Pada tanggal 16-17 Juli, Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni), bekerja sama dengan beberapa perguruan tinggi dan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi — Ditjen Dikti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyelenggarakan workshop guna menyusun pedoman layanan bagi mahasiswa penyandang disabilitas di perguruan tinggi. Guna menyelenggarakan workshop ini, Pertuni memilih PSLD UIN SUKA sebagai tuan rumah. Alasan yang mendasari pemilihan UIN SUKA sebagai tuan rumah adalah karena UIN SUKA telah menjadi universitas pertama di Indonesia yang dengan inisyatif sendiri membangun kampusnya menjadi universitas inklusif.

Workshop dibuka oleh Pembantu Rektor III UIN SUKA. Hadir sebagai peserta sekaligus narasumber adalah Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta — Asep Supena, Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Surabaya — Jarwanto, dosen jurusan Pendidikan Luar Biasa Universitas Pendidikan Indonesia – Ahmad Nawawi, Ketua Umum Pertuni yang juga dosen paska sarjana Universitas Pendidikan Indonesia – Didi Tarsidi, Ketua III Pertuni — Aria Indrawati, dan seluruh dosen pengurus PSLD UIN SUKA. Dari pihak Ditjen Dikti Kemendikbud diwakili oleh Ridwan Roy Tutupoho Kasubdit Pembelajaran Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan ditjen dikti beserta seorang stafnya.

Workshop yang berlangsung selama dua hari ini membahas panduan teknis bagaimana membangun kampus yang inklusif melalui penyediaan layanan khusus bagi mahasiswa penyandang disabilitas. Hasil workshop ini kemudian disampaikan kepada Ditjen Dikti untuk disebarluaskan ke perguruan tinggi di seluruh Indonesia dengan Surat Edaran Dirjen Dikti.

Sejak tahun 2006, Pertuni telah memulai gerakan kampanye kesadaran untuk meningkatkan partisipasi tunanetra di pendidikan tinggi. Kegiatan kampanye ini dilaksanakan dengan menyelenggarakan serangkaian kegiatan yang bersifat strategis. Dimulai dengan kerja sama merintis pusat layanan mahasiswa tunanetra di UPI Bandung, UNJ, dan Unesa; memfasilitasi PSLD menyelenggarakan sosialisasi di lingkungan UIN SUKA serta memproduksi buku best practice bagaimana mengelola Pusat Studi dan Layanan Difabel PSLD, memproduksi buku referensi statistik dalam format Braille dan buku audio digital, memproduksi film dan booklet untuk mendokumentasikan gerakan kampanye akses tunanetra ke pendidikan tinggi, menyelenggarakan pelatihan memasuki perguruan tinggi bagi siswa tunanetra di 5 kota, Medan, Payakumbuh, Makasar, Surabaya dan Jogjakarta.

Pertuni mengharapkan ada lebih banyak perguruan tinggi yang ramah bagi mahasiswa tunanetra dan disabilitas lain. Untuk itu, Pertuni mengajak perguruan tinggi yang telah menjadi partner Pertuni untuk menjadi mentor bagi sesama perguruan tinggi lain guna membangun universitas inklusif.

Sebelum proses mentoring dilaksanakan, perlu ada pedoman praktis bagaimana membangun kampus yang ramah bagi disabilitas. Agar proses mentoring dapat dilaksanakan dengan lebih cepat, Pertuni bersama wakil 4 perguruan tinggi partner Pertuni telah beraudiensi dengan Dirjen Dikti. Pihak Ditjen Dikti menyambut baik inisyatif Pertuni ini dan bersepakat akan memfasilitasinya.

Di sela workshop, peserta diajak mengunjungi PSLD dan Difabel Corner yang ada di Perpustakaan UIN SUKA. Kesan positif diungkapkan oleh Ridwan Tutupoha saat berdialog dengan Tim PSLD.

Hasil workshop dua hari ini kemudian disampaikan ke Ditjen Dikti untuk ditindaklanjuti, dengan mengeluarkan surat edaran, yang akan disampaikan ke seluruh perguruan tinggi di Indonesia.

Pendidikan dasar memang penting, sedangkan pendidikan tinggi adalah jalan strategis menuju perubahan.

Dengan memiliki akses ke pendidikan tinggi, penyandang disabilitas akan memiliki lebih banyak pilihan dalam hidup mereka, dan akan menjadi bagian dalam proses perubahan di Indonesia. * Aria Indrawati.

Leave Comment