Ibu menggandeng anak perempuan di pinggir pantai dengan background matahari terbenam

Ketika seseorang menjadi tunanetra, ada dampak yang mereka alami sebagai akibat kondisi ketunanetraan mereka. Salah satunya adalah   membutuhkan stimulasi atau rangsangan dengan cara yang berbeda, yang dapat mereka akses dengan menggunakan empat indera lainnya; Indera Perabaan, Pendengaran, penciuman dan pengecapan. Jika anak yang dapat melihat dapat diberikan stimulasi dengan indera penglihatan, di antaranya dengan menunjukkan benda-benda yang sedang diperkenalkan, atau memberikan contoh-contoh gerakan yang diharapkan mereka lakukan; Sebaliknya, Untuk membangun memori anak yang terlahir tunanetra atau menjadi tunanetra diusia balita, stimulasi  harus dilakukan dengan menggunakan empat indera   selain indera penglihatan.

Agar anak tunanetra memiliki keanekaragaman pengalaman yang   dapat mereka pelajari dengan menggunakan empat indera lain selain indera penglihatan, termasuk pengalaman mempelajari keterampilan dasar yang perlu mereka miliki, orang tua dan guru-guru di sekolah anak tunanetra usia dini perlu mengajarkannya    secara khusus pada mereka. Apa sajja keterampilan dasar itu? Mari simak ulasannya berikut!

 

Keterampilan Komunikasi  (Communication Skill)

Pernah melihat tunanetra yang menghadapkan telinganya pada lawan bicara saat berbicara dengan orang lain?  Ada kemungkinan Gestur   tersebut  dianggap kurang sopan dalam etika berkomunikasi. Namun, bisa jadi tunanetra yang melakukan hal tersebut tidak menyadari bahwa sikapnya tersebut sesungguhnya terkesan kurang menghargai lawan bicaranya.

Bagi Anak-anak   yang dapat melihat,   mempelajari etika berkomunikasi seperti ini   dapat mereka contoh dari orang tua atau orang-orang dewasa yang ada di sekitar mereka. Mereka mengetahui bahwa saat berbicara, sikap yang baik untuk dilakukan adalah dengan menghadapkan wajah atau menatap lawan bicara. Namun, bagi anak yang menyandang tunanetra sejak lahir,  proses belajar dengan cara meniru   menggunakan indera penglihatan tidak dapat dilakukan. Olehkarenanya, orang tua, atau anggota keluarga lain yang lebih dewasa, atau guru, harus mengajarkannya kepada mereka.

Beberapa sikap atau etika dalam berkomunikasi yang dapat diajarkan sejak dini antara lain gestur yang  sesuai  atau tepat, ekspresi wajah, sikap  yang santun, dan pakaian yang digunakan saat akan berinteraksi dengan orang lain.   Bila perlu, anak tunanetra juga dapat dilatih kepekaannya untuk mengidentifikasi dan memahami jenis-jenis respon dari orang-orang yang berkomunikasi dengannya. Namun,  penulis mencermati, belum banyak orang tua yang memberikan perhatian pada pentingnya mengajarkan gestur yang tepat saat anak tunanetra sedang berbicara dengan orang lain. Banyak orang tua cenderung memaklumi saja, jika anak tunanetra   tidak menghadapkan wajah mereka ke arah orang yang sedang berbicara dengan mereka.

Yang belum sepenuhnya  dipahami oleh para orang tua adalah,  kelak, jika anak tunanetra mereka beranjak dewasa   dan harus berinteraksi dengan masyarakat yang bukan tunanetra, bisa jadi ketidakmampuan tunanetra menguasai keterampilan komunikasi ini akan berdampak kurang baik pada pergaulan atau karirnya. Olehkarenanya, Ayah Bunda, ayo, ajarkan tatacara berkomunikasi dengan baik sedini mungkin pada anak tunanetra kita.

Baca juga Komunikasi Non Verbal, Perlukah Untuk Tunanetra?

 

Keterampilan Melakukan Kegiatan   Sehari-Hari (Daily Living Activity Skill). )

Keterampilan dasar kedua yang harus diajarkan pada anak tunanetra adalah     kegiatan atau aktivitas sehari-hari  yang mereka harus lakukan, mulai dari bangun tidur di pagi hari hingga   menjelang tidur di malam hari. Keterampilan ini biasa disebut “daily living activity skill”.  Contoh aktivitas tersebut antara lain,  membereskan tempat tidur dan melipat selimut, mandi, membereskan bekas peralatan makan, mencuci, menata barang-barang pribadi yang berantakan, hingga bersih-bersih rumah.

