Rakha sedang belajar dengan buku Braille, di hadapannya ada ibundanya yang mendampingi

Setiap orang tua selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi buah hatinya, baik hal-hal berupa materi maupun kasih sayang. Namun, tak jarang pemberian materi atau kasih sayang menjadi terlalu berlebihan sehingga tidak memandirikan sang anak. Fenomena ini pun terjadi di antara orang tua yang memiliki anak tunanetra. Kerap ditemui orang tua yang terus menerus mendampingi anak tunanetra tanpa memberikan ruang untuk belajar mandiri.  Bahkan ada pula yang membantu pekerjaan atau menyelesaikan segala permasalahan yang semestinya bisa dihadapi oleh anak tunanetra seusianya. Alhasil, keterampilan anak tunanetra dalam kemandirian, menyelesaikan masalah, hingga beradaptasi dan berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya menjadi tumpul karena tidak diasah. Lalu bagaimana cara memberikan kasih sayang yang tepat dan wajar sesuai dengan kebutuhan anak tunanetra? Yuk, baca pengalaman dari salah satu orang tua yang mungkin bisa Ayah Bunda terapkan untuk anak tunanetra!

Baca juga : 3 Trik Menyampaikan Kondisi Ketunanetraan Orang Tua Pada Anak Non Tunanetra

 

Memberikan motivasi positif agar anak selalu percaya diri

Jahroh ialah sosok ibu dari Rakha Adyatma Subagyo. Putra semata wayangnya itu merupakan siswa tunanetra kelas 6 di SLB-A Pembina Tingkat Nasional, Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Rakha terlahir sebagai anak dengan penglihatan yang berfungsi dengan baik hingga menginjak usia 5 tahun. Saat itu ia mengalami gejala ablasio retina, yaitu kondisi berupa terlepasnya selaput jala atau retina mata. Selama 2 tahun, orang tua berupaya mencari kesembuhan untuk mempertahankan sisa penglihatan Rakha dengan tindakan medis dan operasi. Namun, 9 kali tindakan operasi mata tersebut tak mampu mempertahankan penurunan penglihatan Rakha hingga menjadi tunanetra total.

“Waktu itu sebagai orang tua saya bisa kuat ya karena liat Rakha juga kuat. Mungkin kalau waktu itu anaknya down atau berubah tingkah lakunya, saya mungkin juga ikut sedih. karena usianya udah harus masuk sekolah, saya bilang sama dokternya, gimana caranya biar anak ini nggak ngeluh terus kalau matanya sakit. Alhamdulillah sekarang udah nggak ada keluhan apa-apa, dan  dari situ saya mulai memikirkan Rakha untuk masuk sekolah karena usianya sudah  tujuh tahun”, tutur Jahroh yang akrab disapa Mama Rakha ini.

Salah satu pesan Mama Rakha untuk orang tua yang memiliki anak tunanetra adalah senantiasa memberikan motivasi yang positif. Dalam tumbuh kembangnya, Rakha selalu diperlakukan sama dengan anak non-tunanetra. Dirinya selalu memberikan motivasi dan semangat pada Rakha ketika ia ingin melakukan kegiatan-kegiatan yang positif. Menurut Mama Rakha, tujuan pemberian motivasi yang positif adalah agar sang putra lebih percaya diri untuk meraih impian dan cita-citanya. Salah satu pengalamannya dalam memberikan motivasi pada Rakha adalah saat momentum Mitra Netra English Contest 2019.

“Waktu itu Rakha juga pernah ikut kelas mendongeng dan ikut english contest. Itu pengalaman pertamanya Rakha ikut lomba dongeng dan pakai bahasa inggris , dan alhamdulillah jadi juara dua. Saya jadi punya rasa bangga dan haru bisa lihat Rakha seperti itu. Nggak bisa diungkapin dengan kata-kata”

Baca juga: Ayah Bunda, Dampingi Anak Tunanetra Belajar Matematika dengan 4 Alat Ini, yuk!

 

Tidak Mendampingi Secara Berlebihan untuk Memberi kesempatan belajar mandiri

Masih terkait dengan poin pertama, pemberian motivasi atau dalam hal pendampingan, orang tua diharapkan melakukannya dengan wajar atau tidak berlebihan. Pada beberapa kejadian, orang tua memiliki banyak kekhawatiran dan ketakutan, misalnya takut sang anak jatuh dan terluka, khawatir anaknya membutuhkan pertolongan dan tak ada yang membantu, atau tidak bisa menyelesaikan tugas yang diberikan. Dorongan ketakutan dan kecemasan tersebut yang membuat orang tua merasa wajib melindungi, mendampingi terus menerus, serta mengambil alih seluruh tugas yang harusnya diselesaikan oleh anak tunanetra.

