kamus bahasa inggris di atas meja

Mitra Netra Melalui program “diversifikasi peluang kerja bagi tunanetra”, Secara berkesinambungan mencari peluang kerja yang dapat atau bahkan lebih produktif jika dilakukan tunanetra.  salah satu peluang kerja tersebut adalah profesi penerjemah bahasa asing.

Dengan adanya dukungan teknologi perangkat lunak pembaca layar, tunanetra sangat mungkin untuk menggeluti pekerjaan sebagai penerjemah. Apalagi pilihan pekerjaan ini bisa dilakukan dari kantor atau rumah. Tentunya menjadi freelancer atau bekerja dari rumah bisa menjadi pertimbangan untuk tunanetra yang memiliki keterbatasan dalam bermobilitas.  Di samping itu, berdasarkan pengalaman Sahabat Tunanetra, penghasilan menjadi penerjemah dapat membuat tunanetra mandiri secara ekonomi, lho! Nah, bikin penasaran ya? berikut ini Irma Hikmayanti dan Melissa Chandra, tunanetra yang berprofesi sebagai penerjemah bahasa inggris, akan berbagi tips tentang apa saja sih yang diperlukan tunanetra jika ingin menggeluti profesi penerjemah. Simak dan catat ya!

Baca juga: Hadapi Kompetisi, Tunanetra Perlu Tingkatkan Kompetensi Berbahasaa Inggris

Mengikuti kursus penerjemah

Apakah jika ingin menjadi penerjemah yang baik, kita harus bersekolah, berkuliah atau kursus bahasa asing terlebih dahulu? Menurut Melissa yang  telah menjadi penerjemah sejak 2006 ini, seperti halnya orang non-tunanetra, selama Sahabat Tunanetra menguasai bahasa yang dimaksud dan bahan terjemahan tidak memerlukan keahlian khusus, maka tidak harus menempuh pendidikan di jurusan bahasa asing untuk menjadi penerjemah. Namun, perempuan berdarah tionghoa ini juga menegaskan bahwa mmemiliki keahlian dan acuan yang diperoleh dari sekolah/kursus akan meningkatkan kualitas terjemahan dan memudahkan seseorang untuk mendapatkan proyek/pekerjaan sebagai penerjemah.

Senada dengan Melissa, Irma menyarankan agar Sahabat Tunanetra yang berminat menjadi translator, untuk mengikuti kursus penerjemah. Kursus ini bertujuan untuk meningkatkan penguasaan bahasa asing yang sebelumnya telah dikuasai dengan baik.

“kita akan banyak dilatih untuk menerjemahkan berbagai bentuk tulisan , seperti artikel, dokumen, surat perjanjian, tulisan jurnalistik dan sebagainya selama ikut kursus penerjemah. Selain itu, kita juga banyak diajarkan tentang trik-trik untuk mengalih-bahasakan kalimat atau kata dari bahasa asing ke bahasa induk”, jelas Irma melalui pesan suara Whats App.

Berdasarkan informasi Melissa dan Irma, kursus penerjemah umumnya terdapat di pusat pengembangan atau pelatihan bahasa, seperti di Universitas Indonesia atau di Unika Atmadjaya.

Memperluas wawasan budaya Suatu Negara

Kira-kira apa ya hubungan menjadi penerjemah bahasa asing dengan memperluas wawasan budaya suatu negara? Dihubungi secara terpisah, Irma dan Melissa menyatakan hal yang serupa. Kedua perempuan yang  sama-sama lulusan program pendidikan pasca sarjana ini menyatakan bahwa dalam menerjemahkan sebuah tulisan, sama halnya dengan menerjemahkan suatu budaya.

“kita tidak bisa menerjemahkan bahasa itu dari kata per kata, karena bisa jadi kaku atau malah tidak sesuai dengan makna yang sebenarnya”, ungkap Irma yang pernah tinggal di Amerika Serikat.

Budaya di setiap tempat pasti berbeda. Budaya juga membentuk kebiasaan dan pola interaksi masyarakatnya sedemikian rupa hingga memiliki ciri khas yang unik. Jika sebagai penerjemah suatu bahasa asing tidak memiliki atau kurang mengeksplorasi budaya dari negara asal bahasa tersebut, maka terjemahannya akan terasa terlalu kaku atau bahkan mungkin salah menerjemahkan maksudnya.

