Novel Selamat Tinggal karya Tere Liye

Judul Buku      : Selamat Tinggal

Penulis            : Tere Liye

Penerbit           : Gramedia Pustaka Utama

Tahun Terbit   : 2020

 

Selamat Tinggal, sebuah novel yang bercerita tentang pemuda yang bernama Sintong Tinggal, seorang mahasiswa sastra Indonesia yang tak kunjung lulus kendati sudah enam tahun bercokol di fakultas sastra. Kariernya meredup ketika cintanya kandas di tangan Mawar Terang Bintang, yang membuatnya patah hati berkepanjangan hingga berdampak pada skripsinya yang akhirnya mandek selama 2 tahun.

Sintong mulai menemukan dirinya kembali ketika ia menemukan sebuah buku yang di tulis oleh Sutan Pane, penulis yang menghilang di era 1965, yang akhirnya ia jadikkan sebagai topik skripsinya. Penelusuran jejak Sutan Pane, kenapa ia bisa menghilang dari nama-nama besar penulis cemerlang tanah air, dan pencarian empat bukunya yang tidak diketahui keberadaannya membangkitkan kembali jiwa penulis yang ada dalam diri Sintong.

Pertemuannya dengan mahasiswi ekonomi bernama Jess, yang diikuti oleh perasaan sukanya terhadap gadis itu, yang kemudian dilanjutkan dengan pendekatan di hari-hari berikutnya membuat Sintong dapat melupakan sejenak soal patah hati dan hubungannya dengan Mawar Terang Bintang yang sudah kandas secara mengenaskan. Sintong melanjutkan kembali skripsinya yang tertunda, dan menikmati euphoria kedekatannya dengan Jess.

Masalah muncul kembali ketika Mawar Terang Bintang kembali datang dalam hidupnya dan membawa kabar yang tak pernah Sintong duga akan terjadi pada perempuan itu. Apa yang menimpa Mawar membuat Sintong kembali dibenturkan dengan idealismenya dan kenyataan yang ia hadapi sebagai penjaga toko buku bajakkan, serta seberapa besar kerugian yang ditanggung oleh penulis dan pelaku penerbitan di luar sana karena bisnis yang dijalani oleh Pakliknya, dan dia turut serta dalam bisnis itu selama enam tahun.

Kemampuan Tere Liye dalam membuat bangunan cerita, membawakan narasi, dan keberhasilannya melibatkan pembaca dalam arus cerita yang ia buat mungkin sudah tak perlu diperdebatkan lagi. Tere Liye adalah salah satu penulis kenamaan tanah air yang sudah punya banyak jam terbang, sehingga kualitas tulisannyapun sudah tak perlu diragukan.

Pencarian Sintong akan penulis hebat yang menghilang ditahun 1965 betul-betul membuat para pembaca penasaran. Dan rasa penasaran itulah yang mengikat para pembaca sampai ke halaman terakhir. Gagasan yang dibawa Sutan Pane, keempat buku yang belum diketahui keberadaannya, serta alasan mengapa ia berhenti menulis menjadi inti kekuatan dalam cerita ini. Konflik yang dibawa dari tulisan-tulisan Sutan Pane juga mampu menghanyutkan pembaca pada sosok sang penulis. Kita juga akan dibawa sejenak ke masa-masa lampau demi mengetahui kisah hidup Sutan Pane dan tahun-tahun gemilangnya sebagai seorang penulis. Tere Liye mampu meracik itu semua sehingga pembaca tidak merasa di kecewakan ketika menutup halaman terakhir dari buku ini.

Di dalam buku ini, Tere Liye menampilkan kualitas kepenulisan yang sama seperti buku-bukunya sebelumnya. Sama sekali tidak ada masalah dengan hal itu. Sayangnnya, dalam buku ini, Tere Liye seperti ingin meluapkan segenap kejengkelannya terhadap maraknya penyebaran dan penjualan buku bajakkan di Indonesia, sehingga hal tersebut di singgung nyaris di segala kesempatan. Bukan hanya menyoal buku bajakkan saja, tapi juga berbagai barang-barang palsu dan produk bajakkan lainnya. Buku ini seperti di buat untuk menjadi tempat menumpahkan unek-unek penulisnya.

