beberapa orang berpakaian formal sedang melakukan pertemuan bisnis

Kehilangan kemampuan melihat atau menjadi tunanetra, bisa terjadi pada siapa saja. Tua muda, laki-laki atau perempuan, dan tak mengenal tingkat ekonomi seseorang. Lalu, bagaimana jika seseorang mengalami kehilangan penglihatan saat di usia muda dan produktif? Misalnya saja seorang karyawan yang mengalami kecelakaan kerja atau terkena suatu penyakit yang menyebabkannya jadi tunanetra. Seringkali karyawan tersebut akan diberhentikan oleh perusahaan atau lembaga tempatnya bekerja. Bisa juga karyawan itu memilih untuk pensiun dini karena merasa tak dapat berbuat apa-apa.

Belum banyak diketahui oleh masyarakat bahwa ada peraturan yang mengatur permasalahan tersebut, yaitu pasal 11 dari Undang-undang nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Huruf Ddan E pada pasal 11 yang mengatur tentang hak-hak penyandang disabilitas  di sektor ketenagakerjaan menyatakan bahwa seorang karyawan berhak untuk tidak diberhentikan karena menyandang disabilitas, serta berhak mengikuti program kembali bekerja bagi karyawan yang menjadi penyandang disabilitas.

Mitra Netra sebagai lembaga pengembang dan penyedia layanan di sektor pendidikan dan ketenagakerjaan telah memiliki program kembali bekerja sejak 2000. Karena itu, Mitra Netra berinisiatif untuk mengupas topik tentang program kembali bekerja dengan mengundang 3 orang narasumber , yaitu Cheta Nilawaty, wartawan tunanetra dari Tempo Media, Rini Kustiani, Redaktur Utama Tempo, dan Isnavodiar Jatmiko dari BP Jamsostek. Bincang santai yang diadakan secara daring ini membahas tentang pengalaman Cheta yang mengalami kehilangan penglihatan saat menjalani pekerjaannya sebagai wartawan. Di samping itu, Rini dan Jatmiko juga memaparkan bagaimana dukungan yang dapat diperoleh karyawan penyandang disabilitas setelah menjalani program kembali bekerja. Penasaran? Berikut rangkumannya!

Baca juga: Return To Work, (Program Kembali Bekerja)

 

1.Dukungan Dari Dua Ekosistem

Sebagai wartawan yang menulis dengan laporan pandangan mata, Cheta merasa kariernya di Tempo takkan pernah bisa dilanjutkan  setelah menjadi tunanetra di tahun 2016. Namun, justru yang terjadi, Tempo memberikan Cheta kesempatan untuk menjadi wartawan dengan proses penyesuaian diri. Para senior Cheta merekomendasikan Yayasan Mitra Netra untuk mendampingi dan memberikan pelatihan yang diperlukan Cheta sebagai tunanetra agar bisa kembali bekerja.

“saya bersyukur bahwa saya bisa dipertemukan dengan dua ekosistem yang saling mendukung ketika saya kehilangan penglihatan. Jadi nggak bisa salah satu lembaga saja, harus saling mendukung, yaitu ekosistem tempat bekerja yang mendukung 100% dan Mitra Netra sebagai lembaga pendampingan yang memberikan pelatihan dan akses yang berguna untuk saya”, papar Cheta dalam Bincang Daring Mitra Netra dengan topik Program Kembali Bekerja untuk Sahabat Tunanetra (25/02/2021).

Cheta menyebutkan beberapa bentuk dukungan yang telah diberikan oleh dua ekosistem tersebut. Dari Mitra Netra, Cheta mendapatkan pelatihan komputer bicara yang harus dikuasainya untuk menulis berita. Kemudian perempuan berhijab ini juga mengikuti kursus orientasi mobilitas, yaitu berjalan dan mengenali keadaan sekitar menggunakan tongkat putih, untuk kemandirian sehari-hari dan saat melakukan liputan di lapangan.

Sementara itu, bentuk dukungan Tempo pada Cheta adalah dengan menerima Cheta kembali sebagai wartawan dan memberikannya keleluasaan untuk menyesuaikan diri. Seperti rekan seprofesinya yang lain, Cheta tetap diberikan target menulis berita, namun dalam batas kemampuannya sebagai seorang tunanetra. Tak hanya itu, Tempo juga memberikan akomodasi yang layak untuk Cheta dalam menjalankan tugasnya. Misalnya memberikan fasilitas yang dibutuhkan, biaya untuk pendamping saat liputan, hingga penyediaan wwaktu untuk mengikuti pelatihan di Mitra Netra.

“pada dasarnya, dukungan yang paling penting saat kembali bekerja adalah penerimaan itu sendiri. Ketika lingkungan Tempo menerima dan mendukung saya, maka itu juga membantu mental saya untuk kembali kuat”, tutur Cheta.

Baca juga: Cheta Nilawaty: Tetap Jalani Profesi Sebagai Jurnalis Tunanetra Berkat Program “Return to Work”

2.Melakukan Proses Penyesuaian dan Saling Belajar Bersama

Salah satu pelajaran yang dapat dipetik dari diskusi virtual sore itu adalah bagaimana Rini Kustiani menceritakan proses penyesuaian yang harus dilakukan Tempo Media ketika menerima kembali Cheta yang telah menjadi seorang tunanetra. menurut Redaktur Utama Tempo Media itu, proses penerimaan tersebut melewati beberapa tahapan yang cukup penting.

