“Ada alat bantu coblosnya”, begitu kata petugas PTS saat saya mendaftarkan diri untuk memilih.

Meski saya telah memperbaharui KTP saya pada bulan Desember lalu, yaitu mengikuti prosedur pembuatan KTP secara elektronik, namun tetap saja nama saya belum ada di “Daftar Pemilih Tetap (DPT)”. Padahal, setelah mendapatkan desakan kuat dari hampir seluruh partai politik peserta pemilu, awal tahun 2014 KPU bekerja sama dengan Kementerian Dalam negeri kembali melakukan pemutakiran data DPT. Olehkarenanya, saat memilih pada 9 April, saya menggunakan KTP sebagai bukti bahwa saya penduduk di wilayah tempat saya berdomisili – di kawasan Lebak Bulus Jakarta Selatan, dan baru dapat memilih pada jam 12 siang, menggunakan kertas suara cadangan.

Meskipun demikian, hal yang sangat menggembirakan saya adalah “kesadaran petugas TPS”. Ia langsung menginformasikan, tanpa saya tanya terlebih dahulu, bahwa ada alat bantu coblos untuk saya – pemilih tunanetra. Yang dimaksud dengan alat bantu coblos dalam hal ini tentu saja adalah “template surat suara”.

Tidak hanya itu, ia juga langsung menawarkan “pendamping” yang akan membantu saya saat memilih. Namun, karena saya telah membawa sendiri pendamping yang akan membantu saya, maka, pendamping pilihan sayalah yang membantu saya saat berada di bilik suara.

Kehadiran teman-teman wartawan siang itu turut menyemarakkan suasana TPS di mana saya memilih. Mereka ingin tahu bagaimana pemilih penyandang disabilitas difasilitasi saat memilih.

*Aria Indrawati

Leave Comment