Sama halnya seperti keterampilan komunikasi, anak tunanetra harus diajarkan melakukan aktivitas sehari-hari tersebut. Dalam mengajarkan  satu kegiatan,  orang tua dapat melakukannya terlebih dahulu, pada saat bersamaan berikan kesempatan pada anak tunanetra untuk mengetahuinya dengan cara meraba bagaimana orang tua  melakukan kegiatan tersebut. Alternatif lain adalah orang tua  langsung melakukannya bersama-sama anak tunanetra. Yang perlu diingat, selalu berikan kesempatan  pada anak tunanetra untuk melakukan orientasi terlebih dulu  tentang hal-hal yang sedang diajarkan untuk dilakukan.

Sebagai contoh,  kegiatan membereskan tempat tidur dan melipat selimut di pagi hari. Orang tua dapat mendampingi dan memberikan contoh terlebih dahulu. Berikan kesempatan pada si kecil untuk melakukan orientasi pada apa yang sedang diajarkan. Baru kemudian si kecil belajar melakukannya secara bertahap hingga dapat membereskan tempat tidurnya sendiri. Yang harus selalu diingat, berikan arahan yang konkret dan penjjelasan yang deskriptif, sehingga juga dapat melatih kemampuan kognitifnya dalam memahami sesuatu, serta kemampuannya melakukan orientasi.

Banyak alasan mengapa keterampilan   melakukan aktivitas sehari-hari wajib diajarkan pada anak tunanetra. alasan pertama tentu saja melatih kemandiriannya. Sisi kemandirian ini tidak hanya membantu anak tunanetra untuk merawat diri sendiri ketika dewasa kelak, tapi juga berguna saat mereka harus tinggal sendiri atau bahkan untuk membantu orang lain.  Menjadi seorang tunanetra tidak harus selalu bergantung pada orang lain, kan! Nah, manfaat lain dari mengajarkan keterampilan  aktivitas sehari-hari ini  adalah mengenalkan konsep tanggung jawab. Tak jarang, orang tua atau anggota keluarga yang lain selalu berusaha membantu /menolong anak tunanetra melakukan hal-hal yang sesungguhnya mampu dilakukannya secara mandiri.  Meski bertujuan membantu, kebiasaan seperti ini justru akan membuat anak tunanetra menjadi tidak atau kurang berdaya, atau tidak/kurang mandiri.  Jadi, tak perlu khawatir untuk melatih keterampilan   beraktivitas sehari-hari kepada anak tunanetra ya, Ayah Bunda! Cukup pastikan kegiatan atau tugas yang diberikan sesuai  dengan usia dan kemampuan anak tunanetra.  Luangkan waktu, tenaga  dan kesabaran Ayah Bunda.   Ini adalah investasi yang berharga untuk anak-anak tunanetra kita.

Bacca juga: 5 Tips Mengajarkan Kemandirian pada Anak tunanetra

 

Keterampilan Orientasi Dan Mobilitas (Orientation And Mobility Skill)

Berikutnya, keterampilan orientasi dan mobilitas adalah skill yang wajib dipelajari oleh anak tunanetra. saat anak yang memiliki penglihatan belajar berjalan sambil mengenal berbagai rintangan atau hal-hal yang berbahaya di sekitarnya secara visual,   tidak demikian halnya  dengan anak tunanetra. agar mereka dapat bergerak dengan aman, benar  dan nyaman, anak tunanetra harus diajarkan tentang orientasi.  Tunanetra mengenal lingkungan sekitarnya  dengan mengoptimalkan indera-inderanya yang lain. Anak tunanetra  perlu   melatih   kepekaan  indera pendengaran, penciuman, dan perabaannya untuk mengorientasi lingkungan dan bermobilitas.

Orang tua perlu menstimulasi  anak tunanetra untuk berani bergerak. Mmisalnya sebagai tahap awal,  latihan dapat dilakukan di dalam rumah. Orang tua atau keluarga dapat menepikan benda-benda yang membahhayakan si kecil. Rabakan tangannya pada dinding atau benda yang dapat menjadi tanda saat berpindah antar ruangan. Latih indera pendengarannya  dengan cara memanggil atau memperdengarkan suara yang dapat diikuti anak tunanetra. sementara itu, anak tunanetra juga bisa mengenali wewangian tertentu yang diletakkan pada sebuah ruangan.