Pada awalnya Rini berpikir bahwa posisi Cheta sebelum menjadi tunanetra memiliki perputaran kerja yang sangat cepat, sehingga dirasa perlu untuk membiasakan Cheta kembali pada posisi semula. Maka sebagai penyesuaian, Cheta dipindahkan sementara ke blog Indonesiana dengan target sekitar 3-5 tulisan setiap bulan. Meski memiliki target yang lebih sedikit dari tugas sebelumnya, namun tulisan Cheta tetap harus melewati kalibrasi sesuai ketentuan profesinya. Jadi, penyesuaian tersebut dilakukan untuk membiasakan Cheta untuk kembali sebagai wartawan dan tidak menurunkan standar kualitas pekerjaannya.

“kita harus kompromi dan sama-sama belajar untuk menyesuaikan diri. Jadi setelah di Indonesiana dan Cheta bisa lebih digenjot lagi target tulisannya, ya Cheta dikembalikan lagi ke posisinya sebagai wartawati Tempo yang sebelumnya”, ujar Rini sambil tersenyum.

Rini juga mengatakan bahwa, semenjak Cheta kembali bekerja sebagai wwartawan tunanetra, dirinya dan rekan kerja lain juga harus melakukan penyesuaian. Seperti cara berinteraksi, membantu Cheta melakukan orientasi ruang kerja, dan cara-cara menyelesaikan pekerjaan dalam tim. Semua proses itu diungkapkan Rini sebagai proses untuk saling belajar.

“saya bangga sekali karena Tempo bisa menerima Cheta kembali sebagai karyawan tunanetra. Saya sebagai pengelola tim juga banyak belajar dari Cheta, dan begitu juga dengan Cheta. Kami bersama-sama saling belajar dan menyesuaikan diri. Banyak pengalaman yang dilalui sampai akhirnya Tempo bisa melahirkan kanal difabel yang diisi juga sama Cheta”, ungkapnya bersemangat.

Baca juga: Wujudkan Masyarakat Inklusif dengan Membuka Ruang Dialog bersama Mitra Netra dan Film Sejauh Kumelangkah

3.Memanfaatkan Layanan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan

Hadirnya Jatmiko sebagai Deputi Direktur Pelayanan dan Pengembangan Kanal BP Jamsostek juga memberikan pencerahan. Pada kesempatan sore itu, Jatmiko memaparkan bahwa seorang pekerja yang mengalami kecelakaan kerja dan penyakit akibat bekerja, sesungguhnya dapat memanfaatkan layanan jaminan sosial ketenagakerjaan. Seperti halnya program Return to Work dari BP Jamsostek. Program Return to Work merupakan salah satu manfaat dari jaminan kecelakaan kerja (JKK) yang berupa bantuan untuk kesiapan kembali bekerja.

“para pekerja yang terdaftar di BP Jamsostek yang mengalami kecelakaan, tinggal melaporkan ke BP Jamsostek. Nanti manajer kasus kita akan mendampingi sejak pemeriksaan di rumah sakit, saat rehabilitasi dan pelatihan kerja jika diperlukan. Bahkan mendampingi di tiga bulan pertama ketika kembali bekerja untuk penyesuaian”, urai Jatmiko.

Manfaat dari jaminan sosial tersebut, bisa diperoleh tanpa ada batasan biaya. Ketika seorang pekerja mengalami kecelakaan kerja, maka biaya rumah sakit hingga perawatannya secara otomatis akan dibiayai oleh BP Jamsostek. Apabila kecelakaan tersebut mengakibatkan pekerja menyandang disabilitas, biaya rehabilitasi dan pelatihan kerja yang diperlukan juga akan ditanggung. Hingga yang bersangkutan dapat menyesuaikan diri untuk kembali bekerja. Persyaratan untuk mendapatkan semua manfaat tersebut adalah terdaftar sebagai peserta BP Jamsostek dan aktif membayar iuran. Nah, jika semua manfaat tersebut bisa didapatkan seorang pekerja yang menjadi penyandang disabilitas karena sakit atau kecelakaan kerja, apakah BP Jamsostek juga bisa menjamin bahwa pekerja tersebut akan bisa kembali bekerja di lembaga atau perusahaan yang sama?

“sudah menjadi tugas manajer kasus kami-BP Jamsostek- untuk mendorong dan meyakinkan lembaga dan perusahaan untuk kembali menerima pekerja yang mengalami kecelakaan kerja atau sakit dan menjadi penyandang disabilitas. Manajer kasus kami akan mendampingi sampai pekerja penyandang disabilitas ini bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan kerjanya”, ujar Jatmiko menegaskan pernyataannya.

 

Nah, itu dia 3 hal yang  dapat kita pelajari dari diskusi pada Bincang Daring Mitra Netra dengan topik Program Kembali Bekerja. Untuk menyimak diskusi selengkapnya, klik link berikut!

Bincang Daring Mitra Netra – Program Kembali Bekerja untuk Sahabat Tunanetra

Bagi kamu yang memiliki keluarga atau kerabat yang membutuhkan informasi dan konsultasi tentang Program Kembali Bekerja untuk Tunanetra, dapat menghubungi Yayasan Mitra Netra di 021-7651386 dan dihubungkan ke Aria Indrawati (Kabag Humas dan Ketenagakerjaan Yayasan Mitra Netra).

*Juwita Maulida

Leave Comment