Alih-alih membangun tokoh-tokoh yang berdiri di alas berbeda dengan pikiran yang berbeda, Tere Liye menempatkan nyaris semua tokoh dalam buku ini dalam satu garis yang sama, sehingga jika menemukan topik yang sama di bahas lagi dan lagi, pembaca bisa di bikin jengkel karena terlalu banyak narasi serupa yang bertebaran di sepanjang novel ini.

Sintong adalah penjaga toko buku bajakkan yang di miliki oleh Paklik dan Bulik-nya. Mawar Terang Bintang ditangkap polisi karena menjual obat-obatan palsu. Jess memiliki keluarga yang juga menjual barang-barang branded palsu. Orang tua Bunga adalah pemilik bisnis besar buku-buku bajakkan. Adam, teman Sintong, memiliki bisnis streaming film ilegal.

Rasa-rasanya berbagai hal tersebut di buat dan ditampilkan satu sama lain demi mengusung satu gagasan yang sama, yakni maraknya penjualan dan penyebaran barang-barang palsu dan karya-karya kreatif yang dibajak. Setiap narasi yang di bangun Tere Liye, kentara benar kalau dia sangat amat jengkel dengan semua hal itu.

Kalau saja Tere Liye bisa mengemas semua pembahasan itu dengan tidak begitu frontal, novel ini bisa menjadi lebih elegan. Apa yang disampaikan penulis memang benar, tetapi menjejalkan semua hal tersebut kedalam novel, dan menyinggungnya pada setiap kesempatan, bukanlah sesuatu yang disenangi pembaca. Itu bukan hal yang salah, tetapi menjadi mengesalkan apabila terus menerus di ulang-ulang, dalam waktu yang tidak tepat, pula.

Kemegahan yang Tere Liye sampaikan lewat penelusuran Sintong Tinggal akan seorang penulis yang menghilang di tahun 1965 menjadi agak tersingkir karena perpaduan pembahasan yang tidak dikemas dengan begitu apik. Jika saja permasalahan menghilangnya Sutan Pane dan kelima buku yang telah ditulisnya dibuat dalam satu garis, novel ini boleh jadi lebih baik.

Ada banyak hal yang dapat saya pelajari dalam novel ini. Tentu saja, salah satunya, tidak mengonsumsi barang-barang bajakan, apapun itu bentuknya. Baik itu berupa barang maupun karya-karya kreatif. Saya bisa mengerti keresahan Tere Liye sebagai orang yang berkecimpung dalam dunia kreatif, meskipun saya kurang setuju dengan bagaimana cara Tere Liye memaparkan semua kekesalannya kedalam sebuah buku dan menjabarkannya dari A sampai Z.

Semangat yang dibawa oleh Sutan Pane juga turut serta saya bawa ketika menutup buku ini. Bagaimana seseorang yang begitu getol dan idealis, tanpa takut dengan apapun juga, terus melakukan sesuatu yang ia yakini kebenarannya.

Dan ya, selalu ada kesempatan untuk menjadi orang yang lebih baik. Seperti saya yang dulu menikmati buku-buku bajakkan, seperti Sintong yang menjual buku-buku bajakan, seperti Mawar Terang Bintang yang terjerumus dalam sindikat obat palsu hingga masuk penjara. Kita, saya, dan kalian semua, berkesempatan menjadi orang yang lebih baik, dan akan menemukan jalan untuk menjadi yang terbaik. Selalu ada kesempatan untuk berubah, bukan? Maka, mulailah perubahan itu dari sekarang. Seperti saya yang akan berubah dari seseorang yang mengonsumsi barang-barang dan karya-karya kreatif bajakan, mulai membayar dan membeli buku asli, berhenti dan tidak mengonsumsi barang bajakan lagi.

 

Ni Komang Yuni Lestari

Juara I Lomba Resensi Buku dalam rangka Mitra Netra Year End Festival 2021

Leave Comment