Kita memahami bahwa untuk dapat melakukan mobilitas di luar ruangan dengan benar dan aman, tunanetra membutuhkan bantuan tongkat. Anak tunanetra juga perlu belajar bagaimana menggunakan tongkat dengan cara yang benar untuk membantu mobilitas mereka di luar ruangan. Pertanyannya,  kapan waktu yang tepat untuk memperkenalkan penggunaan tongkat   pada anak tunanetra?

Ditinjau dari urgensi kebutuhan, anak tunanetra dengagn kategori  buta total atau buta dengan persepsi cahaya  sebaiknya diperkenalkan dan diajarkan bagaimana bermobilitas dengan tongkat sedini mungkin. Saat mereka mulai memasuki sekolah dasar adalah waktu yang tepat, karena dengan mulai bersekolah, anak tunanetra mulai melakukan lebih banyak kegiatan mobilitas. Jika anak tunanetra menempuh sekolah dasar di sekolah   khusus, atau yang biawsa disebut SLB (sekolah luar biasa), mereka akan mendapatkan mata pelajaran orientasi dan mobilitas.

Pertanyaan berikutnya, bagaimana dengan anak tunanetra yang termasuk kategori berpenglihatan lemah atau low vision? Apakah mereka juga perlu belajar bermobilitas menggunakan tongkat?

Meski masih memiliki sisa penglihatan,  memperkenalkan dan mengajarkan penggunaan tongkat   pada anak low vision  tetap dianjurkan.  Hal ini dimaksudkan agar mereka   memahami  prinsip-prinsip  orientasi dan mobilitas untuk para tunanetra, yang mungkin kelak akan diperlukannya saat ia berada dalam kondisi tertentu.

Sebagai contoh, saat penyandang low vision harus bermobilitas  di tempat yang belum ia kenal dengan baik, atau harus menuruni atau menaiki tangga, dan tempat tersebut dalam kondisi pencahayaan terbatas, penggunaan tongkat dapat lebih melindungi dia dari kemungkinan mengalami cidera akibat benturan, atau ketidaktahuan jika ada anak tangga naik atau turun. Bagi penyandang low vision, penggunaan tongkat juga dapat menjadi indikator bahwa yang bersangkutan memiliki hambatan penglihatan, dengan demikian jika ia meminta atau membutuhkan bantuan, orang lain dapat mengenalinya sebagai tunanetra. Hal ini penting, mengingat dalam keadaan tertentu, banyak penyandang low vision yang tidak dikenali atau tidak dipahami sebagai tunanetra.

Nah, yang paling penting adalah Ayah dan Bunda juga harus memastikan pengenalan penggunaan tongkat   tidak terlambat sehingga anak tunanetra menjadi malu untuk mempergunakannya.  Bagi penyandang tunanetra,  kemampuan bermobilitas dengan tongkat adalah simbol kemandirian di luar rumah. Bahkan, jika kita belajar dari aksessibilitas layanan publik di negara-negara yang sudah lebih maju, petugas layanan publik akan memberikan prioritas untuk melayani tunanetra, baik yang buta maupun yang low vision, hanya jika penyandang tunanetra tersebut menggunakan tongkat.

Bacca juga: 5 benda yang perlu dipersiapkan tunanetra menjelang masuk sekolah

 

Seseorang yang terlahir sebagai tunanetra memang harus menggunakan cara yang sedikit berbeda untuk belajar mendapatkan pengalaman dan melakukan aktivitas sehari-hari dalam hidupnya. Ketiadaan atau kurang berfungsinya indera penglihatan berdampak pada cara yang harus ditempuh untuk mengajarkan pelbagai pengalaman dan keterampilandalam menjalani kegiatan sehari-hari pada anak tunanetra. Orang tua yang memiliki anak tunanetra perlu belajar agar dapat mengajarkan semua itu kepada anak tunanetra mereka dengan benar dan pada waktu yang tepat. Hal ini sangat penting, untuk membangun konsep diri yang benar sebagai penyandang tunanetra,  yang harus dimiliki anak tersebut. Pemahaman tentang konsep diri yang benar ini akan berdampak positif pada pertumbuhan rasa percaya diri mereka, yang  sudah  barang   tentu akan berpengaruh pada perkembangan mereka dalam berproses menjadi manusia dewasa kelak.

 

*Juwita Maulida

Editor: Aria Indrawati

 

 

 

Leave Comment