“Budaya adalah konteks dari suatu bahasa. Tanpa mengetahui konteks dari bahan yang diterjemahkan, hasil terjemahan akan menurun kualitasnya atau bahkan kehilangan arti. Bahkan dokumen hukum yang memerlukan keahlian khusus untuk diterjemahkan sekalipun tetap memiliki konteks yang berkaitan dengan budaya setempat”, urai Melissa yang merupakan lulusan S2 jurusan Linguistik Terapan Bahasa Inggris Unika Atmadjaya.

Irma dan Melissa yang pernah bekerja sama pada event Mitra Netra English Contest tahun 2013 ini, memberikan tips pada Sahabat Tunanetra yang ingin menambah wwawasannya tentang budaya yang berkaitan dengan bahasa. Kegiatan seperti membaca buku atau bahan bacaan yang bervariasi menjadi hal yang disarankan keduanya. Irma juga menyarankan untuk nonton film dengan bahasa asing, lalu banyak mencatat kosa kata baru untuk dipelajari kembali di lain waktu.

Baca juga: Rayakan Hari Buku Nasional Bareng Juwita Maulida, Tunanetra Penggila Buku

Menguasai teknologi pendukung

Seperti yang telah disebutkan di paragraf pembuka, penguasaan teknologi pendukung merupakan hal wajib jika Sahabat Tunanetra ingin menggeluti profesi penerjemah. Nah, kira-kira skill apa saja yang diperlukan oleh tunanetra?

Irma dan Melissa yang merupakan alumni kursus komputer bicara di Mitra Netra, tentunya cukup mahir dalam mengoperasikan perangkat komputer atau laptop yang dilengkapi perangkat lunak pembaca layar. Dengan keterampilan tersebut, dua perempuan tunanetra total ini mahir bekerja dengan Microsoft Office, mengirim e-mail dan berselancar mencari informasi di internet. Dengan berbagai keterampilan tersebut, Melissa dan Irma dapat berkomunikasi dengan pengguna jasa mereka, mencari wawasan budaya, mengakses kamus bahasa asing dan tesaurus, serta menyelesaikan setiap pekerjaan penerjemah yang mereka terima. Bayangkan saja, jika mereka kurang mahir atau bahkan sama sekali tidak menguasai teknologi tersebut, maka bisa dipastikan Irma dan Melissa tidak dapat menggeluti profesi penerjemah.

Memiliki Sikap-Sikap Positif

Sebagai penerjemah tunanetra yang berpengalaman, Irma dan Melissa mengungkapkan bahwa ada sikap-sikap tertentu yang wajib dimiliki oleh tunanetra jika ingin menjadi penerjemah yang profesional. pengalaman menjadi penerjemah mengajarkan Irma untuk memiliki disiplin diri, manajemen waktu yang baik, berkomitmen dan bertanggung jawab dalam menyelesaikan semua pekerjaan. Sebagai penerjemah yang bekerja dari rumah,  mengatur waktu menjadi tantangan tersendiri untuknya. Perempuan berhijab ini menganggap menjadi seorang pekerja lepas ibarat menjadi atasan untuk diri sendiri, sehingga motivasi untuk mematuhi deadline menjadi prioritas utama.

Bagi Melissa, Sahabat Tunanetra sebaiknya memiliki sikap tekun dan gigih, rasa ingin tahu yang besar, serta terus giat belajar. karena menjadi penerjemah tunanetra akan lebih banyak tantangan yang dihadapi dibanding dengan penerjemah awas.

“motivasi yang kuat untuk terus belajar dan rasa ingin tahu yang besar itu baik untuk terus meningkatkan kemampuan bahasa kita. Kan bahasa itu harus terus dipelajari dan dipakai, kalau nggak bisa lupa dan hilang”, ujar Melissa menegaskan.

Baca juga: Mitranetra Electronic Dictionary (MELDICT)

Nah, sudah tahu apa saja yang diperlukan kalau Sahabat Tunanetra ingin menggeluti profesi penerjemah bahasa asing, kan? Semoga bisa menjadi pencerahan dan dipraktikkan di waktu mendatang ya! Tapi informasi dari Irma dan Melissa ini masih ada kelanjutannya, lho! Mereka juga akan membagi pengalamannya dalam menghadapi tantangan sebagai penerjemah tunanetra dan bagaimana mengatasinya. Penasaran? Tunggu di artikel berikutnya ya!

*Juwita Maulida

Leave Comment