Untuk kesekian kalinya, gerakan akses tunanetra ke pendidikan tinggi Persatuan Tunanetra Indonesia – Pertuni menyelenggarakan seminar untuk mensosialisasikan kampus inklusif. Kali ini seminar diselenggarakan bersama Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, bertempat di Gedung Widya Puraya, kampus Undip Tembalang. Seminar yang dibuka oleh Asisten Bidang Kesra Gubernur Jawa Tengah Joko Irianto ini dihadiri pimpinan dan wakil perguruan tinggi, baik milik pemerintah maupun swasta di Semarang dan sekitarnya.

Hadir sebagai pembicara adalah Aria Indrawati, Ketua III DPP Pertuni, DR. Ro’fah Mudzakir, Direktur Pusat Studi dan Layanan Disabilitas (PSLD) Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (UIN Suka) Jogjakarta, Hendro Wibowo, S.Pd., tunanetra alumni Fakultas Tarbiyah UIN Suka Jogjakarta. Sedianya seminar ini juga menghadirkan pihak Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Namun, karena ada agenda yang bersamaan di kementerian tersebut, tak ada narasumber yang dapat dihadirkan dari pihak mereka.

Pada kesempatan ini, Pertuni mempresentasikan gerakan akselerasi akses ke pendidikan tinggi bagi siswa tunanetra di Indonesia yang telah dilakukan sejak tahun 2006 lalu. Selama tujuh tahun tersebut, telah banyak yang dilakukan. Misalnya, membangun model layanan pendukung bagi mahasiswa tunanetra, yang menggunakan ndua model pendekatan berbeda. Pertama, model university based approach, yaitu, layanan dipusatkan di satu perguruan tinggi di mana sebagian besar tunanetra menempuh pendidikan di perguruan tinggi tersebut. Model ini diterapkan di Bandung bekerja sama dengan Universitas Pendidikan Indonesia UPI, dan Surabaya, bekerja sama dengan Universitas Negeri Surabaya Unesa. Model kedua adalah resource center based approach, yaitu, pusat layanan ditempatkan di sebuah pusat sumber penyedia layanan pendidikan bagi tunanetra, pusat sumber ini melayani seluruh mahasiswa tunanetra yang menempuh studi di pelbagai perguruan tinggi yang berbeda. Model kedua ini diterapkan di Jakarta, bekerja sama dengan Mitra Netra, dan di Makasar, bekerja sama dengan Yayasan Pendidikan Tunanetra Indonesia YAPTI. UIN Suka Jogjakarta dipilih sebagai contoh terbaik saat ini, sebuah perguruan tinggi yang dengan inisyatif sendiri telah mulai membangun kampus inklusif sejak tahun 2007. “Kami mulai dari niat, untuk memberikan layanan kepada siswa penyandang disabilitas yang kuliah di universitas kami”, ungkap Ro’fah dalam presentasinya. Niat yang kuat ini juga harus diikuti dengan konsistensi cara pikir, sikap dan tindakan, termasuk secara konsisten memperjuangkan di birokrasi tingkat universitas, hingga akhirnya PSLD – Pusat Studi dan Layanan Disabilitas UIN Suka Jogjakarta secara resmi menjadi salah satu badan terstruktur di tingkat universitas. Posisi sebagai badan terstruktur ini tentu saja berdampak positif bagi PSLD, antara lain adalah tersedianya alokasi anggaran khusus guna mendukung operasional layanan bagi mahasiswa penyandang disabilitas di universitas tersebut.

Sebagai bukti keberhasilan PSLD dalam menjalankan tugasnya, seminar menampilkan Hendro Wibowo, alumni UIN Suka Jogjakarta. Dalam presentasinya, Hendro menyatakan bahwa, sebagai mahasiswa yang mendapatkan layanan dari PSLD dan menyadari bahwa PSLD membutuhkan banyak relawan, Hendro turut berperan mensosialisasikan eksistensi PSLD di kalangan mahasiswa UIN Suka. Keberadaan relawan ini antara lain membantu mahasiswa penyandang disabilitas yang baru dalam melakukan orientasi di kampus.

Dalam sambutannya, Rektor Undip menyampaikan bahwa membangun Undip menjadi kampus inklusif adalah sejalan dengan penyediaan layanan pendidikan yang berkeadilan. “Undip menyambut baik ajakan Pertuni untuk membangun Undip menjadi kampus Inklusif”, ungkap sang Rektor. Perintah untuk segera menindaklanjutinya pun langsung disampaikan kepada Pembantu Rektor 1 yang membidangi urusan akademik, berikut jajarannya, yang juga hadir pada acara seminar tersebut.

Pada kesempatan kali ini, Nota kesepahaman bersama juga ditandatangani antara pihak Undip dan Pertuni, guna menjalin kerja sama di bidang pendidikan, baik melalui penelitian maupun pengabdian pada masyarakat.

Apa yang telah Pertuni rintis selama tujuh tahun terakhir ini perlu mendapatkan dukungan dari aspek kebijakan. Dalam sambutannya pada seminar pendidikan tinggi yang inklusif di Universitas Brawijaya Malang akhir tahun lalu, Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan telah menyampaikan bahwa pihaknya akan segera melahirkan peraturan menteri tentang pendidikan tinggi yang inklusif, dan melakukan langkah-langkah kongkrit untuk mensosialisasikannya ke seluruh Indonesia.

Pendidikan dasar memang penting, sedangkan pendidikan tinggi adalah jalan strategis menuju perubahan. *Aria Indrawati

Leave Comment