foto Ryan, Edi, Putri dan Nida

Semangat generasi muda terus berkobar! Sejak 1928 ikrar sumpah pemuda telah diucapkan, tapi semangat para pemuda pemudi bangsa Indonesia tak pernah padam hingga kini. Seperti pengalaman para Sahabat Tunanetra yang satu ini. Edi Suwanto, Riandi Pratama MZ dan Putri Rokhmayati. Ketiganya merupakan tunanetra muda yang baru-baru ini mengembangkan sebuah karya di dunia digital. Bersama seorang rekan non-tunanetra, tim mereka berhasil meraih juara pertama kategori edukasi pada ajang kompetisi para web developer yang diselenggarakan oleh Digital Innovation Lounge (DILo) dari Telkom Indonesia, bernama Dilo Hackathon Festival (DHF) yang diumumkan pada 18 September 2020 yang lalu. Seperti apa pengalaman mereka mengikuti DHF dan karya apa yang telah mereka ciptakan? Lanjut terus baca ceritanya, ya!

“awalnya kita sering sharing dan diskusi tentang belajar coding. Lalu kita berpikir, setelah belajar programming di Mitra Netra dan beberapa pelatihan web development di tempat lain, terus kita ingin mengamalkan ilmunya. Jadi dari situ kita pengen berbagi”, tutur Rian mengawali kisah pertemanannya dengan Edi dan Putri.

Merasa dirinya masih hijau dan kurang pengalaman sebagai tunanetra di dunia pemrograman, membuat Rian sering bertanya pada Edi dan Putri yang telah lebih dulu belajar ilmu pembuatan website tersebut di Yayasan Mitra Netra. Dari diskusi dan kegiatan belajar bersama itulah, ketiganya merasa memiliki visi yang sama. Keinginan agar ilmu coding yang telah dipelajari tidak sia-sia, mereka pun mencetuskan ide membuat platform pembelajaran online untuk tunanetra. Edi, pencetus ide tersebut, merasakan masih banyak teman-teman tunanetra yang sulit mendapatkan pendidikan untuk meningkatkan skill dalam memasuki dunia kerja.

“banyak tunanetra yang mungkin tidak seberuntung aku, Putri atau mas Edi yang bisa merantau ke kota besar untuk mendapat ilmu. Karna itu kita membuat website pembelajaran online untuk tunanetra, terutama yang ada didaerah atau luar Jakarta”, ujar Rian yang saat ini sedang menempuh studi ilmu hukum pada program pasca sarjana Universitas Pamulang.

Baca juga: Putri Rokhmayati: Mahasiswi Tunanetra Pertama di Jurusan Teknik Informatika Unpam

Untuk mewujudkan niat baik tersebut, ketiganya terus bekerja keras dalam membuat sistem website. Namun sebagai tunanetra yang memiliki keterbatasan pengelihatan, Edi, Rian dan Putri tentu mengalami kendala saat ingin membuat tampilan visual website mereka. Tak hanya berpangku tangan, tiga sahabat ini kemudian berinisiatif mencari relawan yang dapat membantu dalam pemecahan masalah itu. Pencarian membuahkan hasil. Mereka bertemu dengan seseorang yang benama Nida Amalia. Menurut Rian, gadis yang akrab disapa Nida ini, memiliki segudang pengalaman dalam membuat tampilan website. Bahkan Nida juga pernah terlibat proyek yang berkaitan dengan penyandang disabilitas. Oleh karena itulah, Nida berkomitmen untuk membantu penyempurnaan tampilan website yang dikerjakan Edi dan kawan-kawan. Dari Nida jugalah, tawwaran mengikuti perlombaan DHF disodorkan pada Edi, Putri dan Rian.

“waktu Nida menyodorkan tawaran ikut lomba DHF, kita terbuka aja. Tapi buat kita pribadi nggak ada target khusus jadi juara. Hanya ada  target bisa menyelesaikan website lebih cepat dan menunjukkan kalau tunanetra juga bisa hadir di tengah masyarakat dengan mengikuti lomba ini. Tapi justru Nida yang mendorong kita untuk punya target menjadi juara”, ungkap Edi yang saat ini sedang menempuh perkuliahan  di kota Bandung.

