Selama tiga minggu terakhir ini, media massa dibanjiri oleh iklan pemilu. Ada iklan dari partai politik, iklan dari calon presiden, dan iklan layanan masyarakat dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). Di antara semuanya, tentu yang paling penting untuk dilihat, didengar dan dibaca adalah iklan dari KPU. Di dalamnya berisi informasi penting, bagaimana masyarakat berpartisipasi dalam pemilu anggota legislatif 9 April, siapa saja partai politik peserta pemilu, anjuran untuk tidak “golput”, hingga bagaimana berpartisipasi jika belum terdaftar pada daftar pemilih tetap (DPT).

Sayangnya, tidak semua iklan yang disajikan di media massa, terutama televisi, aksessibel untuk tunanetra. Televisi adalah media yang saat ini dinikmati sebagian besar orang, termasuk para tunanetra.

Salah satu informasi penting yang KPU sampaikan pada ikaln pemilu, dan yang tidak aksessibel bagi tunanetra adalah, informasi tentang partai politik peserta pemilu berikut nomor urut mereka yang tercantum di kertas suara. Saat informasi itu ditampilkan, narator pada iklan hanya mengatakan “berikut ini adalah partai politik peserta pemilu”, dan setelah itu muncullah gambar logo partai politik peserta pemilu berikut nomor urut mereka, tanpa ada suara apa pun.

Jika seorang tunanetra menyimak iklan itu sendirian, tanpa ada orang lain yang tidak tunanetra, ia tidak akan mengerti apa yang ditampilkan di layar.

Begitu pula dengan penonton yang tunarungu. Mereka perlu penerjemah bahasa isyarat untuk mengerti pesan apa yang ditampilkan dalam iklan-iklan pemilu yang ditayangkan di televisi. Apalagi tunarungu tak dapat menggunakan media radio yang hanya berupa audio – tanpa visual. Seharusnya saat iklan pemilu ditayangkan di televisi, di salah satu sudut layar ada penerjemah bahasa isyarat yang menerjemahkan pesan-pesan iklan tersebut dalam bahasa isyarat bagi penonton tunarungu.

KPU masih harus banyak belajar.

*Aria Indrawati

Leave Comment