Novel Selamat Tinggal karya Tere Liye

Judul Buku : Selamat Tinggal

Pengarang : Tere Liye

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Terbit : Cetakan Pertama, 2020

Tebal : 360 halaman

ISBN : 9786020647821

Harga buku: Rp85.000

 

Sintong Tinggal, seorang pemuda asal Medan yang sudah nyaris tujuh tahun berkuliah di fakultas sastra di salah satu kampus ternama. Selain berkuliah, Sintong punya profesi sampingan sebagai penjaga toko buku bajakan milik Pakliknya yang bernama toko “Berkah”; Entah darimana pula “berkah”nya menjual buku bajakan. Kuliah Sintong yang terbengkalai bukan tanpa alasan. Kisah cintanya yang mungkin bisa dibilang kandas dengan Mawar Terang Bintang – teman SMAnya dulu – membuat hidup Sintong tak terarah. Sintong yang menyukai Mawar namun belum sempat mengungkapkan perasaannya harus menerima kenyataan pahit bahwa Mawar lebih memilih Binsar, seorang tentara berpangkat letnan dua.

Roda kehidupan memang senantiasa berputar. Suatu hari, saat sedang menjaga tokonya, Sintong bertemu dengan dua orang gadis, Jess dan Bunga. Kedua gadis ini – terutama Jess – membawa perubahan dalam hidup Sintong. Semangatnya menyelesaikan kuliah mulai bangkit kembali, begitu pun dengan semangat menulisnya. Ya, ketika awal kuliah dulu, Sintong memang aktif menulis. Sintong bahkan sempat menjadi pemimpin redaksi di Gelora Mahasiswa, kegiatan ekstrakurikuler jurnalistik di kampusnya.

Soal skripsinya yang terbengkalai, Dekan Fakultas Sastra yang sekaligus jadi pembimbing skripsi Sintong memberikan kelonggaran satu semester lagi. Jika dalam enam bulan Sintong tidak juga bisa menyelesaikan skripsinya, maka Sintong akan dikeluarkan dari kampus. Setelah berkali-kali berganti tema skripsi, Sintong akhirnya memutuskan untuk membahas soal Sutan Pane, seorang penulis hebat dengan tulisan-tulisan menggugah yang tiba-tiba menghilang di era 1965. Ide ini ia dapatkan ketika ia menemukan salah satu dari lima buku Sutan Pane yang belum pernah diterbitkan. Buku itu ia temukan di salah satu gudang percetakan buku bajakan milik Pakliknya di Pasar Senen.

Perjalanan Sintong melakukan riset untuk skripsinya, fakta baru tentang Mawar Terang Bintang yang masuk penjara lantaran kasus pemalsuan obat, Sintong yang pada akhirnya memilih meninggalkan profesinya sebagai penjaga toko buku bajakan, terungkapnya fakta baru mengenai ke mana sebenarnya Sutan Pane menghilang, dan Sintong yang pada akhirnya memilih meninggalkan Jess karena hatinya yang masih tertambat pada Mawar Terang Bintang menghiasi rangkaian kisah dalam buku ini.

Jika hanya melihat dari judulnya saja, mungkin orang akan mengira bahwa novel Selamat Tinggal ini adalah novel percintaan. Ya, memang ada unsur kisah percintaan di dalamnya. Namun, lebih dari itu, novel ini lebih menitikberatkan pada makna selamat tinggal yang lebih luas lagi. Selamat tinggal akan kebohongan, kepalsuan, kemunafikan, dan hal-hal buruk lainnya, untuk  menuju hidup yang lebih baik lagi. Kisah dalam buku ini berkutat soal pembajakan yang memang masih sangat sulit untuk diberantas, bukan hanya di negeri ini. Banyak orang yang malah bangga menggunakan produk bajakan, apa pun itu jenisnya. “Kalau yang bajakan bisa murah, kenapa harus beli yang asli yang harganya lebih mahal?” Itulah prinsip keliru yang masih sering kita jumpai di masyarakat.

Perang batin yang dialami Sintong sebagai penulis menjadi konflik tersendiri dalam novel ini. Di satu sisi, profesinya sebagai penjaga toko buku bajakan jelas sangat bertentangan dengan idealisme dan hati nuraninya sebagai penulis. Namun, di sisi lain, profesi itu harus ia jalani selama kuliah, karena Pakliknya yang memiliki bisnis tersebut yang membiayai semua kebutuhan kuliahnya. Pada akhirnya, Sintong tetap harus mengambil keputusan dengan segala konsekuensi yang harus ia hadapi.

Di buku ini, karakter-karakter lain juga tak lepas dari “ngerinya” bisnis barang bajakan. Jess, yang mamanya adalah seorang Selebgram terkenal dan senantiasa membagikan momen bahagia di sosial media, ternyata kehidupannya tidak sebahagia itu. Papa Jess yang memiliki bisnis bernama J&J Collections, ternyata menjual barang-barang bermerk yang dipalsukan. Bunga, sahabat Jess yang pada awalnya tidak menyukai Jess berteman dengan Sintong, rupanya adalah anak dari bos percetakan buku bajakan yang bukunya dijual di toko milik Paklik Sintong.