Kemudian keempatnya membentuk tim yang diberi nama Cotrium dan mengikuti DHF 2020. Pembagian tugas dimulai saat mereka dituntut untuk menciptakan satu produk dalam waktu 3 minggu. Website pembelajaran online untuk tunanetra itulah yang lantas mereka sempurnakan untuk memenuhi standar yang ditentukan dalam lomba. Edi dan tim berjibaku dengan berbagai pekerjaan seperti mengembangkan sistem hingga tampilan website, melakukan riset sekaligus menghubungi berbagai pihak untuk mengisi content dalam situs mereka yang kemudian beralamat di www.edubilitas.com tersebut.

Buat kita, harus membuat prototype dalam waktu 3 minggu itu benar-benar menantang dan under pressure banget. Tapi kita memang membagi tugas berempat. Di samping kita berempat menjadi web developer, ada tugas lain juga. saya sebagai koordinator, Putri sebagai database engineer, Rian sebagai Public Relation dan Nida sebagai lead enginerr. Alhamdulillah, atas izin allah, kita bisa jadi juara pertama”, ucap Edi menuturkan pengalamannya.

Baca juga: Wajib Tahu, Ini 5 Fakta Bagaimana Sahabat Tunanetra Bisa Kuliah!

Rian menambahkan bahwa pada saat memasuki babak final, poin yang menjadi penilaian adalah keunikan dan nilai komersial dari produk yang diciptakan. Sebagai satu-satunya tim yang memiliki anggota penyandang tunanetra serta menciptakan platform yang aksesibel bagi disabilitas netra merupakan keunikan tersendiri bagi tim Cotrium dan wwebsite Edubilitas. Sedangkan untuk poin nilai komersial, karena pada awalnya platform pebelajaran online ini dimaksudkan untuk tunanetra secara Cuma-Cuma, maka akhirnya strategi tersebut diubah dengan memungkinkan pengguna website Edubilitas dapat membayar biaya pengambilan sertifikat usai pelatihan daring. Bagi tim Cotrium, nilai komersial ini membutuhkan berbagai pertimbangan saat ditetapkan, agar tidak memberatkan Sahabat tunanetra yang membutuhkan pembelajaran daring tersebut. Hal ini juga berangkat dari tujuan awal diciptakannya Edubilitas dan filosofinya, yaitu berbagi ilmu pada Tunanetra yang sulit menjangkau pendidikan dalam peningkatan skill mereka.

“Edubilitas itu berasal dari dua kata, yaitu education dan ability. Artinya kemampuan untuk belajar dan mengajarkan ilmu. Jadi, sama dengan tunanetra yang belajar dan membagikan ilmunya ke tunanetra lainnya”, kata Edi saat menjelaskan filosofi nama Edubilitas.

Setelah meraih juara, tim cotrium masih memiliki banyak pekerjaan rumah. Saat ini mereka tengah melanjutkan penyempurnaan website Edubilitas, baik pada sistem, tampilan maupun content-nya. Di samping itu, mereka juga menyadari bahwa dalam mengembangkan website pasti membutuhkan biaya operasional yang sangat besar. Maka kini mereka juga terus berupaya mencari investor atau sumbber dana untuk mendukung pengembangan Edubilitas di masa mendatang.

“harapannya website ini bisa semakin besar, dapat bermanfaat bagi teman-teman tunanetra, dan mungkin juga bisa menjadi semacam social enterprise yang memiliki badan hukum”, kata Edi menyampaikan harapannya.

Baca juga Ngobrol Daring bersama tunanetra

Tim Cotrium yang mempertemukan tiga orang tunanetra muda, Edi, rian dan Putri, serta berkolaborasi dengan Nida yang non-tunanetra membuktikan bahwa semangat mereka tidak mengenal perbedaan. Kerja keras dan doa telah mengantarkan mereka mewujudkan cita-cita yang awalnya hanya berupa rencana, menjadi sesuatu yang nyata. Edi dan kawan-kawwannya adalah bukti bahwa niat baik tidak hanya diucapkan, melainkan dilakukan. Keterbatasan dan tantangan ada untuk dihadapi dan didobrak. Semangat serta kegigihan adalah bahan bakar untuk menggapai target dan tujuan dalam hidup. Ayo tunanetra muda, terus kobarkan semangat untuk mencapai perubahan yang lebih baik! Selamat Hari Sumpah Pemuda!

*Juwita Maulida

Leave Comment