaskan penyandang disabilitas dalam upaya pemberdayaan karena mengurus mereka yang tidak menyandang disabilitas saja belum beres, harus mulai dikikis, dan DIFFA akan berperan mengubah cara pandang tersebut”, lanjut Bambang.

Sikap tidak memprioritaskan penyandang disabilitas dalam upaya pemberdayaan baik di bidang pendidikan maupun pekerjaan serta aspek kehidupan lainnya telah mempengaruhi alokasi anggaran Negara yang diputuskan secara bersama antara eksekutif dan legislatif baik di tingkat pusat maupun daerah. Begitu pula dengan masyarakat, termasuk sektor usaha; masih sangat sedikit dana disalurkan untuk pemberdayaan penyandang disabilitas, termasuk dana yang dihimpun melalui CSR dan jalur-jalur keagamaan seperti zakat dan yang semacamnya.

Minimnya alokasi anggaran untuk penyandang disabilitas juga dikarenakan lemahnya atau tidak akuratnya data jumlah penyandang disabilitas di Indonesia; tiap kementerian memiliki estimasi masing-masing. Sebagai patokan, antara lain, Kementerian Kesehatan memperkirakan jumlah penyandang disabilitas adalah enam juta, sedangkan menurut kementerian social, jumlah berkisar dua juta. Sebagai bahan referensi, badan dunia WHO memperkirakan jumlah penyandang disabilitas di Negara sedang berkembang seperti Indonesia rata-rata adalah 10 % dari jumlah penduduk. Jika estimasi ini mendekati benar, berarti di Indonesia ada lebihd ari 20 juta penyandang disabilitas dengan berbagai jenis; tunanetra, tunarungu, tunadaksa, orang dengan hambatan mental, autistic, serta mereka yang mengalami double atau multiple disabilitas.

Dampak dari situasi ini semua adalah, selama ini penyandang disabilitas belum dapat menjadi bagian dari “arus utama” di bidang apapun. Kebanyakan dari mereka hanya bisa ada di “pinggir” dari lingkaran dan arus perkembangan masyarakat.

Persepsi keliru masyarakat tentang penyandang disabilitas yang antara lain disebabkan dan dibentuk oleh budaya serta mitos-mitos hinga kini juga masih sangat dirasakan. Banyak keluarga yang malu memiliki anak dengan disabilitas. Akibatnya, mereka disembunyikan saja di rumah. Sudah bisa dibayangkan, penyandang disabilitas yang tumbuh di lingkungan semacam ini akan menjadi beban keluarga, karena mereka tidak berpendidikan, tidak mandiri, dan tentu tidak produktif.

Namun, jika pemerintah dan masyarakat melakukan investasi yang cukup melalui alokasi dana untuk pemberdayaan, penyandang disabilitas akan menjadi manusia yang cerdas, mandiri, dapat berfungsi di masyarakat dengan bekerja, produktif dan menjadi pembayar pajak.

Pilihan mana yang akan kita ambil? DIFFA akan membantu kita mengambil pilihan yang tepat melalui informasi yang disediakannya.

Beberapa kalangan yang akan menerima manfaat dari DIFFA antara lain:

  1. Keluarga yang memiliki anggota keluarga penyandang disabilitas
  2. Guru, pengajar, pendidik dan akademisi baik di sekolah luar biasa maupun sekolah umum serta perguruan tinggi
  3. Perusahaan / sector usaha – sebagai sumber informasi dan inspirasi untuk kegiatan CSR
  4. Instansi pemerintah terkait – jajaran eksekutif
  5. Anggota DPR — legislatif
  6. Keluarga sebagai unit terkecil masyarakat
  7. Komunitas penyandang disabilitas
  8. dll

Secara umum, content DIFFA dapat dibagi menjadi empat kategori, yaitu kategori liputan misalnya rubric “retina”, kategori ruang konsultasi dan informasi seperti “konsultasi pendidikan dan ruang hati”, kategori tulisan lepas seperti “cerita pendek, cerita humor dan pelangi”, serta sisipan yaitu informasi kegiatan suatu lembaga/perusahaan yang dikemas sebagai advertorial.

DIFFA akan terbit sekali sebulan tiap hari Senin minggu pertama. Masyarakat akan mudah mendapatkannya – cukup dengan harga Rp 21,500, yaitu dengan cara berlanganan atau membelinya di toko buku.

Dalam jangka panjang, DIFFA juga diharapkan menjadi salah satu sumber penghasilan dari Mitra Netra, yang hingga kini masih harus melayani tunanetra secara Cuma-Cuma.

Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
Aria Indrawati (Kabag Humas Mitra Netra)
Telp. 021-7651386, HP 081511478478, Email: aria @mitranetra.or.id

Leave Comment