Berbagi pengalamannya, Mama Rakha mengatakan bahwa memberikan ruang pada anak tunanetra untuk belajar mandiri sangatlah penting. Menurutnya, orang tua dapat memberikan contoh dengan cara membantu terlebih dahulu. Misalnya ketika memilih dan memakai baju. “Waktu itu pertama kali saya bantu dulu. Misalnya memilih baju, sudah saya siapkan dulu. Saya kasih tahu mana yang atasan mana yang bawahan. Trus kalau baju sehari-hari yang dipakai itu dia sudah hafal karena ada sablonnya, ini warnanya apa, gambarnya apa. Pernah juga waktu itu ditinggal, trus dia udah mandi sendiri dan pake baju. Pas ditanya, Rakha siapa yang ngambilin baju? Trus dia bilang ambil sendiri. Oh ternyata bisa mandiri. Alhamdulillah kalau Rakha itu ketika saya ajarin dia cepat menerapkan”

Menurut Mama Rakha, memperhatikan kemampuan anak juga tidak kalah penting. Hal ini bisa menjadi tolok ukur dalam menentukan kapan orang tua dapat mengajarkan tugas sehari-hari pada anak tunanetra. Rakha yang kini berusia 13 tahun sudah bisa menjaga kebersihan kamar tidur maupun toilet yang digunakannya. Rakha juga sudah mampu menyeduh minuman hangat atau mie instan untuk dirinya sendiri. Bahkan, ketika kini sang putra menekuni kegiatan olahraga tenis meja dan harus rutin latihan di sekolah, Rakha beraktivitas mandiri tanpa didampingi oleh dirinya sepanjang hari.

Baca juga: 3 Keterampilan Dasar yang Wajib Diajarkan pada Anak Tunanetra

 

Memberikan pemahaman, pengarahan, serta Melibatkan Anak Tunanetra dalam Pengambilan Keputusan

Sebagai anak tunanetra yang aktif, Rakha memiliki kegiatan yang cukup padat. Mama Rakha bercerita bahwa sebelum pandemi merebak, sepulang sekolah Rakha selalu mempunyai jadwal kegiatan di Mitra Netra. Mulai dari komputer bicara, matematika, bahasa inggris dan jepang, membaca Alqur’an braille, serta kursus musik. “Dulu di Mitra Netra, Rakha ikut banyak les itu karena kemauannya dia sendiri. Saya Cuma mendampingi dan mengarahkan. Pernah waktu itu Rakha ikut les yang dalam sehari itu ada 2 kali. Saya sendiri waktu itu khawatir kalau nanti anaknya kecapaian. Tapi ternyata anaknya sendiri yang mau dan nyaman. Rakhanya sendiri seneng di Mitra Netra. Malah kalau setelah pulang sekolah jam 12 dan nunggu waktu mengaji, Rakha suka main tenis meja dan main ke ruang musik sambil mengisi waktu”

dalam hal memilih sekolah pun, Mama Rakha juga selalu menginginkan yang terbaik bagi sang buah hati. Dengan mempertimbangkan bahwa Rakha memiliki cukup kemampuan dan tidak ada hambatan selain ketunanetraan, ia berharap nantinya Rakha bisa melanjutkan pendidikan di sekolah reguler. Tujuannya agar Rakha memiliki pergaulan yang lebih luas, bisa beradaptasi dengan lingkungan yang berbeda, dan melatih kemandiriannya. Dalam mengambil keputusan tersebut, Mama Rakha tetap melibatkan sang putra dengan cara memberikan pemahaman dan pengarahan yang sesuai dengan situasi yang akan dijalani oleh Rakha. Menurutnya hal ini perlu dilakukan agar Rakha juga bisa belajar bertanggung jawab dan berlatih untuk mengambil keputusan dengan pertimbangan baik buruk saat dewasa kelak.

Baca juga: Meluruhkan Persepsi Keliru tentang Tunanetra dan Matematika

 

Nah, demikian pengalaman dan tips yang dibagikan Mama Rakha untuk sesama orang tua yang memiliki anak tunanetra. Semoga bermanfaat dan bisa diterapkan Ayah Bunda juga, ya!

*Juwita Maulida

Leave Comment