laptop dan secangkir kopi di atas meja

Dapat berkarya di masyarakat sesuai minat dan kemampuan adalah impian setiap orang. Dalam kenyataannya, ada orang-orang yang terpaksa harus berhenti bekerja karena menyandang disabilitas, di antaranya menyandang tunanetra. Kelompok ini menjadi tunanetra setelah memasuki fase bekerja.

Apakah orang yang sudah bekerja, karena sesuatu hal kemudian menjadi tunanetra harus berhenti bekerja? Bagaimana jika mereka masih ada di usia produktif? Memiliki keluarga yang harus diberi nafkah? Masih ingin mengembangkan karir dan potensi diri mereka?

Mari kita tengok regulasi yang ada saat ini.

Pasal 11 Undang-Undang No. 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, menyebutkan:

Hak pekerjaan untuk Penyandang Disabilitas meliputi hak:

a. memperoleh pekerjaan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau swasta tanpa diskriminasi;

b. memperoleh upah yang sama dengan tenaga kerja yang bukan Penyandang Disabilitas dalam jenis pekerjaan dan tanggung jawab yang sama;

c. memperoleh Akomodasi yang Layak dalam pekerjaan;

d. untuk tidak diberhentikan karena alasan disabilitas;

e. mendapatkan program kembali bekerja;

f. penempatan kerja yang adil, proporsional, dan bermartabat;

g. memperoleh kesempatan dalam mengembangkan jenjang karier serta segala hak normatif yang melekat di dalamnya; dan

h. untuk memajukan usaha, memiliki pekerjaan sendiri, wiraswasta, pengembangan koperasi, dan memulai usaha sendiri.

Dengan demikian, pasal 11 Undang-Undang No. 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas mengatur bahwa seseorang tidak boleh diberhentikan dari pekerjaannya karena ia menyandang disabilitas, – yang sebelumnya, saat melamar bekerja belum menyandang disabilitas, dan, orang yang menjadi penyandang disabilitas setelah bekerja, – di mana pun, baik di sektor pemerintahan atau swasta, berhak mendapatkan “program kembali bekerja”.

Apa itu program kembali bekerja?

Di Indonesia, pemerintah memang belum memiliki sistem atau program yang secara eksplisit disebut sebagai program kembali bekerja . Sementara ada atau mungkin banyak, orang yang menjadi penyandang disabilitas setelah bekerja. Nemun demikian, Mitra Netra, sebagai pengembang dan penyedia layanan untuk tunanetra yang melingkupi bidang pendidikan dan pekerjaan, sebagai bagian dari program rehabilitasi, secara riil menyelenggarakan program kembali bekerja bagi mereka yang menjadi tunanetra setelah bekerja.

Karena hal tersebut riil terjadi di masyarakat, dan belum pernah ada aturan yang melindungi pekerja yang setelah bekerja karena sesuatu hal kemudian menjadi penyandang disabilitas, maka, saat masyarakat penyandang disabilitas menyampaikan aspirasi ke DPR terkait isi Undang-Undang Penyandang Disabilitas, ketentuan dalam pasal 11 di atas diusulkan untuk diatur.

Jika ada seorang karyawan yang karena sesuatu hal kemudian menjadi penyandang disabilitas, lembaga atau perusahaan tempat ia bekerja wajib menghubungi lembaga penyedia layanan rehabilitasi untuk penyandang disabilitas, serta merujukkan karyawan yang menjadi penyandang disabilitas untuk mendapatkan layanan yang diperlukan, agar kemudian karyawan tersebut dapat kembali bekerja di lembaga atau perusahaan yang sama.

Dari pengalaman Mitra Netra, yang selama ini dilakukan adalah:

Saat seseorang yang menjadi tunanetra setelah bekerja datang ke Mitra Netra, petugas akan melakukan assessment, termasuk menggali informasi pekerjaan apa yang dilakukan sebelum menjadi tunanetra. Selanjutnya, serangkaian program layanan dan pelatihan yang diperlukan dirancang untuk diikuti oleh karyawan tersebut.

Layanan konseling sebagai salah satu “basic service” diberikan, untuk membantu karyawan yang menjadi tunanetra dapat berdamai dengan dirinya, menerima kondisi tunanetra yang dialami, memiliki harapan untuk terus bekerja dan membangun karir setelah menjadi penyandang tunanetra.

Jika pekerjaan yang dilakukan sebelumnya masih dapat dilakukan oleh karyawan tersebut meski dalam kondisi tunanetra, Mitra Netra juga akan membantu bagaimana melakukan adaptasi yang diperlukan sehingga karyawan yang menjadi tunanetra tersebut dapat kembali menjalankan tugasnya. Namun, jika hal tersebut tidak dimungkinkan, karena pekerjaan sebelumnya memang sangat membutuhkan penglihatan dan tidak dapat digantikan dengan alat bantu apa pun, maka Mitra Netra akan membantu karyawan tersebut untuk berdialog dengan pihak lembaga atau perusahaan tempat karyawan bekerja, guna mencari dan menemukan pekerjaan lain di lembaga atau perusahaan yang sama yang dapat dilakukan oleh karyawan yang telah menjadi tunanetra tersebut.

Sebagai contoh, karyawan sebuah perusahaan pertambangan karena suatu hal kemudian kehilangan penglihatan. Sebelum menjadi tunanetra, tugas yang dilakukan adalah operator dan melakukan perawatan alat-alat. Setelah karyawan tersebut menjadi tunanetra, hal tersebut tidak mungkin lagi dilakukan, maka, Mitra Netra membantu berdialog dengan perusahaan, dan atas saran dari Mitra Netra dan disepakati baik oleh pihak perusahaan dan karyawan yang menjadi tunanetra, yang bersangkutan kemudian dipindahtugaskan menjadi operator telepon. Mitra Netra kemudian memberikan pelatihan baik hard skill maupun soft skill yang diperlukan untuk menjadi operator telepon, di samping pelatihan ketrampilan dasar yang diperlukan sebagai seorang tunanetra, di antaranya orientasi dan mobilitas.

Contoh yang lain, saat ada karyawan kantor pajak dari satu kota di Jawa Timur karena sesuatu hal kemudian menjadi tunanetra, Mitra Netra membantunya melakukan adaptasi bagaimana karyawan tersebut harus bekerja dengan komputer yang dilengkapi dengan aplikasi pembaca layar (komputer bicara). Setelah karyawan tersebut terbiasa menggunakan komputer bicara, ia kembali ke kota asalnya dan kembali bekerja di kantor pajak yang sama dengan tugas yang sama.

Selama karyawan-karyawan tersebut menjalani program rehabilitasi di Mitra Netra, pihak perusahaan/lembaga menanggung semua biaya yang diperlukan.

Mengapa program kembali bekerja harus ada dan harus dilakukan?

Menjadi penyandang disabilitas setelah bekerja bukanlah pilihan. Itu adalah fakta yang harus diterima dan dijalani. Oleh karenanya, lembaga tempat seorang karyawan yang menyandang disabilitas bekerja harus memberikan dukungan kepada karyawan yang karena sesuatu hal kemudian menjadi penyandang disabilitas. Adanya jaminan sosial ketenagakerjaan yang memungut iuran dari para karyawan diharapkan menanggung biaya program “kembali bekerja” yang harus dijalani karyawan yang menjadi penyandang disabilitas.

*Aria Indrawati.

Leave Comment