Dengan membaca buku ini, kita akan lebih memahami betapa kejamnya dunia pembajakan. Segelintir orang yang memperoleh keuntungan besar tak sebanding dengan banyaknya orang yang punya karya namun harus hidup melarat karena tak mendapat haknya sebagai pembuat karya. Dalam bab 28 buku ini diceritakan bagaimana mirisnya cucu seorang penulis cerita silat ternama, G.H. Subagja, harus berjuang bertahan hidup dengan berjualan makanan di Lembah Mandalawangi, Gunung Gede. Padahal, buku-buku cerita silat karya G.H. Subagja sangat laku keras di pasaran. Itulah sekelumit kisah miris di lapangan, seseorang dengan karya yang hebat belum tentu memiliki kehidupan yang layak. Ini semua lantaran ulah kita sendiri, yang mungkin selama ini dengan bangganya menikmati barang bajakan tanpa merasa berdosa. Jangan tersinggung ketika saya bilang “lantaran ulah kita sendiri”. Kita semua, termasuk saya tentunya, pasti pernah – bahkan mungkin masih – menggunakan barang bajakan. Tak usah mengelak bila saya katakan sebagian besar software yang kita gunakan di ponsel dan laptop kita adalah software bajakan. Sebagian buku, film, dan musik yang kita nikmati pun adalah hasil download secara ilegal.

Membaca buku ini membuat saya tertampar dan tersadar, bahwa di balik segala kenikmatan yang kita rasakan, mungkin ada ribuan orang yang tertindas akibat segala barang bajakan yang kita gunakan. Jangan mencari pembenaran dengan dalih kapitalisme atau apa pun itu. Kita harus berpikir dari sisi lain; bagaimana rasanya orang yang sudah berkarya dengan segenap tenaga dan pikiran tak mendapat sepeser pun dari hasil karya mereka. Jangankan untuk hidup enak, untuk makan sehari-hari pun mungkin mereka kesulitan; dan kita adalah salah satu dari sekian orang yang membuat hidup mereka makin terhimpit.

Literasi tentang betapa mengerikannya dunia pembajakan dibalut dengan romantisme percintaan dari tokoh Sintong membuat buku ini enak dibaca dan mudah dipahami. Pesan-pesan yang ingin disampaikan penulis juga dapat tersampaikan dengan baik setelah kita menamatkan membaca buku ini. Kutipan-kutipan dari Sutan Pane, penulis yang karyanya jadi bahan skripsi Sintong juga menambah kesan tersendiri dari buku ini. Membaca buku ini juga membuat saya bernostalgia lagi dengan kehidupan di kampus, karena latar kampus yang digambarkan dalam buku ini sangat mirip dengan kampus tempat saya dulu berkuliah.

Penggunaan beberapa istilah yang bersifat kedaerahan mungkin menjadi sedikit kekurangan dalam buku ini. Di beberapa tempat dalam buku ini kita akan menemukan istilah-istilah yang bersifat kedaerahan. Di satu bagian, penulis menjelaskan arti dari istilah-istilah tersebut, namun di bagian lain ada juga istilah yang tidak dijelaskan maknanya. Sebagai contoh, dalam bab 14, penulis menjelaskan makna istilah “babe” yang artinya bapak dalam bahasa Betawi, bukan “babe” yang artinya sayang dalam bahasa gaul. Namun, di bagian lain, dalam bab 3, ada bagian ketika Mawar mengatakan, “Eh, kenalin dong, ini paribanku, Binsar namanya.” Mungkin bagi pembaca yang bukan orang Batak tidak familiar dengan istilah ini, dan dalam cerita selanjutnya tidak ada penjelasan lebih lanjut apa arti dari kata “pariban”.

Buku ini bisa jadi satu bahan bacaan yang menghibur, mengedukasi, sekaligus “menampar” kita semua. Dengan membaca buku ini, kita akan belajar menghargai karya orang lain dengan mulai meninggalkan penggunaan barang palsu atau bajakan. Kita mungkin tak bisa 100% lepas dengan barang bajakan, tapi kita bisa pelan-pelan mulai membiasakan diri berpikir dari sisi sang pembuat karya, sehingga kita akan berpikir dua, tiga, bahkan sejuta kali untuk membeli barang palsu atau bajakan. Bagi kalian yang ingin membaca buku ini, segera dapatkan di toko-toko buku terdekat. Bagi teman-teman tunanetra, bisa mengakses buku ini secara legal dalam bentuk Ebook atau buku audio di Pustaka Digital Yayasan Mitra Netra. Ingat! Beli yang asli! Jangan beli yang bajakan!

 

Fakhry Muhammad Rosa

Juara III Lomba Resensi Buku dalam rangka Mitra Netra Year End Festival 2021

Leave Comment